Aplikasi Image Processing untuk Menentukan Tingkat Mutu Buah Naga (Hylocereus undatus) Secara non-Destructive

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi buah-buahan di Indonesia masih rendah, sedangkan kebutuhan buah setiap tahun terus meningkat, disamping karena jumlah penduduk yang terus meningkat juga karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti gizi dan peranan gizi bagi kesehatan (Anggarwati, 1986).

Meskipun buah naga terbilang baru dikenal di Indonesia, namun namanya belakangan ini menjadi buah bibir di masyarakat luas. Penampilan buah ini sangat unik dan menarik dengan ukuran buah sebesar mangga gedong gincu, berwarna merah menyala. Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya berangsur-angsur meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin membanjirnya buah naga di supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Buah naga ini cukup kaya dengan berbagai vitamin dan mineral yang membantu meningkatkan daya tahan dan metabolisme tubuh.

Selama ini penentuan sortasi dan mutu buah naga biasanya dilakukan secara visual dengan memperhatikan penampilan buah, kemulusan buah, bebas dari kerusakan dan cacat serta ukuran buah yang dilakukan secara manual. Penentuan mutu secara manual ini masih memiliki banyak kekurangan diantaranya waktu yang dibutuhkan relatif lama serta menghasilkan produk yang beragam karena keterbatasan visual manusia, tingkat kelelahan, dan perbedaan persepsi tentang mutu buah.

Berbagai metode destruktif telah digunakan untuk menentukan mutu buah, namun metode ini memiliki banyak kelemahan, diantaranya buah yang telah di uji tidak dapat dikemas untuk dikonsumsi dan mutu yang diperoleh tidak dapat menentukan mutu secara keseluruhan karena teknik yang digunakan adalah pengambilan contoh dari populasi yang ada.

Oleh karena itu diperlukan suatu metode non-destruktif yakni teknik untuk menentukan klasifikasi mutu buah naga secara efektif dan efisien tanpa merusak buah yang bersangkutan. Sistem visual yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah teknik pengolahan citra atau image processing. Teknik pengolahan citra adalah suatu teknik yang


(2)

dikembangkan untuk mendapatkan informasi dari citra dengan cara memodifkasi bagian dari citra yang diperlukan sehingga menghasilkan citra lain yang lebih informatif (Jain et al., 1995). Dengan digunakannya teknik pengolahan citra atau image processing diharapkan dapat membantu proses pemutuan sehingga diperoleh hasil yang konsisten dan sesuai dengan keinginan pangsa pasar serta dapat diterima oleh konsumen.

B. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Mempelajari parameter mutu buah naga (Hylocereus undatus) menggunakan metode image processing.

2. Mencari korelasi antara data hasil image processing dengan data pengukuran langsung dan menemukan parameter mutu dari hasil pengolahan citra yang dapat digunakan untuk menentukan kelas mutu buah naga (Hylocereus undatus).

3. Melakukan validasi pemutuan buah naga (Hylocereus undatus) menggunakan parameter mutu citra untuk memperbaiki hasil pemutuan manual.


(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Naga

Buah naga adalah salah satu buah dari beberapa jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, namun sekarang juga dibudidayakan di negara-negara Asia seperti Taiwan, Vietnam, Filipina dan Malaysia. Buah ini juga dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia Utara dan Tiongkok Selatan. Berdasarkan beberapa sumber, buah naga belum banyak dibudidayakan di Indonesia, sementara ini dari data yang diperoleh, daerah penghasil buah naga di Indonesia adalah : Mojokerto, Jember, Malang, Pasuruan, Bayuwangi, dan Kulon Progo (Anonim, 2003).

Buah naga termasuk tanaman tropis. Tanaman ini tumbuh baik jika ditanam di dataran rendah pada ketinggian 20 – 500 m diatas permukaan laut dengan kondisi tanah yang gembur, porous, banyak mengandung bahan organik dan banyak mengandung unsur hara, pH tanah 5 – 7, dengan curah hujan 600 – 1300 mm per tahun. Hujan yang terlalu deras dan berkepanjangan menyebabkan kerusakan yang ditandai dengan proses pembusukan yang lebih cepat. Temperatur maksimum tanaman ini berkisar 38 – 40 oC dengan penyinaran cahaya matahari penuh untuk mempercepat proses pembungaan. Fisik buah naga terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah Naga (Dragon fruit, asianleng.blogspot.com dalam Sri Rini, dkk. 2008 )


(4)

Buah naga disebut juga kaktus manis atau kaktus madu, termasuk dalam keluarga tanaman kaktus dengan karakteristik memiliki duri pada setiap ruas batangnya. Meskipun tergolong dalam tanaman kaktus, buah naga bukan buah kaktus biasa yang kita kenal sebagai prickly pear atau Opuntia ficus-indica. Tanaman penghasil buah naga adalah kaktus pemanjat Hylocereus undatus. Disebut pemanjat, karena ketika ditemukan pertama kali di tempat tumbuhnya yang asli di lingkungan hutan belantara yang teduh, batangnya memang memanjat batang tanaman lain. Kalau dicabut dari tanah, pokok buah ini masih hidup terus sebagai epifit, menyerap air dan mineral melalui akar udara pada batangnya. Keunikan tanaman buah naga adalah batangnya berbentuk segitiga, durinya pendek sekali dan tidak mencolok dan bunganya mekar pada malam hari.

Setelah berumur 1.5 – 2 tahun, tanaman ini mulai berbunga dan berbuah. Pemanenan pada tanaman buah naga dilakukan pada buah yang memiliki ciri-ciri warna kulit merah mengkilap, dan jumbai atau sisik berubah warna dari hijau menjadi kemerahan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting, buah dapat dipanen saat buah mencapai umur 50 hari terhitung sejak bunga mekar. Musim panen terbesar buah naga terjadi pada bulan September hingga Maret dan umur produktif tanaman buah naga ini berkisar antara 15 – 20 tahun (Anonim, 2008).

Dibalik rasanya yang manis menyegarkan, buah naga kaya akan manfaat. Komposisi gizi per 100 gram daging buah naga disajikan pada Tabel 1. Kandungan serat pada buah naga sangat baik, mencapai 0.7 – 0.9 gram per 100 gram. Serat sangat dibutuhkan tubuh untuk menurunkan kadar kolesterol. Di dalam saluran pencernaan serat akan mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Selain untuk mencegah kolesterol, kandungan serat pada buah naga juga sangat berguna dalam sistem pencernaan. Selain itu, buah naga terkenal sebagai salah satu sumber betakaroten yang merupakan provitamin A yang di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A yang sangat berguna dalam proses penglihatan, reproduksi, dan proses metabolisme lainnya. Buah naga juga sangat baik untuk sistem peredaran darah, menetralkan racun dalam darah, penyeimbang gula darah, mengurangi tekanan emosi, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, serta meningkatkan kerja otak.


(5)

Khasiat buah naga masih belum diketahui oleh masyarakat luas. Selain penelitian yang masih sangat terbatas, buah ini masih sangat langka. Bahkan, masih banyak di antara masyarakat yang sama sekali tidak mengenal buah ini (Anonim, 2003). Tabel 1. Komposisi gizi per 100 gram daging buah naga

Kandungan Gizi Jumlah

Air (g) 82.5 – 83.0

Protein (g) 0.16 – 0.23

Lemak (g) 0.21 – 0.61

Serat/dietary fiber (g) 0.7 – 0.9 Betakaroten (mg) 0.005 – 0.012

Kalsium (mg) 6.3 – 8.8

Fosfor (mg) 30.2 – 36.1

Besi (mg) 0.55 – 0.65

Vitamin B1 (mg) 0.28 – 0.30 Vitamin B2 (mg) 0.043 – 0.045

Vitamin C (mg) 8 – 9

Niasin (mg) 1.297 – 1.300

Air (g) 82.5 – 83.0

Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities (2005) dalam Anonim, 2008.

Berdasarkan warna buah dan daging buahnya, buah naga dibedakan menjadi empat jenis. Ke empat jenis tersebut adalah (Anonim, 2001):

1. Hylocereus undatus, yang buahnya berwarna merah dengan daging buah putih

2. Hylocereus polyrhizus, yang buahnya berwarna merah muda dengan daging buah merah

3. Selenicereus megalanthus dengan kulit buah kuning dan daging buah putih 4. Hylocereus costaricensis buah naga daging super merah.

Adapun klasifikasi buah naga berdaging putih dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut :


(6)

Kingdom: Plantae Subkingdom:

Superdivision:

Tracheobionta Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas:

Subkelas:

Magnoliopsida Caryophyllidae Ordo: Caryophyllales Famili: Cactaceae Genus: Hylocereus

Spesies: Hylocereus undatus

Buah naga juga mengandung kalium, zat besi, protein, kalsium dalam jumlah yang cukup baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan kandungan air yang cukup tinggi, yaitu mencapai 83 gram per 100 gram daging buah. Karena itu, buah naga dapat juga dijadikan pencuci mulut yang lezat (Anonim, 2001).

B. Image Processing

Image processing atau pengolahan citra adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik image processing meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad, 2005).

Terdapat dua bagian pada proses pembentukan citra, yaitu geometri citra yang menentukan suatu titik dalam pemandangan diproyeksikan pada bidang citra dan fisik cahaya yang menentukan kecerahan suatu titik pada bidang citra sebagai fungsi pencahayaan pemandangan serta sifat-sifat permukaan.

Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari


(7)

kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel sama pada seluruh bagian citra. Dalam pengambilan citra hanya citra digital yang dapat diproses oleh komputer digital, data citra yang dimasukkan berupa nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap piksel (Basuki et al., 2005).

Citra f (x,y) disimpan dalam memori komputer atau penyimpan bingkai citra dalam bentuk array n x m dari contoh diskrit dengan jarak sama, sebagai berikut :

...(1)

Setiap elemen dari array di atas disebut sebagai piksel yang merupakan suatu daerah bujur sangkar kecil dengan ukuran tertentu dan menunjukkan harga intensitas keabuan piksel pada lokasi yang bersangkutan. Ukuran piksel ini sering disebut resolusi piksel.

Citra masukan diperoleh melalui suatu kamera yang didalamnya terdapat suatu alat digitasi yang mengubah citra masukan berbentuk analog menjadi citra digital (Yang, 1992). Alat digitasi ini dapat berupa penjelajahan solid-state yang menggunakan matrik sel yang sensitif terhadap cahaya yang masuk, dimana citra yang direkam maupun yang digunakan mempunyai kedudukan atau posisi yang tetap.

Alat masukan citra yang digunakan adalah kamera CCD (Charge Coupled Device), dimana sensor citra dari alat ini menghasilkan keluaran berupa citra analog sehingga dibutuhkan proses digitasi dengan menggunakan alat digitasi seperti yang telah disebutkan di atas.

Perangkat image processing terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Sistem perangkat keras (hardware) image processing terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu komputer, masukan video, keluaran video, kontrol proses interaktif, penyimpanan berkas citra, dan perangkat keras khusus


(8)

pengolah citra. Komponen utama dari perangkat keras (hardware) citra digital adalah komputer dan alat peraga komputer baik yang multiguna atau jenis khusus yang dirancang untuk image processing digital. Sistem perangkat lunak (software) image processing dibagi menjadi tujuh modul yang merupakan pengelompokan rutin dari fungsi-fungsi sejenis, yaitu modul proses berkas masukan dan keluaran, modul proses penyaringan dan koreksi radio metris, proses registrasi citra dan koreksi geometris, modul klasifikasi citra, modul perhitungan statistik, modul operasi matematik, dan modul pembuatan laporan dan peragaan secara grafis. Elemen-elemen dari sistem image processing disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Elemen-elemen dari sistem image processing (Arymurthy dan Suryana, 1992)

C. Pengolahan Warna

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek (Munir, 2004). Faizal (2006) menjelaskan bahwa persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung pada tiga faktor yaitu spectral reflectance dari permukaan (menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan warna), spectral content dari penyinaran (kandungan warna dari cahaya yang menyinari permukaan), dan spectral response (sensor dalam peralatan sistem visual).

Citra Citra Masukan Digital

Sensor Pengubah Analog Komputer

Digital

Bingkai Penyimpanan Monitor


(9)

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model warna RGB (Red, Green, Blue), model warna CMY (K) (Cyan, Magenta, Yellow), model warna YcbCr (Luminasi (Y) dan dua komponen kromatisi Cb dan Cr), dan model warna HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Ahmad, 2005). Berbagai model warna yang penting dan deskripsi serta pemakaiannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Model warna dan deskripsinya (Ahmad, 2005)

Model Warna Deskripsi

RGB Merah, Hijau, dan Biru (warna pokok).

Sebuah model warna pokok aditif yang digunakan pada sistem display.

CMY(K) Cyan, Magenta, Yellow (dan Hitam).

Sebuah model warna substraktif yang digunakan pada mesin printer.

YcbCr Luminase (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr). Digunakan dalam siaran geombang televisi.

HSI Hue, Saturasi, dan Intensity.

Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna. Model warna RGB dapat dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut :

...(2) ...(3) ...(4)


(10)

Dengan R, G, dan B masing-masing berupa besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau dan biru.

Menurut Ahmad (2005), model warna HSI yang menyatakan warna sebagai Hue, Saturation, dan Intensity merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Intensity (I) merupakan nilai abu-abu dari pixel dalam citra hitam-putih. Nilai Hue dapat diaplikasikan untuk membedakan antara obyek dan latar belakang. Saturation (kejenuhan) yang tinggi dapat menjadi jaminan nilai Hue yang cukup akurat dalam membedakan obyek dan latar belakang. Untuk beberapa keperluan model warna RGB dapat ditransformasikan ke dalam model warna HSI dengan persamaan sebagai berikut :

 

 



 

 

7 . ... ... ... ... ... ... ... ... , , min 3 1 6 ... ... ... ... ... ... 2 cos 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 3 2 2 B G R B G R S B G G R G R B G R a H B G R I                             

D. Pengolahan Citra Untuk Pendugaan Mutu Pada Komoditas Pertanian

Gunayanti (2002), melakukan penelitian untuk menentukan mutu buah mangga berdasarkan sifat fisik permukaan buah menggunakan pengolahan citra dengan parameter luas area, indeks warna, dan tekstur. Jenis mangga yang digunakan adalah mangga Arumanis dan mangga Gedong. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa parameter yang sesuai untuk melakukan pemutuan pada mangga Arumanis adalah berdasarkan luas area dan komponen tekstur contrast. Batasan area yang tepat untuk dapat menghasilkan tiga tingkatan kelas mutu yang berbeda yaitu untuk mutu I dengan luas area lebih besar atau sama dengan 11000 piksel, mutu II dengan luas area antara 11000 – 9300 piksel, dan mutu III dengan luas area kurang dari 9300 piksel. Sedangkan untuk membedakan mutu setiap mangga dengan buah reject adalah berdasarkan nilai komponen tekstur contrast, dimana buah reject mempunyai nilai contrast rata-rata diatas 0.6, sedangkan buah


(11)

parameter yang sesuai untuk melakukan pemutuan adalah indeks warna merah yang dimiliki oleh setiap buah. Untuk mutu I memiliki indeks warna merah lebih besar atau sama dengan 0.35, untuk mutu II memiliki indeks warna merah antara 0.35 – 0.33, sedangkan untuk buah mangga yang memiliki indeks warna merah kurang dari 0.33 akan dimasukkan ke dalam mutu reject.

Nurhayati (2002), mengembangkan algoritma pengolahan citra untuk menganalisis parameter mutu paprika. Dari analisis ditemukan bahwa parameter panjang hasil pengolahan citra dapat digunakan untuk membedakan paprika dalam berbagai tingkatan mutu. Untuk paprika mutu A memiliki kisaran nilai panjang 260 – 356 piksel, 240 – 354 piksel untuk mutu B, dan 216 – 328 piksel untuk mutu C. Sedangkan pada parameter diameter hasil pengolahan citra bisa membedakan mutu C terhadap mutu A dan mutu B dengan nilai sebarannya 208 – 317 piksel untuk mutu A, 215 – 261 piksel untuk mutu B, dan 198 – 258 piksel untuk mutu C. Luas proyeksi memiliki hubungan linear dengan berat paprika, nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0.5874 yang berarti tingkat kepercayaannya sebesar 58 %. Hal ini menunjukkan bahwa berat paprika tidak dapat selalu diduga dari luas proyeksi paprika, mengingat paprika memiliki rongga besar ditengahnya.

Tampubolon (2006), melakukan penelitian untuk menentukan mutu buah jeruk manis menggunakan algoritma pengolahan citra. Jenis buah jeruk yang digunakan adalah jeruk manis pacitan. Untuk mutu A menghasilkan area buah lebih dari atau sama dengan 10187 piksel, diameter buah lebih dari atau sama dengan 115 piksel, indeks warna merah kurang dari 0.455 dan indeks warna biru lebih dari atau sama dengan 0.128. Untuk mutu B menghasilkan area buah antara 8979 – 10187 piksel, diameter buah antara 108 – 115 piksel, indeks warna merah antara 0.455 – 0.466, dan indeks warna biru antara 0.117 – 0.128. Sedangkan untuk mutu C menghasilkan area buah kurang dari 8979 piksel, diameter buah kurang dari 108 piksel, indeks warna merah lebih besar atau sama dengan 0.446 dan indeks warna biru kurang dari 0.117. Parameter area objek dengan berat buah memiliki hubungan linier dengan tingkat kepercayaan sebesar 93.97 %, hal ini berarti berat buah dapat diduga dari luas objek.


(12)

Faizal (2006), melakukan penelitian untuk menentukan mutu cabai merah menggunakan algoritma pengolahan citra. Dari hasil analisis ditemukan untuk mutu I menghasilkan panjang buah lebih dari atau sama dengan 2200 piksel, diameter buah lebih dari atau sama dengan 381 piksel, nilai kisaran rasio antara panjang dengan diameter lebih dari atau sama dengan 5.9635 dan memiliki kisaran roundness kurang dari 0.00100. Untuk mutu II menghasilkan panjang buah antara 1800 – 2200 piksel, diameter buah antara 355 – 381 piksel, nilai kisaran rasio antara panjang dengan diameter antara 5.2670 – 5.9635 dan memiliki kisaran roundness antara 0.00100 – 0.00130. Sedangkan untuk mutu III menghasilkan panjang buah antara 1446 – 1800 piksel, diameter buah kurang dari 355 piksel, nilai kisaran rasio antara panjang dengan diameter kurang dari 5.2670 dan memiliki kisaran roundness lebih dari 0.00130. Hubungan antara pengukuran panjang secara manual dengan teknik pengolahan citra memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.993 dengan persamaan regresi y = 0.0037 x + 0.345. Sedangkan hubungan rasio antara panjang dengan diameter (P/D) hasil perhitungan dengan hasil pengukuran/aktual menghasilkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.9229 dengan persamaan regresi y = 1.0386 x + 0.1743. Pendugaan mutu berdasarkan gabungan parameter mutu antara panjang buah dan roundness menghasilkan validasi yang paling tinggi, yaitu untuk mutu I menghasilkan ketepatan sebesar 94%, untuk mutu II menghasilkan ketepatan sebesar 98%, sedangkan untuk mutu III menghasilkan ketepatan sebesar 86%.

Rienamora (2007), melakukan penelitian untuk menentukan mutu buah belimbing menggunakan algoritma pengolahan citra. Pemutuan buah belimbing dengan menggunakan pengolahan citra dilakukan berdasarkan nilai panjang, diameter, dan area buah. Untuk mutu A menghasilkan panjang buah lebih dari atau sama dengan 226 piksel, diameter buah lebih dari atau sama dengan 129 piksel, dan memiliki nilai kisaran area lebih dari atau sama dengan 22808 piksel. Untuk mutu B menghasilkan panjang buah antara 203 – 226 piksel, diameter buah antara 118 – 129 piksel, dan nilai kisaran area buah antara 18699 – 22808 piksel. Sedangkan untuk mutu C menghasilkan panjang buah kurang dari 203 piksel, diameter buah kurang dari 118 piksel, dan memiliki nilai kisaran area buah kurang dari 18699 piksel.


(13)

III.METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU

Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 3 bulan dimulai dari bulan Juli hingga September 2009.

B. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dengan berbagai kelas mutu yang berbeda, yaitu mutu A, mutu B dan mutu C, masing-masing berjumlah 50 buah. Proses pemutuan ini dilakukan oleh petani. Petani biasanya melakukan proses pemutuan buah naga berdasarkan penampilan buah, kemulusan buah, bebas dari kerusakan dan cacat dan ukuran buah.

Buah naga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan buah impor yang diperoleh dari Bogor Buah Segar, Bogor, yang merupakan pusat grosir buah-buahan untuk wilayah Bogor. Buah dikemas ke dalam karton kemudian dibawa menuju laboratorium pada suhu ruang dan terlindungi dari sinar matahari.

2. Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Kamera CCD (Charge Coupled Device) sebagai alat penangkap citra.

b. Empat buah lampu TL dengan daya 7 Watt (120 – 240 Volt) sebagai alat bantu pencahayaan.

c. Alat digitasi (komputer) dan Image Processing Board. d. Kain berwarna putih sebagai background.

e. Kain berwarna hitam sebagai penghalang masuknya cahaya dari luar.

f. Tripleks sebagai dinding pembatas cahaya masuk sehingga sumber cahaya hanya di dapat dari lampu.


(14)

h. Jangka sorong yang digunakan untuk mengukur panjang dan diameter buah naga.

i. Timbangan digital yang digunakan untuk mengukur berat buah naga. j. Rheometer yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan buah naga. k. Refraktometer yang digunakan untuk mengukur Total Padatan Terlarut (TPT)

buah naga.

l. Luxmeter yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya.

C. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, pengambilan data untuk setiap sampel meliputi beberapa tahapan yaitu, tahap pertama adalah pengambilan citra, tahap kedua adalah pengolahan citra yang meliputi pengukuran panjang, diameter, area, roundness, indeks warna RGB dan HSI, tahap ketiga adalah pengukuran langsung yang meliputi pengukuran berat buah, pengukuran panjang buah, pengukuran kekerasan, dan pengukuran total padatan terlarut buah naga. Tahap yang terakhir adalah penentuan parameter mutu dari hasil pengolahan citra yang dapat digunakan untuk menentukan kelas mutu buah naga (Hylocereus undatus) yang ditentukan berdasarkan analisis korelasi antara data hasil image processing dengan data pengukuran langsung.

1. Pengambilan Citra

Buah naga dengan berbagai kelas mutu yang berbeda, yaitu mutu A, mutu B dan mutu C terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran yang menempel. Setelah dibersihkan, buah naga diambil citranya menggunakan kamera CCD (Charge Coupled Device) dengan sistem pengolahan citra (image processing). Pengambilan citra dilakukan dari arah samping pada kondisi berikut :

a. Buah naga diletakkan di atas kain berwarna putih sebagai latar belakang dan di bawah kamera CCD dengan ketinggian 30 cm. Empat buah lampu TL dinyalakan untuk memberi cahaya pada objek dengan ketinggian 40 cm dan sudut pencahayaan 30o.


(15)

b. Intensitas reflektans dari buah naga ditangkap sensor kamera CCD melalui lensa dan ditampilkan di monitor komputer yang dihubungkan dengan sensor kamera.

c. Citra buah naga direkam dengan ukuran 400 x 300 piksel dalam 256 tingkat intensitas warna RGB (Red, Green, Blue).

d. Citra buah naga yang telah direkam, disimpan dalam sebuah arsip dengan extention file .BMP.

Untuk dapat membuka kembali file citra buah naga, menghitung panjang, diameter, area, roundness, intensitas warna RGB dan HSI diperlukan suatu program image processing. Skema perangkat keras untuk pengolahan citra yang digunakan dalam penelitian beserta aliran datanya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema perangkat keras untuk pengolahan citra beserta aliran datanya (Ahmad, 2005)

2. Pengolahan Citra

Pengolahan citra buah naga dilakukan dengan program komputer yang telah dibuat terlebih dahulu dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Adapun program yang dibuat memiliki kemampuan untuk menghitung


(16)

panjang objek, diameter objek, area objek, roundness, intensitas warna RGB dan HSI. Algoritma image processing yang dibangun adalah sebagai berikut :

a. Membuat program image processing dalam Visual Basic 6.0, yang memiliki kemampuan untuk menghitung panjang objek, diameter objek, area objek, roundness, intensitas warna RGB dan HSI.

b. Menghitung nilai panjang, diameter, dan area dilakukan dengan cara merubah terlebih dahulu citra buah naga menjadi citra biner melalui proses thresholding. Objek diset warna putih, sedangkan latar diset berwarna hitam. Luas area dihitung dengan menjumlahkan piksel berwarna putih, sedangkan diameter dan panjang dihitung dengan menggunakan rumus euclidean sebagai berikut :

d ([i1,j1],[i2,j2]) = ...(8) c. Citra buah naga yang diperoleh kemudian dianalisis bentuknya dengan faktor

bentuk tak berdimensi. Faktor bentuk yang digunakan adalah kebundaran (roundness) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

...(9) Dimana : R = kebundaran (tidak berdimensi)

A = area citra (piksel) L = panjang (piksel)

d. Mencari intensitas warna RGB dan HSI buah naga dilakukan dengan cara menganalisis warna yang dilanjutkan dengan perintah pengukuran intensitas warna. Area pengukuran warna adalah seluruh piksel objek (buah naga). e. Setelah data pengukuran didapatkan dilakukan analisis korelasi dengan data

pengukuran langsung menggunakan regresi linear.

y = a + bx ...(10)

2 2 1 2 2

1 ) ( )


(17)

3. Pengukuran Langsung

a. Pengukuran Berat

Pengukuran berat buah naga dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, kemudian nilai dari hasil pengukuran dirata-ratakan.

Gambar 4. Pengukuran berat buah naga dengan menggunakan timbangan digital

b. Pengukuran Panjang dan Diameter

Pengukuran panjang dan diameter buah naga dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Untuk setiap buah naga dilakukan pengukuran panjang sebanyak satu kali. Sedangkan pengukuran diameter dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, kemudian nilai dari hasil pengukuran dirata-ratakan. Proses pengukuran panjang dan diameter buah naga diperlihatkan pada Gambar 5.

c. Pengukuran Kekerasan

Pengukuran kekerasan buah naga dilakukan menggunakan alat rheometer dengan beban maksimal penekanan sebesar 2 kg, kecepatan tekan 60 mm/m, panjang bidang tekan 10 mm dan jarum yang digunakan memiliki diameter 5 mm. Pengukuran dilakukan pada tiga titik yang berbeda untuk masing-masing buah, yaitu bagian ujung, bagian tengah, dan bagian pangkal buah naga. Nilai hasil pengukuran kemudian dirata-ratakan. Proses pengukuran kekerasan buah naga diperlihatkan pada Gambar 6.


(18)

(a) (b)

Gambar 5. (a) Pengukuran panjang buah naga dengan menggunakan jangka sorong

(b) Pengukuran diameter buah naga dengan menggunakan jangka sorong

Gambar 6. Pengukuran kekerasan buah naga dengan menggunakan Rheometer

d. Pengukuran Total Padatan Terlarut

Kadar Total Padatan Terlarut (kadar gula) buah naga diukur dengan alat refraktometer. Pengukuran dilakukan pada tiga bagian buah yang berbeda untuk masing-masing buah, yaitu bagian ujung, bagian tengah, dan bagian pangkal buah naga. Nilai hasil pengukuran kemudian dirata-ratakan.


(19)

(a) (b)

Gambar 7. (a) Pengukuran Total Padatan Terlarut buah naga menggunakan Refraktometer

(b) Buah naga yang telah diambil daging buahnya pada bagian ujung, tengah dan pangkal untuk pengukuran TPT

4. Pengolahan Data

Data-data yang didapatkan, dilakukan analisa hubungan antara parameter pengukuran secara langsung dengan parameter pengolahan citra menggunakan persamaan regresi :

a. Analisis korelasi antara berat buah dengan luas area objek dari citra.

b. Analisis korelasi antara panjang buah aktual dengan panjang objek dari citra. c. Analisis korelasi antara diameter buah aktual dengan diameter objek dari

citra.

d. Analisis korelasi antara kekerasan buah dengan indeks warna RGB (merah, hijau, biru).

e. Analisis korelasi antara total padatan terlarut dengan indeks warna RGB (merah, hijau, biru).

5. Penentuan Parameter Mutu Buah Naga

Parameter yang digunakan sebagai parameter penentuan mutu buah naga adalah parameter-parameter yang secara uji statistik dapat membedakan kelas mutu buah naga. Diagram alir pelaksanaan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8.


(20)

Gambar 8. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian Mulai

Buah Naga Hasil Pemutuan Petani

Pengambilan Citra

Pengukuran Kekerasan

Pengukuran Total Padatan Terlarut

Korelasi antara parameter pengukuran secara langsung dengan parameter pengolahan citra

Pengukuran Tidak Langsung

Pengolahan Citra

Hasil Pengolahan :  Panjang

 Diameter  Roundness  Area

 Indeks Warna RGB  Indeks Warna HSI

Penentuan parameter mutu buah naga Pengukuran Diameter

Pengukuran Panjang Pengukuran Langsung

Pengukuran Berat

Validasi pemutuan buah naga dengan cara pengolahan citra


(21)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMROGAMAN VISUAL BASIC 6.0 UNTUK MENENTUKAN MUTU

BUAH NAGA

Pemrograman Visual Basic merupakan salah satu bahasa pemrograman berbasiskan Windows dengan menggunakan konsep pemrograman visual sehingga memiliki kemudahan dalam perancangan suatu program. Karena Visual Basic merupakan bahasa pemrograman, maka didalamnya berisi perintah-perintah atau instruksi yang dapat dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Tugas-tugas tersebut dapat dijalankan apabila terdapat respon dari pengguna program. Respon tersebut berupa kejadian (event) tertentu, misalnya memilih tombol, memilih menu dan sebagainya.

Gambar 9. Tampilan program setelah dieksekusi

Program aplikasi yang digunakan untuk pemutuan buah naga terdiri dari picture box, text box, label, command button, dan frame. Masing-masing toolbox yang digunakan memiliki fungsi yang berbeda. Picture box berfungsi untuk


(22)

menampilkan gambar yang dipanggil dari direktori, text box berfungsi untuk menerima input dari program aplikasi yang dibuat, label berfungsi untuk menampilkan teks pada aplikasi yang dibuat untuk memperjelas objek, frame berfungsi untuk menempatkan beberapa kontrol yang dianggap satu kelompok dan command button berfungsi untuk mengeksekusi perintah tertentu.

Adapun program aplikasi untuk pemutuan buah naga yang dibuat memiliki kemampuan untuk melakukan proses thresholding, proses reduksi noise, proses perhitungan diameter, panjang, luas area, ferets diameter, roundness dan warna. Tampilan program setelah dieksekusi dapat dilihat pada Gambar 9.

Proses dan tahapan-tahapan running program adalah sebagai berikut : 1. Pengambilan citra buah naga

Dengan menggunakan menu Open, maka akan muncul dialog box, selanjutnya mencari letak alamat file citra buah naga. Citra buah naga yang tersedia kemudian dibuka, dan citra buah naga akan tampil pada picture box1. 2. Proses pemisahan citra dengan warna latar belakang

Dengan menggunakan menu Threshold, maka pada picture box2 akan muncul citra buah naga yang sudah dibedakan antara latar belakang dengan objek buah naga. Prinsip program yaitu merubah latar belakang menjadi berwarna hitam, dan objek menjadi berwarna putih.

3. Proses penyempurnaan tampilan citra biner

Dengan menggunakan menu reduksi noise, maka akan dilakukan penyempurnaan (penghapusan noise) pada tampilan citra biner yang telah dibentuk. Operasi yang dilakukan adalah dilation yang berguna untuk penambahan piksel pada objek (menutup celah pada objek) yang dihasilkan akibat pantulan cahaya pada saat proses pengambilan citra.

4. Perhitungan luas area, panjang, diameter, ferets diameter, roundness, dan warna.

Setelah itu, berturut-turut dapat dilakukan proses perhitungan luas area dengan mengklik tombol area, proses perhitungan panjang dengan mengklik tombol panjang, proses perhitungan diameter dengan mengklik tombol diameter, proses perhitungan ferets diameter dengan mengklik tombol ferets diameter, proses perhitungan roundness dengan mengklik tombol roundness.


(23)

Selanjutnya nilai intensitas warna RGB dan HSI dapat langsung diperoleh dengan mengklik tombol RGB dan HSI pada frame nilai warna.

(a) (b)

(c)

Gambar 10. Operasi thresholding dan reduksi noise ; (a) citra buah naga, (b) citra hasil thresholding, (c) citra hasil reduksi noise.

B. PEMUTUAN BUAH NAGA DENGAN METODE PENGUKURAN

LANGSUNG

Pemutuan buah naga dengan metode pengukuran secara langsung dilakukan dengan mengukur beberapa parameter yang diduga dapat digunakan sebagai faktor pembuat keputusan untuk menentukan tingkat mutu dari buah naga. Hasil pengukuran untuk tiap mutu buah naga dengan metode pengukuran langsung adalah sebagai berikut :

1. Penentuan Mutu Berdasarkan Berat Buah

Pengukuran berat buah naga dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, kemudian nilai hasil dari pengukuran dirata-ratakan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk pengukuran berat buah naga, dihasilkan sebaran berat buah naga untuk mutu A sebesar 493.36 – 794.16 gram dengan nilai rata-rata 596.84 gram, mutu B sebesar


(24)

438.87 – 501.81 gram dengan nilai rata-rata 478.62 gram dan mutu C sebesar 275.45 – 450.89 gram dengan nilai rata-rata 386.14 gram. Hasil perhitungan statistik pada parameter berat untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil perhitungan statistik pada parameter berat buah naga

Berat (gram) Mutu

A B C

Maksimum 794.16 501.81 450.89

Minimum 493.36 438.87 275.45

Rata-rata 596.84 478.62 386.14

Standar Deviasi 73.08 14.93 49.61

Ambang Atas - 508.66 449.72

Ambang Bawah 508.66 449.72 -

Grafik sebaran berat untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 11. Pada grafik tersebut dapat dilihat adanya perbedaan yang cukup jelas antara sebaran nilai berat buah naga tiap tingkatan mutu, sehingga parameter berat dapat digunakan sebagai faktor pemutuan buah naga meskipun hasil pengelompokkan masih mengalami sedikit kekeliruan. Hal ini terjadi karena pada saat melakukan pemutuan secara manual, petani tidak mengukur berat buah naga satu persatu tetapi hanya berdasarkan asumsi dan kebiasaan. Dengan demikian buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu A tetapi dikelompokkan ke dalam mutu B, buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu B tetapi dikelompokkan ke dalam mutu A dan C, begitu juga sebaliknya.

Oleh karena pembagian batas yang jelas untuk masing-masing mutu belum ada, maka batasan yang digunakan adalah nilai ambang rata diantara kedua mutu yang berdekatan. Untuk mutu A diperoleh kisaran berat lebih besar dari 508.66 gram, mutu B dengan kisaran berat antara 449.72 – 508.66 gram dan mutu C dengan kisaran berat kurang dari 449.72 gram.


(25)

Gambar 11. Grafik sebaran berat buah naga mutu A, B dan C

2. Penentuan Mutu Berdasarkan Panjang Buah

Pengukuran panjang buah naga dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Untuk setiap buah naga dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali ulangan dari arah ujung buah sampai pangkal buah pada titik yang berbeda, kemudian nilai hasil dari pengukuran dirata-ratakan. Dari perhitungan statistik untuk pengukuran panjang buah naga, dihasilkan sebaran panjang buah naga untuk mutu A sebesar 12.61 – 15.74 cm dengan nilai rata-rata 13.90 cm, mutu B sebesar 11.73 – 14.65 cm dengan nilai rata-rata 13.49 cm dan mutu C sebesar 9.19 – 13.26 cm dengan nilai rata-rata 10.37 cm. Hasil perhitungan statistik pada parameter panjang untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil perhitungan statistik pada parameter panjang buah naga

Panjang (cm) Mutu

A B C

Maksimum 15.74 14.65 13.26

Minimum 12.61 11.73 9.19

Rata-rata 13.90 13.49 10.37

Standar Deviasi 0.90 0.84 0.76

Ambang Atas - 13.66 11.89


(26)

Sedangkan grafik sebaran panjang untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 12. Pada grafik tersebut dapat dilihat adanya perbedaan antara sebaran nilai panjang tiap tingkatan mutu, sehingga parameter panjang dapat digunakan sebagai faktor pemutuan buah naga meskipun dalam hasil pengelompokan masih terdapat kekeliruan. Hal ini terjadi karena faktor kelelahan dan kejenuhan mata manusia pada saat melakukan pemutuan secara manual. Selain itu adanya pertimbangan faktor diameter buah naga disamping faktor panjang buah naga pada saat proses pemutuan. Sehingga buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu A tetapi dikelompokkan ke dalam mutu B, buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu B tetapi dikelompokkan ke dalam mutu A dan C, begitu juga sebaliknya.

Oleh karena pembagian batas yang jelas untuk masing-masing mutu belum ada, maka batasan yang digunakan adalah nilai ambang rata diantara kedua mutu yang berdekatan. Untuk mutu A diperoleh kisaran panjang lebih besar dari 13.66 cm, mutu B dengan kisaran panjang antara 11.89 – 13.66 cm dan mutu C dengan kisaran panjang kurang dari 11.89 cm.


(27)

3. Penentuan Mutu Berdasarkan Diameter Buah

Pengukuran diameter buah naga dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Untuk setiap buah naga dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali ulangan dengan arah horizontal pada titik yang berbeda pada bagian tengah buah naga, kemudian nilai hasil dari pengukuran dirata-ratakan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk pengukuran diameter buah naga, dihasilkan sebaran panjang buah naga untuk mutu A sebesar 8.46 – 10.24 cm dengan nilai rata-rata 9.13 cm, mutu B sebesar 7.68 – 8.78 cm dengan nilai rata-rata 8.17 cm dan mutu C sebesar 6.85 – 8.43 cm dengan nilai rata-rata 7.74 cm. Hasil perhitungan statistik pada parameter diameter untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil perhitungan statistik pada parameter diameter buah naga

Diameter (cm) Mutu

A B C

Maksimum 10.24 8.78 8.43

Minimum 8.46 7.68 6.85

Rata-rata 9.13 8.17 7.74

Standar Deviasi 0.38 0.21 0.39

Ambang Atas - 8.57 8.05

Ambang Bawah 8.57 8.05 -

Grafik sebaran diameter buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 13. Pada grafik tersebut terlihat adanya pola yang digunakan petani untuk menentukan tingkat mutu buah naga meskipun dalam hasil pengelompokan masih terdapat sedikit kekeliruan. Hal ini terjadi karena faktor kelelahan dan kejenuhan mata manusia pada saat melakukan pemutuan secara manual. Selain itu adanya pertimbangan faktor panjang buah naga disamping faktor diameter buah naga pada saat proses pemutuan. Sehingga buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu A tetapi dikelompokkan ke dalam mutu B, buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu B tetapi dikelompokkan ke dalam mutu A dan C, begitu juga sebaliknya.

Oleh karena pembagian batas yang jelas untuk masing-masing mutu belum ada, maka batasan yang digunakan adalah nilai ambang rata diantara kedua mutu yang berdekatan. Untuk mutu A diperoleh kisaran diameter lebih besar dari 8.57


(28)

cm, mutu B dengan kisaran diameter antara 8.05 – 8.57 cm dan mutu C dengan kisaran diameter kurang dari 8.05 cm.

Gambar 13. Grafik sebaran diameter buah naga mutu A, B dan C

4. Penentuan Mutu Berdasarkan Kekerasan Buah

Pengukuran kekerasan daging buah naga dilakukan dengan menggunakan alat rheometer. Untuk setiap buah naga dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali ulangan pada titik yang berbeda yaitu pada bagian ujung, tengah, dan pangkal buah, kemudian nilai hasil dari pengukuran dirata-ratakan. Dari hasil perhitungan statistik untuk pengukuran kekerasan daging buah naga, dihasilkan sebaran kekerasan daging buah naga untuk mutu A sebesar 5.605 – 8.836 N dengan nilai rata-rata 8.836 N, mutu B sebesar 5.258 – 9.241 N dengan nilai rata-rata 6.623 N dan mutu C sebesar 4.421 – 8.482 N dengan nilai rata-rata 6.480 N. Hasil perhitungan statistik pada parameter kekerasan untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 6. Sedangkan grafik sebaran kekerasan untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 14.

Pada grafik tersebut tidak dapat digambarkan garis batas nilai karena nilai-nilai pada ketiga tingkatan mutu tidak menunjukkan perbedaan yang jelas. Besarnya nilai kekerasan untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C terjadi


(29)

tumpang tindih. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tingkat mutu buah naga tidak dapat ditentukan oleh tingkat kekerasannya.

Tabel 6. Hasil perhitungan statistik pada parameter kekerasan buah naga

Kekerasan (N)* Mutu

A B C

Maksimum 8.836 9.241 8.482

Minimum 5.605 5.258 4.421

Rata-rata 6.819 6.623 6.480

Standar Deviasi 0.874 1.137 0.868

*Keterangan : Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan alat rheometer dengan beban maksimal penekanan sebesar 2 kg, kecepatan tekan 60 mm/m, panjang bidang tekan 10 mm dan jarum yang digunakan memiliki permukaan berdiameter 5 mm.

Gambar 14. Grafik sebaran kekerasan buah naga mutu A, B dan C

Faktor kekerasan hanya dapat digunakan untuk membedakan buah naga yang masuk ke dalam kelas mutu dan buah naga yang tidak masuk ke dalam kelas mutu (rejected). Buah naga yang masuk ke dalam kelas mutu adalah buah naga yang mempunyai kisaran nilai kekerasan antara 4.421 – 9.241 N. Sedangkan buah naga yang mempunyai nilai kekerasan kurang dari 4.421 N dan atau lebih dari 9.241 N masuk ke dalam mutu rejected.


(30)

5. Penentuan Mutu Berdasarkan Total Padatan Terlarut Buah

Pengukuran kadar total padatan terlarut (kadar gula) buah naga dilakukan dengan menggunakan alat Refraktometer. Untuk setiap buah naga dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali ulangan pada titik yang berbeda yaitu pada bagian ujung, tengah, dan pangkal buah, kemudian nilai hasil dari pengukuran dirata-ratakan.

Hasil perhitungan statistik pada parameter total padatan terlarut (kadar gula) untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 7. Dari hasil perhitungan statistik tersebut, dihasilkan sebaran total padatan terlarut (kadar gula) buah naga untuk mutu A sebesar 7.4 – 13.0 brix dengan nilai rata-rata 10.1 brix, mutu B sebesar 7.7 – 11.0 brix dengan nilai rata-rata 9.3 brix dan mutu C sebesar 7.2 – 11.5 brix dengan nilai rata-rata 9.0 brix. Sedangkan grafik sebaran total padatan terlarut untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 15.

Tabel 7. Hasil perhitungan statistik pada parameter total padatan terlarut buah naga

TPT (brix) Mutu

A B C

Maksimum 13.0 11.0 11.5

Minimum 7.4 7.7 7.2

Rata-rata 10.1 9.3 9.0

Standar Deviasi 1.3 0.8 1.0

Pada grafik tersebut tidak dapat digambarkan garis batas nilai karena nilai-nilai pada ketiga tingkatan mutu tidak menunjukkan perbedaan yang jelas. Nilai total padatan terlarut untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C terjadi tumpang tindih. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tingkat mutu buah naga tidak dapat ditentukan dari tingkat total padatan terlarut buah naga.

Faktor total padatan terlarut hanya dapat digunakan untuk membedakan buah naga yang masuk ke dalam kelas mutu dan buah naga yang tidak masuk ke dalam kelas mutu (rejected). Buah naga yang masuk ke dalam kelas mutu adalah buah naga yang mempunyai kisaran nilai total padatan terlarut antara 7.2 – 13.0


(31)

brix. Sedangkan buah naga yang mempunya nilai total padatan terlarut kurang dari 7.2 brix dan atau lebih dari 13.0 brix masuk ke dalam mutu rejected.

Gambar 15. Grafik sebaran total padatan terlarut buah naga mutu A, B dan C

C. PARAMETER MUTU BUAH NAGA DENGAN METODE

PENGOLAHAN CITRA

Hasil pengukuran untuk tiap mutu buah naga dengan metode pengolahan citra adalah sebagai berikut :

1. Penentuan Mutu Berdasarkan Area Buah

Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk pengukuran area buah naga dengan cara pengolahan citra, dihasilkan sebaran area buah naga untuk mutu A sebesar 30218 – 45187 piksel dengan nilai rata-rata 36219 piksel, mutu B sebesar 27384 – 35695 piksel dengan nilai rata-rata 31841 piksel dan mutu C sebesar 21736 – 32274 piksel dengan nilai rata-rata 27596 piksel. Hasil perhitungan statistik pada parameter area untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 8.


(32)

Tabel 8. Hasil perhitungan statistik pada parameter area buah naga hasil pengolahan citra

Area (piksel) Mutu

A B C

Maksimum 45187 35695 32274

Minimum 30218 27384 21736

Rata-rata 36219 31841 27596

Standar Deviasi 3400 2145 2442

Ambang Atas - 33402 29868

Ambang Bawah 33402 29868 -

Gambar 16. Grafik sebaran area hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

Grafik sebaran area untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 16. Pada grafik tersebut dapat dilihat adanya perbedaan yang cukup jelas antara sebaran nilai area tiap tingkatan mutu, sehingga parameter area dapat digunakan sebagai faktor pemutuan buah naga meskipun hasil pengelompokan masih mengalami sedikit kekeliruan. Hal ini terjadi karena pada saat melakukan pemutuan secara manual, petani mempertimbangkan dua faktor


(33)

nilai diameternya berbeda akan menghasilkan luasan area yang berbeda pula. Sehingga buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu A tetapi dikelompokkan ke dalam mutu B, buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu B tetapi dikelompokkan ke dalam mutu A dan C, begitu juga sebaliknya.

Oleh karena batas yang jelas untuk masing-masing mutu belum ada, maka batasan yang digunakan adalah nilai ambang rata diantara kedua mutu yang berdekatan. Untuk mutu A diperoleh kisaran area lebih besar dari 33402 piksel, mutu B dengan kisaran area antara 29868 – 33402 piksel dan mutu C dengan kisaran area kurang dari 29868 piksel.

2. Penentuan Mutu Berdasarkan Panjang Buah

Hasil perhitungan statistik untuk pengukuran panjang buah naga dengan cara pengolahan citra, menghasilkan nilai rata-rata panjang untuk mutu A sebesar 280 piksel, mutu B sebesar 269 piksel dan mutu C sebesar 258 piksel. Dengan kisaran panjang untuk mutu A lebih besar dari 274 piksel, mutu B antara 265 – 274 piksel, dan mutu C kurang dari 265 piksel Hasil perhitungan statistik pada parameter panjang untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 9. Sedangkan grafik sebaran panjang hasil pengolahan citra untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 17.

Berdasarkan grafik sebaran panjang buah naga terlihat bahwa hasil pengelompokan masih mengalami kekeliruan. Hal ini disebabkan karena faktor kelelahan dan kejenuhan mata manusia pada saat melakukan pemutuan secara manual, kemudian pada saat proses pemutuan secara manual petani juga mempertimbangkan faktor diameter disamping faktor panjang buah naga. Selain itu bentuk buah naga yang unik yang mempunyai sisik dan sulur dengan ukuran yang tidak tentu juga turut mempengaruhi hasil pengukuran dengan cara pengolahan citra. Sehingga buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu A tetapi dikelompokkan ke dalam mutu B, buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu B tetapi dikelompokkan ke dalam mutu A dan C, begitu juga sebaliknya.


(34)

Tabel 9. Hasil perhitungan statistik pada parameter panjang buah naga hasil pengolahan citra

Panjang (piksel) Mutu

A B C

Maksimum 319 306 304

Minimum 250 235 221

Rata-rata 280 269 258

Standar Deviasi 17 16 18

Ambang Atas - 274 265

Ambang Bawah 274 265 -

Gambar 17. Grafik sebaran panjang hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

3. Penentuan Mutu Berdasarkan Diameter Buah

Hasil perhitungan statistik untuk pengukuran diameter buah naga dengan cara pengolahan citra, menghasilkan nilai rata-rata diameter untuk mutu A sebesar 195 piksel, mutu B sebesar 176 piksel dan mutu C sebesar 166 piksel. Dengan kisaran diameter untuk mutu A lebih besar dari 184 piksel, mutu B antara 173 – 184 piksel dan mutu C kurang dari 173 piksel Hasil perhitungan statistik pada parameter diameter untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada


(35)

Tabel 10. Sedangkan grafik sebaran diameter hasil pengolahan citra untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 18.

Tabel 10. Hasil perhitungan statistik pada parameter diameter buah naga hasil pengolahan citra

Diameter (piksel) Mutu

A B C

Maksimum 224 199 198

Minimum 170 153 132

Rata-rata 195 176 166

Standar Deviasi 14 11 14

Ambang Atas - 184 173

Ambang Bawah 184 173 -

Gambar 18. Grafik sebaran diameter hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

Berdasarkan grafik sebaran diameter buah naga terlihat bahwa hasil pengelompokan masih mengalami kekeliruan. Sehingga buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu A tetapi dikelompokkan ke dalam mutu B, buah naga yang seharusnya dikelompokkan ke dalam mutu B tetapi


(36)

dikelompokkan ke dalam mutu A dan C, begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan karena faktor kelelahan dan kejenuhan mata manusia pada saat melakukan pemutuan secara manual, kemudian pada saat proses pemutuan secara manual petani juga mempertimbangkan faktor panjang disamping faktor diameter buah naga. Selain itu bentuk buah naga yang unik yang mempunyai sisik dan sulur dengan ukuran yang tidak tentu juga turut mempengaruhi hasil pengukuran dengan teknik pengolahan citra.

4. Penentuan Mutu Berdasarkan Ferets Diameter Buah

Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk pengukuran ferets diameter buah naga dengan cara pengolahan citra, menghasilkan nilai rata-rata ferets diameter untuk mutu A sebesar 1.44 dengan nilai maksimum dan minimum masing-masing sebesar 1.62 dan 1.23. Rata-rata ferets diameter mutu B sebesar 1.53 dengan nilai maksimum dan minimum masing-masing sebesar 1.94 dan 1.25. Dan rata-rata ferets diameter mutu C sebesar 1.57 dengan nilai maksimum dan minimum masing-masing sebesar 2.00 dan 1.27. Hasil perhitungan statistik pada parameter ferets diameter untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 11. Sedangkan grafik sebaran ferets diameter hasil pengolahan citra untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 19. Tabel 11. Hasil perhitungan statistik pada parameter ferets diameter buah naga hasil pengolahan citra

Ferets Diameter Mutu

A B C

Maksimum 1.62 1.94 2.00

Minimum 1.23 1.25 1.27

Rata-rata 1.44 1.53 1.57

Standar Deviasi 0.09 0.13 0.17

Berdasarkan grafik sebaran ferets diameter tidak dapat digambarkan garis batas nilai karena nilai-nilai pada ketiga tingkatan mutu tidak menunjukkan perbedaan yang jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ferets diameter tidak dapat digunakan sebagai parameter penentuan tingkat mutu buah naga.


(37)

Gambar 19. Grafik sebaran ferets diameter hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

5. Penentuan Mutu Berdasarkan Faktor Bentuk (Roundness)

Roundness merupakan faktor bentuk yang tidak berdimensi. Bila nilai roundness semakin besar maka bentuk objek tersebut semakin bundar. Sebaliknya semakin kecil nilai roundness yang dihasilkan maka bentuk objek semakin memanjang.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk pengukuran roundness buah naga dengan cara pengolahan citra, menghasilkan nilai rata-rata roundness untuk mutu A sebesar 0.59 dengan nilai maksimum dan minimum masing-masing sebesar 0.73 dan 0.48. Rata-rata roundness mutu B sebesar 0.56 dengan nilai maksimum dan minimum masing-masing sebesar 0.70 dan 0.46. Dan rata-rata roundness mutu C sebesar 0.53 dengan nilai maksimum dan minimum masing-masing sebesar 0.66 dan 0.42. Hasil perhitungan statistik pada parameter roundness untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 12. Sedangkan grafik sebaran roundness hasil pengolahan citra untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 20.


