50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Proses
Pengamatan proses dilakukan pada empat parameter proses, yaitu sifat psikrometri udara, kecepatan udara, kecepatan pemasukan pati basah, dan sifat
dehidrasi pati basah.
a. Sifat Psikrometri Udara Pengering
Pengamatan sifat psikrometri udara dilakukan enam kali pada tiga shift produksi yang berbeda, dua kali pengamatan pada shift siang
08.00-16.00 WIB, dua kali pada shift sore 16.00-24.00 WIB, dan dua kali pada shift malam 24.00-08.00 WIB. Parameter psikrometri yang
diamati meliputi suhu input udara, RH input udara, volume spesifik input udara, suhu udara kering, dan suhu udara basah. Hasil pengamatan sifat
psikrometri udara pengering pada flash dryer 1 dan flash dryer 2 dapat dilihat pada Lampiran 7a dan 7b.
Gambar 19. Variasi suhu input udara
Hasil pengamatan suhu input udara dapat dilihat pada Gambar 19. Suhu input udara pengering bervariasi selama 24 jam pengamatan pada
kisaran suhu 27
o
C hingga 38,9
o
C. Tidak ada perbedaan yang nyata antara suhu input udara pada FD 1 dengan FD 2 pada taraf signifikasi 5, hal ini
dapat dilihat dari p-value sebesar 0,57 ketika dilakukan uji t independent t-test. Hasil uji t dapat dilihat pada Lampiran 8. Tidak
adanya perbedaan suhu input udara FD 1 dan FD 2 dikarenakan kedua
25 27
29 31
33 35
37 39
1 6
.0 1
9 .3
2 1
.3 1
6 .0
1 9
.3 2
1 .3
8 .0
1 .0
1 4
.0 8
.0 1
.0 1
4 .0
2 4
.0 2
.0 4
.0 2
4 .0
2 .0
4 .0
25-May-09 26-May-09 27-May-09 29-May-09 2-Jun-09
3-Jun-09
S u
h u
in p
u t
u d
ar a
o
C
Waktu pengamatan
FD 1 FD 2
Keterangan : FD = Flash Dryer
X=33,3 X=32,7
51 cerobong pemasukan untuk kedua unit flash dryer terletak pada ruangan
yang sama. Berdasarkan data, suhu udara tertinggi pada siang hari, puncaknya
pada kisaran pukul 14.00 WIB, sedangkan suhu terendah pada dini hari, sekitar pukul 04.00 WIB. Rata-rata suhu udara pengering berkisar pada
suhu 33
o
C 32,7 untuk FD 1 dan 33,3 pada FD 2. Perbedaan suhu input udara pada waktu pengamatan yang berbeda ini dipengaruhi perbedaan
suhu antara siang dan malam.
Gambar 20. Variasi RH input udara
Hasil pengamatan RH input udara dapat dilihat pada Gambar 20. RH input
udara pada keadaan normal bervariasi dengan kisaran 34,6 hingga 76,1. Nilai RH tinggi pada tanggal 2 juni 2009 dikarenakan terjadi
kebocoran pada pipa aliran steam pada FD 1, sehingga steam keluar dan bercampur dengan input udara. Nilai RH input udara FD 1 lebih tinggi dari
FD 2 pada saat itu dikarenakan lokasi pemasukan udara FD 1 lebih dekat ke lokasi kebocoran dibandingkan FD 2. Rata-rata RH udara adalah 64
64,2 pada FD 1 dan 64,5 pada FD 2. Secara statistik, RH udara pada cerobong pemasukan FD 1 tidak berbeda nyata pada taraf signifikasi 5,
hal ini dapat dilihat dari p-value yang lebih besar dari 0.05, yaitu sebesar 0,92 ketika dilakukan uji t independent t-test. Hasil uji t dapat dilihat
30 40
50 60
70 80
90 100
1 6
.0 1
9 .3
2 1
.3 1
6 .0
1 9
.3 2
1 .3
8 .0
1 .0
1 4
.0 8
.0 1
.0 1
4 .0
2 4
.0 2
.0 4
.0 2
4 .0
2 .0
4 .0
25-May-09 26-May-09 27-May-09 29-May-09 2-Jun-09
3-Jun-09
R H
waktu pengamatan
FD 1 FD 2
Keterangan : FD= Flash Dryer
X=64,7 X=64.2
52 pada Lampiran 9. Variasi RH pada keadaan normal terjadi karena adanya
pergantian siang dan malam.
Gambar 21.
