22
2.5 Kebijakan Pemerintah terkait Pertanian Organik
Pencanangan dan upaya program “Go Organik 2010” oleh Departemen Pertanian sudah dilakukan sejak tahun 2001. Adapun tujuan program ini adalah
untuk memperkenalkan kepada para petani pada sistem usahatani organik, mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di
dunia dan memenuhi tersedianya produk pertanian yang bebas pestisida baik pada pasar dalam maupun luar negeri.
Penyuksesan program tersebut memerlukan keterpaduan peran dan tanggungjawab seluruh stakeholder terkait termasuk pemerintah, yang salah satu
tugasnya adalah memfasilitasi pelaksanaan program Go Organik 2010 mulai dari penyusunan kebijakan, sosialisasi sistem pangan organik, penyiapan infrastruktur
sistem pangan organik, penyiapan kelembagaan, penyiapan tenaga fasilitatorpembina sistem pertanian organik, penyiapan inspektor organik, dan
memfasilitasi akses pasar bagi produk-produk organik berkualitas
10
.
2.6 Penelitian Terdahulu
Marini 2007, melakukan penelitian tentang analisis perbandingan keuntungan usahatani padi bebas pestisida dengan padi anorganik di Gapoktan
Silih Asih, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan keuntungan antara usahatani bebas pestisida
dengan padi anorganik yang dilihat dari sisi pendapatan dan efisiensi usahatani, mengetahui saluran, lembaga dan marjin pemasaran padi bebas pestisida di
berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran dan mengetahui karakteristik konsumen beras bebas pestisida. Hasil analisis pendapatan
menunjukkan bahwa jumlah produksi dan penerimaan total per tahun padi bebas
10
http: program-go-organik-2010.html [Diakses tanggal 5 Mei 2010]
23 pestisida lebih kecil daripada jumlah produksi dan penerimaan total per tahun padi
anorganik. Jumlah produksi dan penerimaan padi bebas pestisida masing-masing sebesar 12.087,5 kgha dan Rp 20.547.985tahun, sedangkan jumlah produksi dan
penerimaan padi anorganik masing-masing sebesar 14.512,96 kgha dan Rp 20.769.444tahun. Pada sisi biaya, jumlah biaya tunai yang dikeluarkan oleh
petani padi anorganik lebih besar dibandingkan jumlah biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi bebas pestisida dan ini juga berdampak pada biaya
total yang dikeluarkan oleh masing-masing petani tersebut. Biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi bebas pestisida masing-masing sebesar Rp
6.533.083hatahun dan Rp 15.584.606hatahun, sedangkan jumlah biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik masing-masing
sebesar Rp 14.468.569hatahun dan Rp 11.338.333hatahun. Proporsi biaya tunai tertinggi pada usahatani padi anorganik dan padi bebas pestisida adalah biaya
tenaga kerja luar keluarga dengan persentase masing-masing sebesar 57,60 persen dan 47,64 persen.
Dengan demikian, dari segi pendapatan maka pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi bebas pestisida lebih besar dibandingkan
pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi anorganik. Pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi bebas pestisida sebesar Rp 11.300.875
dan Rp 9.209.652, sedangkan pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi anorganik sebesar Rp 7.300.875 dan Rp 6.184.838. Hasil analisis R-C rasio
menunjukkan bahwa usahatani padi bebas pestisida lebih layak dan menguntungkan dibandingkan usahatani padi anorganik. Hal ini ditunjukkan oleh
nilai R-C rasio atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi bebas pestisida lebih
24 besar dibandingkan dengan usahatani padi anorganik yaitu masing-masing sebesar
3,145 dan 2,080 serta 1,812 dan 1,397. Rachmiyanti 2009, melakukan penelitian tentang analisis perbandingan
usahatani padi organik metode System of Rice Intensification SRI dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani dari usahatani non organik menjadi usahatani organik
metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Dari segi produksi, jumlah produksi yang dihasilkan pada usahatani padi
organik metode SRI lebih rendah dibandingkan usahatani padi konvensional. Jumlah produksi pada usahatani padi organik metode SRI sebesar 5.753 kgha,
sedangkan jumlah produksi usahatani padi konvensional sebesar 6.106 kgha. Namun, dari segi penerimaan, penerimaan total usahatani padi organik metode
SRI lebih besar dari penerimaan total usahatani padi konvensional. Penerimaan total usahatani padi organik metode SRI sebesar Rp 17.259.000, sedangkan
penerimaan total usahatani padi konvensional sebesar Rp 12.212.000. Besarnya penerimaan total yang diterima oleh petani padi organik dikarenakan harga jual
GKP padi organik per kilogram lebih tinggi dari harga jual GKP konvensioan per kilogram, yaitu Rp 3.000kg, sedangkan harga GKP padi konvensional adalah Rp
2.000kg. Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan atas
biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI masing-masing sebesar Rp 8.528.778ha dan Rp 6.061.430ha. Sedangkan
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani padi
25 konvensional masing-masing sebesar Rp 7.245.966ha dan Rp 6.567.345ha. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai petani padi organik metode SRI lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai petani
padi konvensional. Ini terjadi karena rata-rata penerimaan tunai petani padi organik lebih besar dari petani padi konvensional. Berbeda dengan pendapatan
atas biaya totalnya yang menunjukkan bahwa petani padi konvensional nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan petani padi organik metode SRI. Hal
tersebut disebabkan oleh besarnya biaya yang diperhitungkan, sehingga pendapatan atas biaya totalnya menjadi lebih kecil.
Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya R-C rasio diketahui bahwa R-C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI
sebesar Rp 1,98 lebih rendah dari R-C rasio yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu sebesar Rp 2,46. Hal ini berarti bahwa dari setiap satu rupiah
biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang
diperoleh petani padi konvensioanal. Begitu pula dengan R-C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R-C rasio yang diperoleh hanya
sebesar Rp 1,54, sedangkan petani padi konvensional lebih besar dari petani padi organik tersebut, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh
padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI. Berdasarkan hasil uji untuk membedakan tingkat pendapatan, diketahui
bahwa hasil uji t untuk pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI yang dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total petani konvensional
nilainya memberikan hasil uji yang lebih kecil dari nilai t untuk taraf nyata α 5
26 1,63 yaitu sebesar 0,99. Hal ini berarti bahwa perubahan sistem usahatani yang
dilakukan oleh petani ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat pendapatan atas biaya total petani padi konvensional terima H
. Hal ini terjadi karena nilai pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani padi organik
metode SRI lebih kecil dibandingkan pendapatan atas biaya total padi konvensional. Apabila dilihat dari pendapatan atas biaya tunai, diketahui bahwa
nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel untuk taraf nyata α 5 1,63 yaitu
sebesar 1,64. Hal ini berarti bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat pendapatan atas biaya
tunai petani padi konvensional tolak H . Hal ini terjadi karena nilai pendapatan
atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI lebih kecil dibandingkan pendapatan atas biaya tunai padi konvensional.
Penelitian Wulandari 2011 mengambil topik yang hampir sama dengan penelitian terdahulu yaitu analisis perbandingan
struktur biaya dan pendapatan usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik di Kelurahan Sindang
Barang dan Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Alat analisis yang digunakan adalah analisis struktur biaya, analisis
pendapatan, dan analisis R-C rasio. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis mengenai uji beda pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total
antara petani padi organik dan petani padi anorganik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah perbandingan struktur biaya, pendapatan dan
R-C rasio usahatani padi organik dan anorganik dibedakan berdasarkan status pengusahaan lahan, yaitu petani penggarap dan pemilik.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis