Sifat Gelatinisasi Tapioka Kualitas Produk

63 Persentase kerak dan Retained on 100 mesh diukur dengan menggunakan shieve shaker. Kerak adalah pati yang tidak lolos saringan 80 mesh, sedangkan Retained on 100 mesh adalah pati yang lolos saringan 80 mesh tetapi tidak lolos saringan 100 mesh. Terbentuknya kerak dan kasarnya tapioka Retained on 100 mesh tinggi pada proses pengolahan tapioka sangat berpengaruh baik pada kualitas tapioka maupun produktivitas tapioka. Persentase kerak lebih berpengaruh pada produktivitas, yang mana apabila kerak tinggi maka jumlah produksi akan turun karena banyak tapioka yang seharusnya menjadi ptoduk jadi justru menjadi kerak. Sedangkan Retained on 100 mesh lebih berpengaruh kepada kualitas, dan dipersyaratkan harus lebih rendah dari 2.

c. Sifat Gelatinisasi Tapioka

Pengamatan sifat gelatinisasi tapioka bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu proses pengeringan antara flash dryer 1 dan flash dryer 2. Sifat gelatinisasi pati tapioka dapat diamati dengan menggunakan alat Brabender AmylographViscograph, yaitu dengan mengamati perubahan viskositas pati akibat terjadinya gelatinisasi pati. Tabel 6. Sifat Gelatinisasi Tapioka a PT. UJA Sifat Gelatinisasi Tapioka FD 1 Tapioka FD 2 1. Suhu awal gelatinisasi 2. Suhu gelatinisasi 3. Viskositas Puncak 4. Viskositas pada suhu 93 o C 5. Suhu setelah holding selama 20 menit pada suhu 93 o C 6. Viskositas setelah pendinginan hingga suhu 50 o C 7. Viskositas setelah holding selama 20 menit pada 50 o C 61 o C 70 o C 880 BU 440 BU 310 BU 280 BU 260 BU 62 o C 71 o C 880 BU 440 BU 310 BU 260 BU 260 BU a Kondisi pengamatan : konsentasi suspensi pati 5 wv, masuring box 350 cmg Sifat gelatinisasi pati tapioka dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa pada setiap parameter yang diamati relatif tidak ada perbedaan antara tapioka FD 1 dengan FD 2. Hal ini menunjukkan perbedaan suhu antara FD 1 192 o C dengan FD 2 200 o C tidak berpengaruh nyata terhadap sifat gel pati yang terbentuk. 64 Menurut Corbishley dan Miller 1984 viskositas tapioka tergantung pada varietas, area penanaman, waktu panen, umur umbi singkong, kesuburan tanah, dan curah hujan selama periode penanaman. Meskipun demikian, proses pengolahan tapioka juga penting. Sedangkan menurut Winarno 1984, pembentukan gel pati dipengaruhi konsentrasi pati yang digunakan, pH larutan, dan juga penambahan gula. Semakin kental larutan, suhu gelatinisasi semakin lama tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang menurun. pH optimum untuk pembentukan gel adalah 4-7. Bila pH terlalu tinggi, pembentukan gel akan makin cepat akan tetapi cepat turun lagi, sedangkan bila pH terlalu rendah gel lambat terbentuk dan bila pemanasan diteruskan viskositas akan turun lagi. Sedangkan gula berperan dalam menurunkan kekentalan, karena gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir- butir pati lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi semakin tinggi Winarno, 1984. Sifat-sifat gelatinisasi pati penting didalam desain proses dan produk untuk produk-produk pasta maupun produk lain yang berbahan dasar pati. Suhu awal gelatinisasi penting untuk mengetahui mulai suhu berapa pasta pati didalam suatu proses pangan mulai terbentuk. Suhu gelatinisasi, yaitu suhu ketika viskositas puncak tercapai penting untuk melihat kualitas gel pati yang terbentuk. Pengamatan terhadap viskositas gel pati dengan melakukan holding pada suhu 93 o C penting untuk melihat konsistensi gel pati terhadap pengadukan selama proses pemasakan berlangsung. Pengamatan suhu setelah pendinginan hingga 50 o C bertujuan untuk melihat apakah ada peningkatan kembali viskositas setelah pasta didinginkan setback. Sedangkan pengamatan terhadap viskositas gel pati dengan melakukan holding pada suhu 50 o C bertujuan untuk melihat kestabilan pasta terhadap pengadukan dalam kondisi dingin. Hasil pengamatan menunjukkan viskositas puncak pada gel tapioka cukup tinggi, yaitu 880 BU, hanya saja setelah itu viskositas dengan sangat cepat turun hingga 440 BU ketika suhu 93 o C tercapai. Selain itu ketika dilakukan holding pada 93 o C viskositas pati turun dari 440 BU ke 65 310 BU. Hal ini umum dialami gel yang berasal dari pati asli native starch. Pada beberapa produk, sifat ini tidak diinginkan sehingga banyak digunakan pati modifikasi untuk memperoleh sifat gel yang lebih baik. Menurut Fennema 1996, produsen pangan umumnya lebih menyukai pati dengan karakteristik yang lebih baik daripada yang dimiliki native starch . Pati asli umumnya menghasilkan gel yang memiliki kerangka yang lemah weak-bodied, lengket, kenyal ketika dimasak, dan gel yang tidak bagus ketika didinginkan. Sifat-sifat pati ini ditingkatkan dengan melakukan modifikasi. Gel tapioka yang telah diuji tidak mengalami setback ketika didinginkan, terbukti ketika didinginkan hingga 50 o C viskositas turun menjadi 280260 BU. Selama pengadukan pada kondisi dingin, gel tapioka stabil karena viskositasnya tidak berubah setelah dilakukan holding 20 menit pada 50 o C.

C. Efisiensi Energi