(38)

Tabel 12. Hasil perhitungan statistik pada parameter roundness buah naga hasil pengolahan citra

Roundness Mutu

A B C

Maksimum 0.73 0.70 0.66

Minimum 0.48 0.46 0.42

Rata-rata 0.59 0.56 0.53

Standar Deviasi 0.06 0.05 0.06

Gambar 20. Grafik sebaran roundness hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

Berdasarkan grafik sebaran roundness tidak dapat digambarkan garis batas nilai karena nilai-nilai pada ketiga tingkatan mutu tidak menunjukkan perbedaan yang jelas, hal ini terjadi karena pada saat proses pemutuan secara manual tidak ada parameter keseragaman bentuk yang dapat dijadikan acuan yang nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa roundness tidak dapat digunakan sebagai parameter penentuan tingkat mutu buah naga.

6. Penentuan Mutu Berdasarkan Warna Buah

Dari hasil perhitungan statistik untuk komponen warna RGB buah naga dengan cara pengolahan citra, diperoleh kisaran nilai komponen warna merah


(39)

untuk mutu A adalah antara 103 – 136 dengan nilai rata-rata 120. Untuk buah naga dengan mutu B diperoleh kisaran nilai komponen warna merah antara 107 – 136 dengan nilai rata-rata 122. Sedangkan untuk buah naga dengan mutu C diperoleh kisaran nilai komponen warna merah antara 98 – 144 dengan nilai rata-rata 117.

Hasil perhitungan statistik komponen warna hijau untuk mutu A adalah antara 60 – 89 dengan nilai rata-rata 74. Untuk buah naga dengan mutu B diperoleh kisaran nilai komponen warna hijau antara 61 – 86 dengan nilai rata-rata 73. Sedangkan untuk buah naga dengan mutu C diperoleh kisaran nilai komponen warna hijau antara 58 – 83 dengan nilai rata-rata 69.

Dan hasil perhitungan statistik komponen warna biru untuk mutu A adalah antara 65 – 84 dengan nilai rata-rata 76. Untuk buah naga dengan mutu B diperoleh kisaran nilai komponen warna biru antara 68 – 83 dengan nilai rata-rata 76. Sedangkan untuk buah naga dengan mutu C diperoleh kisaran nilai komponen warna biru antara 63 – 88 dengan nilai rata-rata 73.

Data hasil perhitungan statistik pada parameter komponen warna RGB untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C disajikan pada Tabel 13. Sedangkan grafik sebaran komponen warna RGB hasil pengolahan citra untuk buah naga mutu A, mutu B dan mutu C dapat dilihat pada Gambar 21, 22 dan 23.

Tabel 13. Hasil perhitungan statistik pada data komponen warna RGB buah naga hasil pengolahan citra

Parameter

Warna PerhitunganStatistik

Mutu

A B C

Merah

Maksimum 136 136 144

Minimum 103 107 98

Rata-rata 120 122 117

Standar Deviasi 8 7 10

Hijau

Maksimum 89 86 83

Minimum 60 61 58

Rata-rata 74 73 69

Standar Deviasi 7 6 6

Biru

Maksimum 84 83 88

Minimum 65 68 63

Rata-rata 76 76 73


(40)

Gambar 21. Grafik sebaran komponen warna merah hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

Gambar 22. Grafik sebaran komponen warna hijau hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C


(41)

Gambar 23. Grafik sebaran komponen warna biru hasil pengolahan citra buah naga mutu A, B dan C

Berdasarkan grafik sebaran komponen warna RGB buah naga untuk berbagai kelas mutu tidak dapat digambarkan garis batas nilai karena nilai-nilai pada ketiga tingkatan mutu tidak menunjukkan perbedaan yang jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen warna RGB buah naga tidak dapat digunakan sebagai parameter penentuan tingkat mutu buah naga.

D. KORELASI PARAMETER MUTU METODE PENGUKURAN

LANGSUNG DENGAN METODE PENGOLAHAN CITRA

1. Korelasi Parameter Berat dengan Area Hasil Pengolahan Citra

Grafik hubungan antara area buah naga menggunakan cara pengolahan citra dengan berat buah naga disajikan pada Gambar 24. Dari grafik hubungan antara area buah naga menggunakan cara pengolahan citra dengan berat buah naga, diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.844 dengan persamaan regresi y = 0.020x – 176.1. Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang sangat erat. Sehingga model regresi ini dapat menjelaskan perilaku perubahan nilai peubah y, yaitu nilai parameter berat buah naga dapat diduga dari area buah naga.


(42)

Gambar 24. Grafik hubungan antara area buah naga menggunakan cara pengolahan citra dengan berat buah naga

2. Korelasi Parameter Diameter Aktual dengan Diameter Hasil Pengolahan

Citra

Grafik hubungan antara diameter perhitungan menggunakan cara pengolahan citra dengan diameter aktual disajikan pada Gambar 25. Dari grafik hubungan antara diameter buah naga menggunakan cara pengolahan citra dengan diameter aktual buah naga, diperoleh persamaan regresi y = 0.027x + 3.352 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.543. Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang cukup erat. Sehingga model regresi ini dapat menjelaskan perilaku perubahan nilai peubah y, yaitu diameter buah naga yang sebenarnya (aktual) dengan cukup baik.


(43)

Gambar 25. Grafik hubungan antara diameter perhitungan menggunakan cara pengolahan citra dengan diameter aktual

3. Korelasi Parameter Panjang Aktual dengan Panjang Hasil Pengolahan

Citra

Grafik hubungan antara panjang perhitungan menggunakan cara pengolahan citra dengan panjang aktual disajikan pada Gambar 26. Dari grafik hubungan antara diameter buah naga menggunakan cara pengolahan citra dengan diameter aktual buah naga, diperoleh persamaan regresi y = 0.051x – 1.122 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.293. Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang kurang erat. Sehingga model regresi ini tidak dapat menjelaskan perilaku perubahan nilai peubah y (panjang buah naga yang sebenarnya) dengan baik. Hal ini disebabkan karena buah naga memiliki bentuk yang unik yang mempunyai sisik dan sulur dengan ukuran yang tidak tentu sehingga mempengaruhi hasil pengukuran dengan cara pengolahan citra, sedangkan pengukuran panjang aktual buah naga dilakukan dari pangkal sampai ujung buah naga.


(44)

Gambar 26. Grafik hubungan antara panjang perhitungan menggunakan cara pengolahan citra dengan panjang aktual

4. Korelasi Parameter Kekerasan Buah dengan Komponen Warna Buah

Hasil Pengolahan Citra

Grafik hubungan antara komponen warna merah, komponen warna hijau, dan komponen warna biru menggunakan cara pengolahan citra dengan kekerasan buah naga berturut-turut disajikan pada Gambar 27, Gambar 28 dan Gambar 29. Berdasarkan grafik hubungan antara komponen warna merah, komponen warna hijau, dan komponen warna biru hasil pengolahan citra dengan kekerasan buah naga diperoleh nilai koefisien determinasinya berturut-turut sebesar 0.027, 0.073 dan 0.028. Dengan melihat nilai koefisien dari grafik, maka dapat disimpulkan bahwa nilai parameter kekerasan buah naga tidak dapat diduga oleh warnanya.


(45)

Gambar 27. Grafik hubungan antara komponen warna merah citra buah naga dengan kekerasan buah naga

Gambar 28. Grafik hubungan antara komponen warna hijau citra buah naga dengan kekerasan buah naga


(46)

Gambar 29. Grafik hubungan antara komponen warna biru citra buah naga dengan kekerasan buah naga

5. Korelasi Parameter Total Padatan Terlarut dengan Komponen Warna

Buah Hasil Pengolahan Citra

Grafik hubungan antara komponen warna merah, komponen warna hijau, dan komponen warna biru menggunakan cara pengolahan citra dengan total padatan terlarut buah naga berturut-turut disajikan pada Gambar 30, Gambar 31 dan Gambar 32. Berdasarkan grafik hubungan antara komponen warna merah, komponen warna hijau, dan komponen warna biru hasil pengolahan citra dengan total padatan terlarut buah naga diperoleh nilai koefisien determinasinya berturut-turut sebesar 0.001, 0.001 dan 0.006. Dengan melihat nilai koefisien dari grafik, maka dapat disimpulkan bahwa nilai parameter total padatan terlarut buah naga tidak dapat diduga oleh warnanya.


(47)

Gambar 30. Grafik hubungan antara komponen warna merah citra buah naga dengan total padatan terlarut buah naga

Gambar 31. Grafik hubungan antara komponen warna hijau citra buah naga dengan total padatan terlarut buah naga


(48)

Gambar 32. Grafik hubungan antara komponen warna biru citra buah naga dengan total padatan terlarut buah naga

E. VALIDASI UNTUK PEMUTUAN BUAH NAGA

Pada proses validasi untuk pemutuan buah naga, parameter yang digunakan adalah komponen warna merah, diameter dan area objek. Batas-batas nilai yang digunakan untuk pengelompokan buah naga disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Batas-batas nilai untuk pengelompokan buah naga

Parameter Kelas Mutu

A B C

Komponen Warna

Merah (R) R ≥ 98 R ≥ 98 R ≥ 98

Diameter (D) (piksel) D ≥ 184 173 ≤ D < 184 D <173 Luas Area (A) (piksel) A ≥ 33403 29868 ≤ A < 33403 A < 29868

1. Validasi Pemutuan Berdasarkan Diameter Buah Naga

Validasi berdasarkan diameter buah memiliki hasil sebagai berikut, yaitu mutu A sebesar 68% atau sebanyak 34 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu A, sebanyak 15 buah sampel atau sebesar 30% dimasukkan ke dalam mutu B, sedangkan sisanya sebesar 2% atau sebanyak 1 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu C. Untuk mutu B sebesar 38% atau sebanyak 19 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu B, sebanyak 11 buah sampel atau sebesar 22% dimasukkan


(49)

ke dalam mutu A, sedangkan sisanya sebesar 40% atau sebanyak 20 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu C. Selanjutnya untuk mutu C sebesar 76% atau sebanyak 38 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu C, sebanyak 4 buah sampel atau sebesar 8% dimasukkan ke dalam mutu A, sedangkan sisanya sebesar 16% atau sebanyak 8 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu B. Data hasil pendugaan mutu berdasarkan diameter buah naga dapat dilihat pada Tabel 15.

Validasi berdasarkan diameter buah untuk mutu B diperoleh ketepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan validasi untuk mutu A dan C. Hal ini terjadi karena buah naga yang seharusnya masuk ke dalam mutu B karena memiliki interval nilai kisaran diameter yang sama dengan mutu C, maka oleh program pada saat proses pemutuan atau grading dikenali sebagai mutu C.

Tabel 15. Pendugaan mutu buah naga berdasarkan diameter buah Pemutuan

Manual

Pengolahan Citra

Mutu A Mutu B Mutu C

Mutu A 34 (68%) 15 (30%) 1 (2%)

Mutu B 11 (22%) 19 (38%) 20 (40%)

Mutu C 4 (8%) 8 (16%) 38 (76%)

2. Validasi Pemutuan Berdasarkan Area Buah Naga

Hasil pendugaan mutu buah naga berdasarkan area buah naga pada setiap mutu disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Pendugaan mutu buah naga berdasarkan area buah Pemutuan

Manual

Pengolahan Citra

Mutu A Mutu B Mutu C

Mutu A 41 (82%) 9 (18%) 0 (0%)

Mutu B 15 (30%) 25 (50%) 10 (20%)

Mutu C 0 (0%) 11 (22%) 39 (78%)

Dari hasil validasi berdasarkan area buah, untuk mutu A sebesar 82% atau sebanyak 41 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu A, sedangkan sisanya sebanyak 9 buah sampel atau sebesar 18% dimasukkan ke dalam mutu B. Untuk mutu B sebesar 50% atau sebanyak 25 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu B, sebanyak 15 buah sampel atau sebesar 30% dimasukkan ke dalam mutu A,


(50)

sedangkan sisanya sebesar 20% atau sebanyak 10 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu C. Dan untuk mutu C sebesar 78% atau sebanyak 39 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu C, sedangkan sisanya sebesar 22% atau sebanyak 11 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu B.

Validasi berdasarkan area buah untuk mutu B diperoleh ketepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan validasi untuk mutu A dan C. Hal ini terjadi karena buah naga yang seharusnya masuk ke dalam mutu B karena memiliki interval nilai kisaran area yang sama dengan mutu C, maka oleh program pada saat proses pemutuan atau grading dikenali sebagai mutu C. Demikian sebaliknya untuk mutu C dikenali sebagai mutu B.

3. Validasi Pemutuan Berdasarkan Gabungan Antara Diameter dan Area

Buah Naga

Untuk menghasilkan pendugaan kelas mutu yang sesunguhnya, dilakukan validasi dengan cara menggabungkan parameter-parameter mutu secara bersamaan yaitu diameter buah dan area buah. Hasil pendugaan kelas mutu gabungan dari diameter buah dan area buah dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pendugaan mutu buah naga berdasarkan diameter dan area buah naga Pemutuan

Manual

Pengolahan Citra

Mutu A Mutu B Mutu C

Mutu A 32 (64%) 17 (34%) 1 (2%)

Mutu B 7 (14%) 23 (46%) 20 (40%)

Mutu C 0 (0%) 5 (10%) 45 (90%)

Dari hasil validasi berdasarkan gabungan antara diameter buah dan area buah, untuk mutu A sebesar 64% atau sebanyak 32 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu A, sebanyak 17 buah sampel atau sebesar 34% dimasukkan ke dalam mutu B, sedangkan sisanya sebesar 2% atau sebanyak 1 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu C. Untuk mutu B sebesar 46% atau sebanyak 23 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu B, sebanyak 7 buah sampel atau sebesar 14% dimasukkan ke dalam mutu A, sedangkan sisanya sebesar 40% atau sebanyak 20 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu C. Dan untuk mutu C dihasilkan ketepatan sebesar 90% atau sebanyak 45 buah sampel dapat dikenali sebagai mutu


(51)

C, sedangkan sisanya sebesar 10% atau sebanyak 5 buah sampel dimasukkan ke dalam mutu B.


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Program pengolahan citra telah mampu menghasilkan data-data numerik dari citra berupa area, panjang, diameter, ferets diameter, faktor bentuk

(roundness), komponen warna RGB dan HSI.

2. Parameter mutu yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat mutu buah naga (Hylocereus undatus) menggunakan cara pengolahan citra yaitu

parameter area dan diameter buah. Untuk mutu A menghasilkan area buah lebih dari atau sama dengan 33402 piksel, dan memiliki diameter buah lebih dari atau sama dengan 184 piksel. Untuk mutu B menghasilkan area buah antara 29868 – 33402 piksel, dan memiliki diameter buah antara 173 – 184 piksel. Sedangkan untuk mutu C menghasilkan area buah kurang dari 29868 piksel, dan memiliki diameter buah kurang dari173 piksel.

3. Buah naga yang masuk ke dalam kelas mutu memiliki nilai komponen warna merah lebih dari atau sama dengan 98, nilai komponen warna hijau lebih dari atau sama dengan 58, dan nilai komponen warna biru lebih dari atau sama dengan 63.

4. Validasi pemutuan buah naga menggunakan cara pengolahan citra

berdasarkan area buah untuk mutu A menghasilkan ketepatan sebesar 82%, untuk mutu B menghasilkan ketepatan sebesar 50% dan untuk mutu C menghasilkan ketepatan sebesar 78%.

5. Validasi pemutuan buah naga menggunakan cara pengolahan citra

berdasarkan diameter buah untuk mutu A menghasilkan ketepatan sebesar 68%, untuk mutu B menghasilkan ketepatan sebesar 38% dan untuk mutu C menghasilkan ketepatan sebesar 76%.

6. Validasi pemutuan buah naga menggunakan cara pengolahan citra

berdasarkan gabungan parameter mutu antara area buah dan diameter buah untuk mutu A menghasilkan ketepatan sebesar 64%, untuk mutu B

menghasilkan ketepatan sebesar 46% dan untuk mutu C menghasilkan ketepatan sebesar 90%.


(53)

B. SARAN

Untuk menyempurnakan algoritma pemutuan yang telah dibangun, sebaiknya algoritma pemutuan dapat digunakan untuk mendeteksi jenis cacat pada buah naga. Algoritma pemutuan yang telah dibangun dapat dikembangkan dengan menggunakan metode komputasi lainnya seperti Artificial Neural Network (ANN) untuk mendapatkan keakuratan yang lebih tinggi.


(54)

APLIKASI IMAGE PROCESSING UNTUK MENENTUKAN TINGKAT

MUTU BUAH NAGA (Hylocereus undatus) SECARA NON-DESTRUCTIVE

Oleh : DIAR FITRADA

F14050031

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001. Penampilan Eksotis Sang Naga di Pot.

http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=8014 (16 Mei 2009) Anonim, 2003. Buah Naga dan Manfaatnya.

http://www.nganjuk.go.id/ina/ttg.php?id=10 (16 Mei 2009) Anonim, 2008. Budidaya Buah Naga.

http://infokebun.wordpress.com/budidaya-buah-naga/ (2 Oktober 2009) Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Arymurtyh, A. M dan Suryana S. 1992. Pengantar Pengolahan Citra. PT. Elex Media Komputindo. Gramedia. Jakarta.

Anggarwati W. 1986. Pengaruh Umur Panen Terhadap Kualitas dan Daya Tahan Simpan Anggur. J.Hort Balithor Solok No. 17 h 553-558.

Basuki, A., Jozua, F.P. dan Fatchurrochman. 2005. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Faizal, I. 2006. Aplikasi Image Processing untuk Pemutuan Cabai Merah (Capsicum annum L.). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gunayanti, S. 2002. Pemutuan (Grading) Buah Mangga (Mangifera indica L.) Berdasarkan Sifat Fisik Permukaan Buah Menggunakan Pengolahan Citra. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jain, R., Kasturi, R. And Schunk, B.G. 1995. Machine Vision. McGraw-Hill, Inc. NY, USA.

Nurhayati, N. T. 2002. Mempelajari Parameter Mutu Paprika (Capsicum annum var. grossum) dengan Pengolahan Citra. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rienamora, F. 2007. Pengembangan Algoritma Image Processing Untuk Klasifikasi Mutu Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sri Rini, D., D. D. Asadayanti, Nurhayati, M. Sofyaningsih, S. Frida, I. B. K. W. Yoga. 2008. Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Kelompok Teknologi Industri. Pusat Perbukuan, Departemen pendidikan Nasional : Jakarta. Tampubolon, M.Y. 2006. Pemutuan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis (L) Osbeck) Menggunakan Algoritma Pengolahan Citra. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(56)

Yang, Q. 1992. The potential for applying machine vision to defect detection in fruit and vegetable grading. ASAE Paper No. 92-3502. ASAE. St Joseph, MI, USA.


(57)

APLIKASI IMAGE PROCESSING UNTUK MENENTUKAN TINGKAT

MUTU BUAH NAGA (Hylocereus undatus) SECARA NON-DESTRUCTIVE

Oleh : DIAR FITRADA

F14050031

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(58)

APLIKASI IMAGE PROCESSING UNTUK MENENTUKAN TINGKAT

MUTU BUAH NAGA (Hylocereus undatus) SECARA NON-DESTRUCTIVE

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : DIAR FITRADA

F14050031

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(1)

Sampel Komponen Warna Rata-rata Indeks Warna Rata-rata

R G B H S I R G B

1 118 77 72 18.754 0.191 89.000 0.442 0.288 0.270 2 121 66 75 337.660 0.244 87.333 0.462 0.252 0.286 3 131 69 83 337.204 0.269 94.333 0.463 0.240 0.293 4 136 78 81 338.038 0.207 98.333 0.461 0.264 0.275 5 121 84 74 17.606 0.204 93.000 0.434 0.301 0.265 6 120 61 75 336.109 0.285 85.333 0.469 0.238 0.293 7 120 67 74 338.114 0.230 87.000 0.460 0.257 0.284 8 128 77 83 340.798 0.198 96.000 0.444 0.267 0.288 9 114 67 72 339.758 0.206 84.333 0.451 0.265 0.285 10 125 72 77 338.811 0.212 91.333 0.456 0.263 0.281 11 131 74 83 338.890 0.229 96.000 0.455 0.257 0.288 12 115 66 70 338.493 0.211 83.667 0.458 0.263 0.279 13 126 71 73 337.079 0.211 90.000 0.467 0.263 0.270 14 120 68 75 338.712 0.224 87.667 0.456 0.259 0.285 15 110 66 70 340.377 0.195 82.000 0.447 0.268 0.285 16 117 62 76 337.761 0.271 85.000 0.459 0.243 0.298 17 115 64 73 338.569 0.238 84.000 0.456 0.254 0.290 18 128 73 83 339.533 0.229 94.667 0.451 0.257 0.292 19 129 73 80 338.533 0.223 94.000 0.457 0.259 0.284 20 114 76 72 17.553 0.176 87.333 0.435 0.290 0.275 21 128 75 80 339.485 0.205 94.333 0.452 0.265 0.283 22 114 71 72 341.054 0.171 85.667 0.444 0.276 0.280 23 122 76 74 19.806 0.184 90.667 0.449 0.279 0.272 24 119 74 75 340.977 0.117 89.333 0.444 0.275 0.280 25 127 84 77 18.651 0.198 96.000 0.441 0.292 0.267 26 129 76 81 339.700 0.203 95.333 0.451 0.266 0.283 27 126 86 79 17.288 0.186 97.000 0.433 0.296 0.271 28 122 71 73 338.456 0.199 88.667 0.459 0.267 0.274 29 119 84 75 16.589 0.191 92.667 0.428 0.302 0.270 30 115 68 75 340.500 0.209 86.000 0.446 0.264 0.291 31 124 76 77 340.354 0.177 92.333 0.448 0.274 0.278 32 127 77 76 20.662 0.186 93.333 0.454 0.275 0.271 33 119 77 73 18.794 0.186 89.667 0.442 0.286 0.271 34 122 74 77 340.459 0.187 91.000 0.447 0.271 0.282 35 133 80 81 339.543 0.184 98.000 0.452 0.272 0.276 36 128 77 79 339.821 0.187 94.667 0.451 0.271 0.278