Variasi volume spesifik input udara Hasil pengamatan volume spesifik input udara dapat dilihat pada
Gambar 21. Pengamatan volume spesifik udara bertujuan untuk mengetahui massa udara kering yang masuk ke dalam cerobong flash
dryer selama proses pengeringan. Dengan mengetahui debit pemasukan
udara dan volume spesifik udara, dapat diketahui massa udara yang masuk per satuan waktu tertentu.
Hasil pengamatan menunjukkan volume spesifik udara nilainya berada pada kisaran 0,8775 hingga 0,9075. Nilai rata-rata adalah pada
kisaran 0,8963 pada FD 1 dan 0,8942 pada FD 2. Secara statistik, volume spesifik pada cerobong pemasukan FD 1 tidak berbeda nyata dengan FD 2
pada taraf signifikasi 5, hal ini dapat dilihat dari p-value yang lebih besar dari 0.05, yaitu sebesar 0,58 ketika dilakukan uji t independent t-
test . Hasil uji t dapat dilihat pada Lampiran 10.
Volume spesifik udara bervariasi selama waktu pengamatan berkaitan dengan variasi suhu udara dan kandungan air udara RH udara.
Semakin tinggi suhu, udara akan semakin mengembang, sehingga volume spesifiknya akan semakin besar. Begitu pula dengan kandungan air,
semakin besar kandungan air maka volume spesifik pun akan semakin
0.8750 0.8800
0.8850 0.8900
0.8950 0.9000
0.9050 0.9100
1 6
.0 1
9 .3
2 1
.3 1
6 .0
1 9
.3 2
1 .3
8 .0
1 .0
1 4
.0 8
.0 1
.0 1
4 .0
2 4
.0 2
.0 4
.0 2
4 .0
2 .0
4 .0
25-May-09 26-May-09 27-May-09 29-May-09 2-Jun-09 3-Jun-09
V o
lu m
e s
p e
si fi
k m
3 K
g u
.k .
waktu pengamatan
FD 1 FD 2
X=0,8963 X=0,8942
Keterangan : FD = Flash Dryer
53 besar karena setiap kilogram udara kering mengandung semakin banyak
partikel air yang berkontribusi pula pada volume spesifik udara.
Gambar 22. Variasi suhu udara kering
Flash dryer yang ada di PT. UJA 1 menggunakan dua jenis pemanas
heater, yaitu heater dengan pemanas steam dan heater dengan pemanas oli. Hasil pengamatan suhu udara kering dapat dilihat pada Gambar 22,
dapat lihat bahwa suhu setelah melewati pemanas steam berkisar 160 C
untuk FD 1 dan 150 C untuk FD 2. Suhu udara lebih besar pada FD 1
karena udara yang mengalir lebih lambat, sehingga waktu kontak dengan heater
lebih lama. Akan tetapi setelah melewati heater oli, suhu udara kering FD 1 selalu lebih rendah dari FD 2. Ini menunjukkan adanya
kemungkinan permasalahan pada unit penukar panas heater oli pada FD 1, karena oli yang digunakan pada kedua heater sama, begitu pula
dengan distribusi oli untuk kedua heater oli juga sama. Data hasil pengamatan suhu setelah melewati Steam Heat Exchanger Heater uap
dan Oil Heat Exchanger Heater oli dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai rata-rata suhu udara kering FD 1 adalah 192
o
C sedangkan FD 2 adalah 200
o
C. Secara statistik, suhu udara kering pada cerobong pemasukan FD 1 berbeda nyata dengan FD 2 pada taraf signifikasi 5, hal
ini dapat dilihat dari p-value yang lebih kecil dari 0.05, yaitu sebesar 0,047 ketika dilakukan uji t independent t-test. Hasil uji t dapat dilihat pada
Lampiran 12. Suhu udara kering pada tanggal 27 Mei 2009 turun drastis
150 160
170 180
190 200
210 220
1 6
.0 1
9 .3
2 1
.3 1
6 .0
1 9
.3 2
1 .3
8 .0
1 .0
1 4
.0 8
.0 1
.0 1
4 .0
2 4
.0 2
.0 4
.0 2
4 .0
2 .0
4 .0
25-Mei-09 26-Mei-09 27-Mei-09 29-Mei-09 02-Jun-09 03-Jun-09
su h
u u
d ar
a k
e ri
n g
o
C
waktu pengamatan
FD 1 FD 2
X=192 X=200
Keterangan : FD = Flash Dryer
54 hingga 155
o
C dikarenakan unit pemanas oli dimatikan, sehingga pemanasan hanya dilakukan dengan pemanas steam.
