pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan
perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri
maupun keluarganya
46
Yang dimaksud dengan imbalan termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha kepada buruh secara teratur dan
terus-menerus. Pengusaha juga berkewajiban untuk memberitahukan dan menjelaskan isi
peraturan perusahaan yang berlaku diperusahaan. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:
a. Hak dan kewajiban pengusaha b. Syarat kerja
c. Tata tertib perusahaan d. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku apabila bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku maka yang digunakan adalah peraturan perundang- undangan. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2 dua
tahun dan wajib diperbaharui setelah masa berlakunya habis.
4. Berakhirnya Hubungan Kerja
Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berakhir disebabkan oleh:
46
Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
Universitas Sumatera Utara
a. Pekerja meninggal dunia
b. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
c. adanya putusan pengadilan danatau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
5. Cara Penyelesaian Perselisihan antara pengusaha dan pekerja
Ketentuan Undang-Undang
Ketenagakerjaan mengatur
mekanisme penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja antara lain sebagai
berikut: a. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerjaburuh atau serikat pekerjaserikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan Perselisihan
Hubungan Industrial.
47
Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka sebagai langkah awal
dalam penyelesaian perselisihan. Ketentuan mengenai upaya bipartit diatur pada Pasal 136 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
yang dinyatakan
bahwa penyelesaian
47
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerjaburuh atau serikat pekerjaburuh secara musyawarah untuk
mufakat.Apabila tercapai kesepakatan maka para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani dan kemudian Perjanjian
Bersama ini didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlunya
mendaftarkan perjanjian
bersama bertujuan
untuk menghindari
kemungkinan salah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai
kesepakatan maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
b. Perundingan Tripartit Undang-undang
Ketenagakerjaan mengatur
3 tiga
Lembaga penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak yaitu:
- Penyelesaian melalui Mediasi Mediasi
48
merupakan upaya penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan PHK dan perselisihan antara serikat
pekerjaburuh melalui seorang mediator perantara. Dalam Undang- undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
48
Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
Hubungan Industrial disebutkan bahwa mediator merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.
Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada disetiap kantor instansi yang bertanggungjawab dibidang
ketenagakerjaan kabupatenkota.
49
Mediator berusaha mendamaikan para pihak agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal
tercipta kesepakatan para pihak membuat perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan maka
mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis kepada kedua belah pihak. Anjuran harus sudah dikeluarkan oleh meditor paling lama 30
tiga puluh hari kerja sejak mediator menerima pelimpahan penyelesaian atas perselisihan hubungan industrial. Atas anjuran
tersebut para pihak harus sudah memberikan jawaban selambat- lambatnya 10 sepuluh hari kerja setelah anjuran diterima. Apabila
para pihak menerima anjuran tersebut maka mediator harus membantu para pihak membuat perjanjian bersama dan didaftarakan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Sedangkan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak isi
anjuran maka para pihak yang menolak dapat mengajukan gugatan
49
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
perselisihan kepengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.
- Penyelesaian melalui Konsiliasi. Konsiliasi
50
adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara serikat pekerjaburuh dalam suatu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Konsiliasi merupakan forum pilihan yang hanya dapat ditempuh apabila kedua belah pihak yang berselisih sepakat untuk mencari
penyelesaian melalui forum ini. Lembaga Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang terdaftar pada
kantor instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan kabupatenkota dan ditunjuk oleh para pihak. Seperti halnya mediator
maka Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan,
Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa surat anjuran. Apabila para pihak menerima anjuran tersebut maka konsiliator harus
membantu para pihak membuat perjanjian bersama dan didaftarakan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat
untuk mendapatkan Akta bukti perjanjian bersama.Sedangkan apabila
50
Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
para pihak atau salah satu pihak menolak isi anjuran maka para pihak yang menolak dapat mengajukan gugatan perselisihan kepengadilan
hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat. - Penyelesaian melalui Arbitrase
51
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat maka putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-
satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial hanya meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh dalam
satu perusahaan. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan bahwa arbitrase merupakan penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat pekerjaburuh hanya dalam satu perusahaan, diluar Pengadilan Hubungan Industrial, melalui kesepakatan tertulis
dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisiahan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final. c. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial
51
Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Setiap perselisihan hubungan
industrial tidak dapat langsung diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial dikarenakan perselisihan tersebut harus terlebih dahulu
diselesaikan melalui cara bipartrit maupun tripartrit sehingga jika para pihak atau salah satu pihak tidak dapat menerima keputusan secara
tripatrit maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dan jika para pihak atau salah satu pihak tidak dapat menerima
keputusan yang dihasilkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial maka pihak yang berselisih dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke
Mahkamah Agung.
B. Pengaturan tentang Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja menurut Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan
hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan. Selanjutnya perihal pengertian perjanjian kerja, ada lagi pendapat Subekti
beliau menyatakan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji
Universitas Sumatera Utara
tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas bahasa Belanda “dierstverhanding” yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu
majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain buruh.
52
Perjanjian kerja yang didasarkan pada pengertian Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak disebutkan bentuk perjanjiannya tertulis
atau lisan, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan.
53
Bagi perjanjian kerja waktu tidak tertentu tidak dimintakan bentuk yang tertentu. Jadi dapat dilakukan secara lisan, dengan surat pengangkatan oleh pihak
pengusaha atau secara tertulis yaitu surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Undang-undang hanya menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan
secara tertulis maka biaya surat dan biaya tambahan lainnya harus dipikul oleh pengusaha. Apalagi perjanjian yang diadakan secara lisan, perjanjian yang dibuat
tertulispun biasanya diadakan dengan singkat sekali, tidak memuat semua hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasl 1320 Kitab
52
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Penerbit Alumni , Bandung, 1977, hlm. 33.
53
Lalu Husni, Op.Cit., hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
consensus b.
Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian capacity c.
Ada suatu hal tertentu a certain subject matter d.
Ada suatu sebab yang halal legal causa.
54
Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 empat syarat, maka begitu pula
dalam ketentuan hukum ketenagakerjaan yang secara khusus diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 bahwa suatu perjanjian kerja harus
memenuhi adanya 4 empat persyaratan yakni sebagai berikut: 1. Kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
kerja harus setuju atau sepakat, setia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjkan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain. Pihak
pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan dan pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan. Dalam hal ini tidak ada paksaan dari pihak
manapun, tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan Pasal 1321, 1322, 1328
54
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung, Alumni, 1985, hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maksud dari tidak ada paksaan yaitu apabila diantara para pihak yang melakukan perbuatan tersebut tidak dalam
keadaan diancam baik kekerasan jasmani maupun rohani sedangkan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan yaitu apabila diantara para pihak tidak terdapat
kekhilafan mengenai hal pokok yang diperjanjikan atau sifat-sifat penting yang menjadi objek perjanjian atau dengan siapa diadakan perjanjian tersebut. Tidak
ada penipuan maksudnya para pihak dalam melakukan perjanjian tidak melakukan perbuatan dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan
memberikan keterangan-keterangan palsu atau rangkaian kata-kata bohong yang menyebabkan salah satu pihak menderita kerugian.
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian
maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian. Pada umumnya seseorang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia
sudah dewasa artinya sudah mencapai umur 21 tahun namun ketentuan Pasal 1 butir 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyatakan bahwa seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur yakni berumur minimal 18 tahun. Selain itu
seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya atau waras. Pasal 1322 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
KUHPerdata membatasi pengertian cakap sebagai berikut: a.
orang-orang yang belum dewasa menurut undang-undang
Universitas Sumatera Utara
b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan pengawasan
c. perempuan-perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu Hal-hal yang diuraikan diatas merupakan kemutlakan atas suatu perjanjian
kerja. Pemenuhan unsur-unsur tersebut dapat sangat berpengaruh secara normatif terhadap keabsahan suatu perjanjian kerja yang dibuat antara
pekerjaburuh dan pengusaha. 3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari
perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak.
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Obyek perjanjian pekerjaan harus halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang
diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas. Perjanjian pekerjaan yang bercausa halal misalnya pekerjaan yang
membawa manfaat bagi para pihak ataupun pihak ketiga sehingga tidak berpotensi dapat merugikan para pihak maupun pihak ketiga.
Universitas Sumatera Utara
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Sebenarnya keempat syarat
tersebut diatas dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:
55
a. Syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek
perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan mereka
yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. b.
Syarat objektif adalah syarat yang menyangkut pada objek perjanjian itu, ini meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai
syarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang
diperjanjikan harus halal disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Kalau syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi
hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika syarat subyektif tidak dipenuhi maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan,
pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas demikian juga oleh orang tuawali atau pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat
55
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 94.
Universitas Sumatera Utara
meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.
Suatu perjanjian umumnya menganut asas kebebasan berkontrak begitu pula terhadap perjanjian kerja namun dalam perjanjian kerja diantara pihak yang
mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan-perbedaan tertentu baik mengenai kondisi dan kedudukan hukum, dalam hal ini pekerja mempunyai kedudukan yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan kedudukan dan kondisi dari pihak pengusaha. Oleh karenanya campur tangan pemerintah sangat diperlukan guna memberikan
perlindungan terhadap pihak yang lemah yakni pekerja terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja.
Suatu perjanjian kerja tentu saja dapat meliputi berbagai jenis pekerjaan, sepanjang pekerjaan tersebut memang diperlukan oleh pemberi kerja. Sedangkan
ditinjau dari jangka waktu perjanjian kerja, pemberi kerja dapat saja membuat perjanjian kerja untuk suatu jangka waktu yang ditetapkan lebih awal atau tidak.
Namun demikian dalam rangka memberi kepastian hukum kepada pekerja dan pemberi kerja, perjanjian kerja yang dikaitkan dengan jangka waktunya dibagi
menjadi 2 dua jenis perjanjian kerja. Kedua jenis perjanjian kerja yang diperbolehkan oleh Undang-undang tersebut adalah perjanjian kerja untuk waktu
tertentu PKWT dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sehat Damanik, perjanjian kerja dibagi menjadi 2 dua jenis, yaitu: a. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu
Adalah perjanjian kerja antar pengusaha dan pekerja, untuk mengadakan hubungan kerja tetap yang tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu.
b. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu Adalah perjanjian kerja antar pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu.
56
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membedakan perjanjian kerja berdasarkan jangka waktu dan berdasarkan bentuknya.
Perjanjian kerja berdasarkan jangka waktu yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sedangkan Perjanjian Kerja
berdasarkan bentuknya yaitu Perjanjian Kerja secara Lisan dan Perjanjian Kerja secara Tertulis.
1. PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PKWT