Konsep Kinerja Keuangan Tinjauan Penelitian Terdahulu

kehidupan yang bermartabat. Hak­hak dasar menurut Bappenas terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial­ politik, baik bagi perempuan maupun laki­laki. Dalam melihat hak­hak ini Bappenas menggunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar dan pendekatan objektif and subjektif. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat­alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan Mubyarto, 2002.

2.4. Konsep Kinerja Keuangan

Pemerintah daerah dalam UU No 25 tahun 1999 mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan kebijakan anggaran daerahnya. Diharapkan dengan adanya kebijakan dana perimbangan dengan pemberian dana alokasi umum dan sistem bagi hasil maka pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan kinerja keuangannya. Yang berarti pemerintah daerah dalam menyusun anggarannya berorientasi kepada prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis. Anggaran yang berimbang berarti seluruh pengeluaran pemerintah daerah harus dibiayai dari penerimaan daerah itu sendiri, sehingga kemampuan belanja daerah selalu seimbang dengan penerimaan daerah. Atau dalam kata lain diharapkan pemberian dana alokasi umum akan menyusut tiap tahun karena daerah tersebut telah mampu atau mandiri. Keberhasilan kinerja keuangan daerah dapat tercermin dari pos­pos penerimaan, Menurut BPS 2004 semakin besar porsi penerimaan daerah dari PAD, maka semakin kecil ketergantungan daerah terhadap APBN. Kemudian kinerja keuangan yang efisien ditandakan dengan melihat besarnya rasio penerimaan terhadap pengeluaran, bila rasio penerimaan terhadap pengeluaran lebih besar dari tahun sebelumnya maka semakin efisien pengeluarannya. Penelitian ini mengacu pada konsep di atas, di mana penerimaan dianalisis dengan melihat kontribusi masing­masing dana perimbangan yaitu dana alokasi umum dan bagi hasil serta dari internal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah. Terutama bagaimana kontribusi PAD terhadap anggaran penerimaan yang mencerminkan kemampuan daerah untuk mengoptimalkan sumber daya di daerahnya.

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Sumedi 2005, mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan daerah di Indonesia menghasilkan kesimpulan bahwa dengan mekanisme tranfer dari pemerintah pusat dapat mengurangi kesenjangan daerah dengan pusat, tetapi tidak dengan kesejangan antar daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Pakasi 2005, mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian kabupaten dan kota di Sulawesi Utara menyimpulkan bahwa tingkat kemandirian semakin menurun ketika sesudah desentralisasi dan tingkat PAD daerah perkotaan lebih besar daripada daerah kabupaten. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rahmatullah Sisongko 2006 yang meneliti tentang pendugaan model kebutuhan fiskal menyimpulkan bahwa perlu adanya perubahan indikator formulasi DAU yang tepat, karena banyak daerah­daerah yang mendapatkan DAU tidak sesuai dengan kondisi riil di daerahnya. Alkatiri 2005 dengan penelitiannya yang berjudul demokratisasi pemerintahan dan penanggulangan kemiskinan menyimpulkan bahwa pengelolaan pemerintah berkorelasi negatif dengan kemiskinan. Apabila tata kelola pemerintah yang diukur dengan keefektifan, tingkat korupsi dan penegakkan hukum semakin baik, maka tingkat buta huruf dan tingkat kematian bayi akan semakin rendah. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti­peneliti terdahulu dengan penelitian ini adalah terletak pada bagaimana peningkatan variabel penerimaan seperti DAU, PAD dan bagi hasil terhadap kinerja keuangan yang ditunjukkan dengan tingkat kemandiran dan kemiskinan kemudian diikuti analisis laju kemiskinan sebelum dan masa desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Barat.

III. KERANGKA PEMIKIRAN