Suhu udara kering sangat berpengaruh terhadap kapasitas penangkapan air oleh udara pengering. Hal ini dikarenakan semakin tinggi
suhu udara kering, kelembaban mutlak udara kering akan semakin rendah, sehingga selisih tekanan uap antara bahan dengan udara pengering pun
semakin besar. Menurut Toledo 1991, transfer uap air dari permukaan yang lembab ke aliran udara analog dengan pindah panas konveksi,
dimana fluks uap air proporsional dengan driving force yaitu perbedaan tekanan uap pada permukaan bahan dengan tekanan uap lingkungan,
dalam hal ini udara pengering.
Gambar 23. Variasi suhu udara basah
Hasil pengamatan suhu udara basah dapat dilihat pada Gambar 23. Penurunan suhu udara dari udara kering menjadi udara basah berkaitan
dengan perpindahan panas sensibel udara pengering menjadi panas laten penguapan air dari bahan. Menurut Earle 1983 panas yang dipindahkan
ke dalam bahan pangan untuk proses pengeringan bahan pangan sebanding dengan penurunan suhu udara pengering. Pada proses pengeringan
tapioka, penurunan suhu ini bervariasi terutama tergantung pada kadar air pati basah dan kecepatan pemasukan pati basah. Pati basah adalah
40 45
50 55
60 65
70 75
80
16. 00
19. 30
21. 30
16. 00
19. 30
21. 30
08. 00
10. 00
14. 00
08. 00
10. 00
14. 00
24. 00
02. 00
04. 00
24. 00
02. 00
04. 00
25-May-0926-May-0927-May-0929-May-09 2-Jun-09 3-Jun-09
su h
u u
d ar
a b
as ah
C
waktu pengamatan
FD 1 FD 2
X=62 X=60
Keterangan : FD = Flash Dryer
55 suspensi pati yang telah mengalami penurunan kadar air sehingga kadar
airnya sekitar 34. Suhu udara basah rata-rata adalah 60
o
C untuk FD 1 dan 62
o
C pada FD 2. Secara statistik, suhu udara kering pada FD 1 tidak berbeda nyata
dengan FD 2 pada taraf signifikasi 5, hal ini dapat dilihat dari p-value yang lebih besar dari 0.05, yaitu sebesar 0.21 ketika dilakukan uji t
independent t-test. Hasil uji t dapat dilihat pada Lampiran 13. Suhu udara basah FD 2 tinggi 74
o
C pada tanggal 27 Mei jam 08.00 WIB karena terjadi kekosongan pada saat pemasukan pati basah pada feeder oven
sehingga banyak panas yang tidak digunakan untuk menguapkan air dan “terbuang” bersama udara basah. Sedangkan pada pukul 14.00 WIB, suhu
udara basah FD 2 rendah 49
o
C karena kecepatan pemasukan pati basah yang tinggi sehingga banyak panas yang terserap bahan dan digunakan
untuk penguapan air bahan.
Gambar 24. Variasi kapasitas penangkapan air udara pengering
Hasil pengamatan kapasitas penangkapan air udara pengering dapat dilihat pada Gambar 24. Kapasitas penangkapan air udara pengering
dihitung berdasarkan sifat psikrometri udara pengering, yaitu selisih kelembaban mutlak udara kering dengan kelembaban mutlak udara basah.
Nilai rata-ratanya adalah 0,0553 pada FD 1 dan 0,0580 pada FD 2. Kapasitas penangkapan udara pada FD 2 lebih tinggi dari FD 1 karena
suhu udara kering pada FD 2 lebih tinggi dari FD 1 sehingga driving force pada FD 2 pun lebih tinggi dari FD 1. Data lengkap mengenai kapasitas
0.0400 0.0450
0.0500 0.0550
0.0600 0.0650
0.0700
1 6
.0 1
9 .3
2 1
.3 1
6 .0
1 9
.3 2
1 .3
8 .0
1 .0
1 4
.0 8
.0 1
.0 1
4 .0
2 4
.0 2
.0 4
.0 2
4 .0
2 .0
4 .0
25-Mei-09 26-Mei-09 27-Mei-09 29-Mei-09 02-Jun-09 03-Jun-09
∆ H
k g
ai r
k g
u .k
.
waktu pengamatan
FD 1 FD 2
X=0,0553 X=0,0580
Keterangan : FD = Flash Dryer
56 penangkapan air udara pengering dapat dilihat pada Lampiran 14a dan
14b. Secara statistik, kapasitas penangkapan air udara pengering pada FD 1 tidak berbeda nyata dengan FD 2 pada taraf signifikasi 5, hal ini
dapat dilihat dari p-value yang lebih besar dari 0.05, yaitu sebesar 0,074 ketika dilakukan uji t independent t-test. Hasil uji t dapat dilihat pada
Lampiran 15.
b. Kecepatan Udara Pengering