PERJANJIAN KERJA SECARA TERTULIS

Jamsostek, adanya tanda bukti absensi pekerja, adanya bukti pembayaran tunjangan hari raya pekerja dan sebagainya.

4. PERJANJIAN KERJA SECARA TERTULIS

Berbeda dengan PKWTT yang terhadap Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan namun untuk PKWT terhadap perjanjian kerjanya wajib dibuat secara tertulis. Perjanjian kerja secara tertulis wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin. Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, maka harus memuat sebagai berikut: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerjaburuh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat -syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerjaburuh g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 63 Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 64 Perjanjian kerja 63 Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 64 Pasal 54 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 dua, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerjaburuh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 satu perjanjian kerja. Universitas Sumatera Utara

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP PEKERJA

YANG HUBUNGAN KERJA DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

A. Bentuk Perlindungan Hukum bagi Pekerja yang di PHK

Perlindungan hukum bagi pekerja merupakan ketentuan yang diatur oleh hukum untuk mengatur antara hak dan kewajiban pekerja. Adapun tujuan perlindungan hukum tenaga kerja antara lain dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi serta meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin. 65 Perlindungan hukum merupakan perlindungan terhadap subjek dan objek hukum yang bertujuan melindungi hak dan kewajiban para pihak serta objek yang menjadi hubungan hukum antar para pihak tersebut. 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari hukum perburuhan dapat dilihat dari 65 Mohd Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, Jakarta: Sarana Bakti Persada, 2004, hlm. 1. 66 Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen , Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003, hlm.91. 56 Universitas Sumatera Utara adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang perburuhanketenagakerjaan dan dapat dilihat dari adanya ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah upah minimum. 67 Perjanjian kerja memegang peranan penting dan merupakan sarana untuk mewujudkan hubungan kerja yang baik dalam praktek sehari-hari maka perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu memberikan pengarahanpenempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan. Walaupun suatu perjanjian kerja baik berbentuk tertulis maupun lisan telah mengikat para pihak namun dalam pelakasanaannya sering berjalan tidak seperti apa yang diharapkan misalnya masalah jam masuk kerja, masalah upah sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja dan akhirnya terjadilah pemutusan hubungan kerja. Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja tersebut pada pekerjanya. Isi dari penyelenggaraan hubungan kerja tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang bertentangan dengan tata susila yang berlaku dalam masyarakat 67 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Pers, 2003, hlm. 12. Universitas Sumatera Utara ataupun ketertiban umum. Bila hal tersebut sampai terjadi maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah dan batal. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang masih menempatkan buruh pada posisi yang kurang menguntungkan, secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa depan yang terus berkembang. 68 Guna mengetahui kedudukan buruh dalam undang-undang ketenagakerjaan maka akan dikemukakan beberapa aspek berkaitan dengan kedudukan buruh tersebut. Pada Pasal 28 D Ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa: 1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur beberapa aspek kedudukan buruh yaitu: a. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan Pasal 7 dan Pasal 8 b. Pelatihan kerja Pasal 9 s.d Pasal 30 c. Penempatan tenaga kerja Pasal 31 s.d Pasal 38 d. Perluasan kesempatan kerja Pasal 39 s.d Pasal 41 e. Penggunaan tenaga kerja asing Pasal 42 s.d Pasal 49 f. Hubungan kerja Pasal 50 s.d Pasal 66} g. Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan Pasal 67 s.d Pasal 101 h. Hubungan industrial Pasal 102 s.d Pasal 149 68 Mohd Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, Op Cit, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara i. Pemutusan hubungan kerja Pasal 150 s.d Pasal 172 j. Pembinaan, pengawasan, penyidikan Pasal 173 s.d Pasal 181 k. Ketentuan pidana dan sanksi administrartif Pasal 183 s.d Pasal 190 Lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur perjanjian kerja yang dapat dibuat secara perorangan atau dengan serikat pekerjaserikat buruh sehingga turut memberikan peluang adanya ketidakwajiban pengusaha untuk membuat perjanjian kerja perorangan secara tertulis dengan alasan kondisi masyarakat yang beragam yang memungkinkan perjanjian kerja secara lisan. Pembenaran oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai perjanjian kerja secara lisan membuat pekerja tidak mengetahui hak dan kewajibannya dalam menjalani hubungan kerja dengan pengusaha berupa syarat-syarat kerja sehingga pekerja tidak dapat menghindari sebuah larangantata tertib yang diberlakukan oleh pengusaha yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja bahkan akibat hukum yang timbul dari putusnya hubungan kerjapun tidak dapat diketahui oleh pekerja tersebut. Perjanjian yang dibuat secara lisan dapat menyulitkan pekerja dalam membuktikan kebenaran dirinya sebagai pekerja yang bekerja pada pengusaha dalam proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja di Pengadilan Hubungan Industrial. Ketentuan Pasal 63 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibkan pengusaha membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang perjanjian kerjanya dibuat secara lisan tidaklah efektif dan banyak pengusaha yang tidak menjalankannya bukan hanya karena tidak ada sanksi yang mengaturnya namun juga Universitas Sumatera Utara karena dengan tidak dibuatnya perjanjian kerja secara tertulis dan surat pengangkatan akan dapat menguntungkan pengusaha yaitu diantaranya tidak jelasnya kapan hubungan kerja kedua belah pihak dimulai seperti perkara Pemutusan Hubungan Kerja antara Harizon Pane, dkk dengan PT. Rivera Village Permai yang tidak mengakui Harizon Pane, dkk adalah pekerja yang bekerja di PT.Rivera Village Permai serta membantah masa kerja dan upah Harizon Pane, dkk hal ini diakibatkan karena tidak adanya perjanjian kerja. Pada dasarnya semua pihak baik pengusaha, pekerja, pemerintah maupun masyarakat secara langsung atau tidak langsung mempunyai kepentingan atas jalannya perusahaan. Sering terdapat pandangan yang keliru atas perusahaan yaitu pandangan yang menganggap bahwa yang mempunyai kepentingan atas suatu perusahaan hanyalah pengusaha atau pemilik modal yang bersangkutan. Kekeliruan pandangan ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama dapat timbul sebagai akibat sikap pengusaha sendiri yaitu sikap yang terlalu menonjolkan kekuasaan dan haknya atas modal dan mengutamakan keuntungannya sehingga kurang memperhatikan pekerja dan masyarakat. Kemungkinan kedua dapat terjadi sebagai akibat prasangka dari pekerja yang sering menganggap bahwa pengusaha selalu mengambil keuntungan terlalu banyak dan memberi bagian pekerja terlalu sedikit. Pokok pangkal ketidakpuasan umumnya berkisar pada masalah-masalah : a. Pengupahan b. Jaminan sosial Universitas Sumatera Utara c. Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang diemban. e. Adanya masalah pribadi. Ditinjau dari aspek perlindungan hukum dari berbagai peraturan perundang- undangan ketenagakerjaan maka diatur perlindungan sejak sebelum adanya hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja dan setelah hubungan kerja berakhir. Perlindungan sebelum bekerja misalnya, jaminan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama dan tanpa diskriminasi, untuk memperoleh pekerjaan. 69 Bentuk perlindungan setelah hubungan kerja yaitu adanya kewajiban pengusaha untuk membayar pesangon apabila pekerja di PHK secara sepihak dan kewajiban pengusaha untuk mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan hari tua atau program pensiun pekerja. Perlindungan pekerja dalam hubungan kerja yaitu perlindungan mengenai upah yang harus berdasarkan upah minimum yang ditetapkan pemerintah dan mengikutsertakan pekerja dalam program jamsostek kemudian hak- hak pekerja lainnya seperti hak cuti, hak beribadah pada saat waktu bekerja, hak mendapatkan upah lembur dan hak mendapatkan perlindungan keselamatan dan keamanan dalam melakukan pekerjaan. Khusus perlindungan setelah hubungan kerja yakni adanya kewajiban pengusaha untuk membayar pesangon apabila pekerja di PHK secara sepihak, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 pada Pasal 1 angka 25 memberi pengertian 69 Ibid, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara bahwa PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dengan pengusaha. Dalam melakukan PHK pengusaha harus berdasarkan fakta, bukti dan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

