18 sertifikasi yang sesuai standar suatu negara yang akan dituju. Akibat keterbatasan
sarana dan prasarana terutama terkait dengan standar mutu produk, sebagian besar produk pertanian organik tersebut berbalik memenuhi pasar dalam negeri yang
masih memiliki pangsa pasar cukup luas. Hal ini menyebabkan petani melabel produknya sendiri sebagai produk organik walaupun kenyatannya banyak yang
masih mencampur pupuk organik dengan pupuk kimia serta menggunakan sedikit pestisida. Sehingga, petani yang benar-benar melaksanakan pertanian organik
secara murni akan merugi.
2.2 Sistem Pertanian Konvensional Anorganik
Sistem pertanian konvensional terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Salah satu
contoh di Indonesia adalah mampu berswasembada pangan terutama beras sejak tahun 1983. Tetapi sistem pertanian konvensional tersebut tidak terlepas dari
resiko dampak negatif yang ditimbulkan. Meningkatnya kebutuhan pangan yang seiring dengan laju pertambahan penduduk, menuntut peningkatan terhadap
penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem pertanian
konvensional, yaitu sebagai berikut Schaller dalam Winangun, 2005 :
a. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan
sedimen; b.
Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan;
c. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan
kesehatan makanan;
19 d.
Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan sustainable
agriculture ;
e. Peningkatan daya ketahanan organisme penganggu terhadap pestisida;
f. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan
berkurangnya bahan organik; g.
Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pertanian.
2.3 Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Anorganik
Menurut Salikin 2003, terdapat perbedaan antara pertanian organik dan pertanian anorganik yang ditinjau berdasakan aspek input-output produksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Anorganik Berdasarkan Aspek Input-Output Produksi
No Uraian
Sistem Pertanian Organik Sistem Pertanian Anorganik
1. Lahan • Olah Tanah Minimum OTM
Olah Tanah Intensif OTI • Olah Tanah Bermulsa OTB
• Olah Tanah Konservasi OTK • Tanpa Olah Tanah TOT
2. Benih
Varietas Lokal Varietas unggul
3. Pupuk • Pupuk kandang
• Pupuk Hijau • Bokashi
• Urea • TSP
• KCl • NPK
• ZPT
4. Pestisida • Pestisida alami
• Pengendalian hama terpadu • Insektisida
• Herbisida
5. Manajemen • Orientasi jangka panjang
• Orientasi ekonomi dan ekologi • Manajemen global dan
indigenous local • Orientasi jangka pendek
• Orientasi produk • Manajemen industrial
Sumber : Salikin, 2003
20
2.4 Perbedaan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik