Kerangka Teori 1. Landasan Teori Transfer Pusat ke Daerah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Landasan Teori Transfer Pusat ke Daerah Berbagai literatur ilmu ekonomi publik dan keuangan negara menyebutkan beberapa alasan perlunya dilakukan transfer dana dari pusat ke daerah. Hal ini dirangkum dalam Brodjonegoro, dkk 2002. Yaitu pertama, untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal. Di banyak negara, pemerintah pusat menguasai sebagian besar sumber­sumber penerimaan pajak utama negara yang bersangkutan. Jadi pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil sumber­sumber penerimaan negara, atau hanya berwewenang untuk memungut pajak­pajak yang basis pajaknya bersifat lokal dan mobilitas yang rendah dengan karakteritik besaran penerimaannnya relatif kurang signifikan. Kekurangan sumber penerimaan daerah relatif terhadap kewajibannya ini akan menyebabkan dibutuhkannya transfer dana dari pemerintah pusat. Kedua, untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal horizontal, pengalaman empirik di berbagai negara menunjukkan kemampuan daerah untuk menghimpun pendapatan sangat bervariasi, tergantung kepada kondisi daerah bersangkutan yang memiliki kekayaan sumberdaya alam atau tidak, ataupun daerah dengan intensitas kegiatan ekonomi yang rendah atau tinggi. Ini semua berimplikasi kepada besarnya pajak didaerah­daerah bersangkutan. Di sisi lain, daerah­daerah juga sangat bervariasi dilihat dari kebutuhan belanja untuk pelaksanaan berbagai fungsi dan pelayanan publik. Ada daerah­daerah dengan penduduk miskin, penduduk usia lanjut, dan anak­ anak serta remaja, yang tinggi proporsinya. Ada pula daerah­daerah yang berbentuk kepulauan luas, di mana sarana prasarana transportasi dan infrastruktur lainnya masih belum memadai. Sementara di lain pihak ada daerah­daerah dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar namun sarana dan prasarananya sudah lengkap. Ini mencerminkan tinggi­rendahnya kebutuhan fiskal dari daerah­daerah yang bersangkutan. Membandingkan kebutuhan fiskal ini dengan kapasitas fiskal tersebut di atas, maka dapat dihitung kesenjangan atau gap fiskal dari masing­masing daerah, yang seyogyanya ditutupi oleh transfer dari pemerintah pusat. Ketiga, terkait dengan butir kedua di atas, argumen lain yang menambah pentingnya peran transfer dari pemerintah pusat dalam konteks ini adalah adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah. Daerah­daerah dengan sumberdaya yang sedikit memerlukan subsidi agar dapat mencapai standar pelayanan minimum itu. Keempat, untuk stabilisasi. Alasan terakhir dari perlunya dana transfer yang jarang dikemukakan adalah untuk mencapai tujuan stabilisasi dari pemerintah pusat. Transfer dana dapat ditingkatkan oleh pemerintah pusat ketika aktivitas perekonomian sedang lesu. Transfer untuk dana­dana pembangunan block grants adalah merupakan instrumen yang cocok untuk tujuan ini. Namun kecermatan dalam mengkalkulasi amat diperlukan agar tindakan menaikkanmenurunkan dana transfer itu tidak berakibat merusak atau bertentangan dengan alasan­alasan sebelumnya di atas. Selain hal di atas, kerap pula dikemukakan bahwa pertimbangan pemberian transfer pusat dalam rangka menjamin tetap baiknya kinerja fiskal pemerintah daerah. Artinya, transfer ini dimaksudkan agar pemerintah daerah terdorong untuk secara insentif menggali sumber­sumber penerimaannya sesuai dengan kriteria yang berlaku, sehingga hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya Saragih, 2003. Dengan kata lain, transfer disini dimaksudkan sebagai saran ‘edukasi’ bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah akan mendapat transfer jika upayanya dalam menggali sumber­sumber penerimaan yang menjadi kewenangannya sama atau melebihi kapasitasnya. Sementara daerah tidak akan mendapat transfer apabila upayanya menghasilkan penerimaan yang lebih rendah dari kapasitas fiskalnya. 3.1.2. Pola Pemberian Bantuan A A E E E A Barang Publik Barang Private D D’ Sumber: Stiglitz 2000 Gambar 3. 1 Dampak Bantuan Spesifik dan Block Grant Terhadap Alokasi dan Kesejahteraan Masyarakat. Garis AA yang menunjukkan garis anggaran masyarakat sebelum adanya bantuan kepada pemerintah daerah, dimana keseimbangan terjadi pada titik E. Subisidi barang publik yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian barang publik bagi pemerintahan daerah setempat, yang selanjutnya menyebabkan pergeseran garis anggaran keatas AA. Meningkatnya pengeluaran pemerintah daerah setempat untuk pembelian barang publik akan mendorong stimulasi atau menggairahkan perekonomian masyarakat didaerah, contohnya dengan pembangunan jalan raya, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini kemudian akan meningkatkan pendapatan masyarakat atau dalam arti lain kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Sehingga kurva indifferent bergeser keatas menjadi E. Apabila pemerintah pusat memberikan bantuan kepada pemerintah daerah dalam bentuk block grant maka garis anggaran akan bergeser sejajar dengan garis anggaran semula DD ’ . Tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat ditunjukkan oleh pergeseran kurva indifferent keatas. Kemudian bila dikaitkan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang sama dengan kebijakan subsidi, ditandai oleh adanya persinggungan garis anggaran DD ’ dengan kurva indifferent yang sama dengan kurva indifferent setelah ada subsidi. Titik E merupakan keseimbangan baru yang tercapai, di mana pola bantuan block grant lebih tinggi dari pola bantuan spesifik, dimana pengeluaran untuk barang publik lebih sedikit dari pada program bantuan spesifik, sehingga anggaran dari pemerintah pusat menjadi lebih rendah. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Melihat bagaimana hubungan antara kinerja keuangan dengan kemiskinan dilakukan dan untuk melihat pengaruh dana perimbangan melalui instrumen DAU terhadap PAD dilakukan dengan analisis regresi dengan metode estimasi Panel Ordinary Least Square POLS. Revenue Power Revenue Sharing Anggaran Daerah Kinerja Keuangan Otonomi Daerah UU No 22 n 1999 Pemerintah Daerah, Pengembangan Kewenangan Pusat dan Daerah Desentralisasi Fiskal UU No 25 tahun 1999 Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Daerah Penerimaan Daerah PAD, DAU, Bagi Hasil Pengeluaran Rutin, Pembangunan Fiscal Availability Fiscal Needs Kemandirian Fiscal Gap Kemiskinan Asumsi dan Keterbatasan Microsoft Excel, Eviews, 4,1 OLS Panel Analisis Deskriptif Kebijakan Reformasi Pembangunan Microsoft Excel Keterangan: tanda panah menunjukkan pengaruh Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kemudian akan dilakukan uji signifikansi model, pengujian hipotesis penelitian dan pengujian asumsi­asumsi. Penggunaan analisis deskriptif juga untuk melihat besarnya laju pengurangan kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Barat, melihat bagaimana laju pengurangan kemiskinan sebelum otonomi dan pada masa otonomi daerah dan wilayah mana yang paling maju dalam menurunkan tingkat kemiskinan di wilayahnya.

3.3. Hipotesis Penelitian