B. Konsep Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja merupakan salah satu jenis perselisihan hubungan industrial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial PPHI, terdapat 4 empat jenis perselisihan hubungan industrial yaitu: 70 1. Perselisihan Hak 2. Perselisihan Kepentingan 3. Perselisihan Hubungan Kerja 4. Perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau 70 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Universitas Sumatera Utara perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh adalah perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban serikat pekerja. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak yakni pihak pengusaha maupun pihak pekerja. Menurut Sendjun H. Manulang dikenal ada empat jenis Pemutusan Hubungan Kerja PHK yakni: 1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha 2. Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja 3. Hubungan kerja putus demi hukum 4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan 71 Pemutusan Hubungan Kerja dapat dibagi dalam empat golongan yaitu : 1. Pemutusan hubungan kerja karena hukum. Jika hubungan kerja yang diadakan untuk waktu tertentu dan waktunya tersebut telah habis atau berakhir maka pemutusan hubungan kerja dalam hal ini tidak diperlukan ijin. Hal demikian berarti putus dengan sendirinya karena hukum. 71 Sendjun H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm 25. Universitas Sumatera Utara 2. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha dapat diklasifikasi 2 dua bagian yakni: a. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pekerjaburuh. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pekerjaburuh artinya bahwa PHK dimaksud dikehendaki oleh pengusaha karena terdapat peristiwa hukum berupa pelanggaran oleh pekerja terhadap ketentuan perundang-undangan, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang didalamnya secara tegas menyebutkan bahwa pelanggaran dimaksud dapat berakibat putusnya hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan pengusaha dan adanya suatu kondisi tertentu yang terletk pada diri pekerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pelangaran dan suatu kondisi tertentu yang terletak pada diri pekerja yang dilakukan pekerja dimaksud adalah sebagai berikut : 1 Pekerjaburuh tidak masuk kerja mangkir selama 5 lima hari berturut- turut tanpa keterangan dan bukti yang sah; 2 Pekerjaburuh melakukan serangkaian pelanggaran disiplin kerja dan yang bersangkutan telah mendapatkan surat peringatan pertama hingga ketiga; 3 Pekerjaburuh terlibat tindak pidana; 4 pekerjaburuh mengalami sakit lebih dari 12 dua belas bulan berturut- turut; 5 Pekerjaburuh dalam masa percobaaan; Universitas Sumatera Utara 6 Pekerjaburuh meninggal dunia; 7 Pekerjaburuh memasuki usia pensiun; b. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pengusaha. Ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur beberapa kondisi tertentu yang terletak pada diri pengusaha yang dapat dijadikan alasan bagi pengusaha untuk melakukan PHK. Kondisi-kondisi dimaksud terdiri dari: 1 Perusahaan melakukan langkah efisiensi; 2 Perusahaan tutup; 3 Terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan; 4 Perusahaan pailit; 5 Terdapat keadaan memaksa force majeur; 3. Pemutusan hubungan kerja karena keputusan pengadilan. Pemutusan hubungan kerja oleh Pengadilan ialah pemutusan dengan melalui yang berwenang di Pengadilan atas permintaan yang bersangkutan yang berdasarkan alasan-alasan penting. Apabila hakim memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan dibacakan. 4. Pemutusan hubungan kerja karena kehendak pekerja. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini pekerja dapat berinisiatif untuk memutuskan hubungan kerja berdasarkan: a. Pengunduran diri Pasal 162 b. Tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena adanya perubahan status perusahaan, adanya penggabungan atau peleburan maupun perubahan kepemilikan perusahaan Pasal 163 ayat 1. c. Permohonan yang diajukan oleh karyawan kepada lembaga PPHI oleh karena pengusaha melakukan kesalahan dan kemudian terbukti benar bahwa ia bersalah Pasal 169 ayat 2 dan atau Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya. d. Permohonan pekerja dikarenakan sakit berkepanjangan atau cacat total akibat kecelakaan kerja Pasal 172. Kemudian berdasarkan Pasal 169 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pekerjaburuh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerjaburuh; b. membujuk danatau menyuruh pekerjaburuh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan; c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 tiga bulan berturut-turut atau lebih; d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerjaburuh; Universitas Sumatera Utara e. memerintahkan pekerjaburuh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerjaburuh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. Apabila alasan PHK tidak dapat dibenarkan maka akan berakibat PHK itu dapat dibatalkan. Sanksi atau hukuman bagi pemutusan hubungan kerja yang tidak beralasan yaitu : a. Pemutusan tersebut adalah batal dan pekerja yang bersangkutan harus ditempatkan kembali pada kedudukan semula. b. Pembayaran ganti rugi kepada pekerja tersebut. Dalam hal ini pekerja berhak memilih antara penempatan kembali atau mendapatkan ganti rugi. 72 . Ganti rugi maksudnya adalah pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

C. Hak-Hak Bagi Pekerja

1. Hak-hak pekerja yang diatur Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn)

8 222 87

Analisis Yuridis Pemberian Kuasa Blanko Pada Akta Perikatan Jual Beli (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 51/PDT.G/2009/PN.Mdn)

1 86 130

Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan)

24 189 131

Analisis Yuridis Mengenai Dualisme Kewenangan Mengadili Tindak Pidana Korupsi Antara Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

0 65 109

Analisis Yuridis Terhadap Hubungan Kerja Antara Pengusaha Dan Pekerja Berdasarkan Perjanjian Kerja Secara Lisan (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan Nomor:41/G/2009/PHI.Mdn)

2 53 126

Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

1 45 149

Peranan Perjanjian Kerja Antara Pengusaha Dan Pekerja Pada Perusahaan Waralaba (Franchise) Di...

0 67 5

Peranan Pengadilan Hubungan Industrial dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Terhadap Putusan Pemutusan Hubungan Kerja-Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan)

10 130 147

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 K/Pdt.Sus-Phi/2014 Terkait Pemutusan Hubungan Kerja Pengurus Serikat Pekerja Pada Perusahaan Manufaktur

3 119 104

PERAN HAKIM AD HOC PADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

0 17 49