(2)

90

Sampel Komponen Warna Rata-rata Indeks Warna Rata-rata

R G B H S I R G B

41 107 77 68 16.077 0.190 84.000 0.425 0.306 0.270 42 119 68 75 339.065 0.221 87.333 0.454 0.260 0.286 43 123 75 78 340.671 0.185 92.000 0.446 0.272 0.283 44 116 63 69 336.782 0.238 82.667 0.468 0.254 0.278 45 119 66 77 338.820 0.244 87.333 0.454 0.252 0.294 46 122 73 73 20.943 0.183 89.333 0.455 0.272 0.272 47 110 63 72 339.798 0.229 81.667 0.449 0.257 0.294 48 107 62 69 339.815 0.218 79.333 0.450 0.261 0.290 49 123 76 73 20.454 0.195 90.667 0.452 0.279 0.268 50 131 79 82 339.841 0.191 97.667 0.451 0.270 0.280


(3)

Sampel Komponen Warna Rata-rata Indeks Warna Rata-rata

R G B H S I R G B

1 128 76 83 340.492 0.206 95.667 0.446 0.265 0.289 2 119 71 76 340.318 0.199 88.667 0.447 0.267 0.286 3 114 70 76 341.793 0.192 86.670 0.438 0.269 0.292 4 123 80 78 17.950 0.167 93.667 0.438 0.285 0.278 5 130 75 81 339.070 0.213 95.333 0.455 0.262 0.283 6 115 69 72 340.055 0.191 85.333 0.449 0.270 0.281 7 108 69 67 18.796 0.176 81.333 0.443 0.283 0.275 8 130 70 85 338.263 0.263 95.000 0.456 0.246 0.298 9 126 79 75 20.095 0.196 93.333 0.450 0.282 0.268 10 138 76 88 338.397 0.245 100.667 0.457 0.252 0.291 11 123 81 77 17.991 0.178 93.667 0.438 0.288 0.274 12 122 76 78 341.310 0.174 92.000 0.422 0.275 0.283 13 128 70 80 337.873 0.245 92.667 0.460 0.252 0.288 14 126 72 79 338.967 0.220 92.333 0.455 0.260 0.285 15 123 70 80 339.535 0.231 91.000 0.451 0.256 0.293 16 122 67 80 338.799 0.253 89.667 0.454 0.249 0.297 17 116 65 74 338.821 0.235 85.000 0.455 0.255 0.290 18 133 78 81 338.988 0.199 97.333 0.455 0.267 0.277 19 107 67 64 20.012 0.193 79.333 0.450 0.282 0.269 20 108 62 65 338.273 0.209 78.333 0.460 0.264 0.277 21 108 59 63 336.529 0.230 76.667 0.470 0.257 0.274 22 114 69 68 20.768 0.187 83.667 0.454 0.275 0.271 23 127 77 79 340.155 0.184 94.333 0.449 0.272 0.279 24 125 68 79 337.944 0.250 90.667 0.460 0.250 0.290 25 113 69 71 340.516 0.182 84.333 0.470 0.273 0.281 26 114 83 71 16.426 0.205 89.333 0.425 0.310 0.265 27 110 64 71 339.929 0.216 81.667 0.449 0.261 0.290 28 108 67 69 341.204 0.176 81.333 0.443 0.275 0.283 29 121 66 77 338.129 0.250 88.000 0.458 0.250 0.292 30 121 81 79 16.728 0.157 93.667 0.431 0.288 0.281 31 108 63 68 339.526 0.209 79.667 0.452 0.264 0.285 32 144 67 75 340.512 0.215 85.333 0.445 0.262 0.293 33 112 63 73 339.288 0.238 82.667 0.452 0.254 0.294 34 110 72 71 17.435 0.158 84.333 0.435 0.285 0.281 35 102 60 67 340.505 0.214 76.333 0.445 0.262 0.293 36 111 61 71 338.399 0.247 81.000 0.457 0.251 0.292


(4)

92

Sampel Komponen Warna Rata-rata Indeks Warna Rata-rata

R G B H S I R G B

41 102 64 65 341.400 0.169 77.000 0.442 0.277 0.281 42 115 69 71 339.771 0.188 85.000 0.451 0.271 0.780 43 117 61 73 336.695 0.271 83.667 0.466 0.243 0.291 44 112 68 71 340.569 0.187 83.667 0.446 0.271 0.283 45 98 58 64 340.546 0.209 73.333 0.445 0.264 0.291 46 119 71 75 340.060 0.196 88.333 0.449 0.268 0.283 47 111 67 71 340.613 0.193 83.000 0.446 0.269 0.285 48 127 78 77 20.109 0.181 94.000 0.450 0.277 0.273 49 109 65 69 340.135 0.198 81.000 0.449 0.267 0.284 50 117 71 74 340.512 0.187 87.333 0.447 0.271 0.282


(5)

Tingkat Mutu Buah Naga (Hylocereus undatus) Secara non-Destructive. Di bawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Atjeng M Syarief, M.SAE dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. 2009

RINGKASAN

Buah naga (Hylocereus undatus) merupakan salah satu tanaman tropis

yang cukup kaya dengan berbagai vitamin dan mineral yang dapat membantu meningkatkan daya tahan dan metabolisme tubuh. Meskipun buah naga terbilang baru dikenal di Indonesia, namun prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya berangsur-angsur meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin membanjirnya buah naga di supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi keinginan pangsa pasar serta dapat diterima oleh konsumen, maka penentuan sortasi dan mutu buah naga harus selalu diperhatikan.

Selama ini penentuan sortasi dan mutu buah naga biasanya dilakukan secara visual dengan memperhatikan bentuk fisik, sifat fisik, ukuran buah atau kombinasinya yang dilakukan secara manual. Penentuan mutu secara manual ini masih memiliki banyak kekurangan diantaranya waktu yang dibutuhkan relatif lama serta menghasilkan produk yang beragam karena keterbatasan visual manusia, tingkat kelelahan dan perbedaan persepsi tentang mutu buah.

Penelitian ini bertujuan mempelajari parameter mutu buah naga

(Hylocereus undatus) menggunakan metode image processing, yaitu panjang,

diameter, area, roundness dan intensitas warna RGB (merah, hijau, biru). Mencari korelasi antara data pengukuran langsung dengan hasil image processing, yaitu analisis korelasi antara berat buah dengan luas area objek dari citra, analisis korelasi antara panjang buah aktual dengan panjang objek dari citra, analisis korelasi antara diameter buah aktual dengan diameter objek dari citra, analisis korelasi antara kekerasan buah dengan indeks warna RGB (merah, hijau, biru), analisis korelasi antara total padatan terlarut buah dengan indeks warna RGB (merah, hijau, biru) dan menemukan parameter mutu dari hasil pengolahan citra yang dapat digunakan untuk menentukan kelas mutu buah naga (Hylocereus

undatus). Berdasarkan parameter tersebut kemudian dilakukan pemutuan buah

naga (Hylocereus undatus) menggunakan parameter mutu citra untuk memperbaiki hasil pemutuan manual.

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2009. Dalam penelitian ini dipergunakan seperangkat alat penangkap citra, seperangkat komputer sebagai alat


(6)

Hasil analisis korelasi parameter mutu metode pengukuran langsung dengan metode pengolahan citra yaitu untuk hubungan antara pengukuran berat dengan area buah menggunakan cara pengolahan citra memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.844. Hubungan antara pengukuran diameter secara manual dengan cara pengolahan citra memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.543. Hubungan antara pengukuran panjang secara manual dengan cara pengolahan citra memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.293. Hubungan antara pengukuran kekerasan buah dengan komponen warna buah hasil pengolahan citra yaitu komponen warna merah, hijau dan biru berturut-turut memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.027, 0.073 dan 0.028. Hubungan antara pengukuran total padatan terlarut buah dengan komponen warna buah hasil pengolahan citra yaitu komponen warna merah, hijau dan biru berturut-turut memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.001, 0.001 dan 0.006.

Berdasarkan analisis korelasi tersebut, parameter mutu yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat mutu buah naga (Hylocereus undatus) menggunakan cara pengolahan citra yaitu parameter area buah dan diameter buah. Untuk mutu A menghasilkan area buah lebih dari atau sama dengan 33402 piksel, dan memiliki diameter buah lebih dari atau sama dengan 184 piksel. Untuk mutu B menghasilkan area buah antara 29868 – 33402 piksel, dan memiliki diameter buah antara 173 – 184 piksel. Sedangkan untuk mutu C menghasilkan area buah kurang dari 29868 piksel, dan memiliki diameter buah kurang dari173 piksel.

Validasi pemutuan buah naga menggunakan cara pengolahan citra berdasarkan area buah untuk mutu A menghasilkan ketepatan sebesar 82%, untuk mutu B menghasilkan ketepatan sebesar 50% dan untuk mutu C menghasilkan ketepatan sebesar 78%. Berdasarkan diameter buah untuk mutu A menghasilkan ketepatan sebesar 68%, untuk mutu B menghasilkan ketepatan sebesar 38% dan untuk mutu C menghasilkan ketepatan sebesar 76%. Berdasarkan gabungan parameter mutu antara area buah dan diameter buah untuk mutu A menghasilkan ketepatan sebesar 64%, untuk mutu B menghasilkan ketepatan sebesar 46% dan untuk mutu C menghasilkan ketepatan sebesar 90%.