4. Interpretasi digital 4. 3. Klasifikasi tutupan lahan

2. 4. 2. Interpretasi digital Interpretasi citra pada dasarnya merupakan proses klasifikasi, maka identifikasi dan pengenalan dapat dilakukan secara matematik selama citra dalam bentuk dijital tersedia. Klasifikasi digital dilakukan untuk menangani dengan cepat jumlah data citra yang besar Lo 1996. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Setiap kelas kelompok pixel dicari kaitannya terhadap objek atau gejala permukaan bumi. Pengenalan pola spektral bertujuan untuk mengklasifikasi dan mendeskripsikan pola atau susunan objek melalui sifat atau ciri objek yang bersangkutan berdasarkan karakteristik spektral yang terekam pada citra Purwadhi 2006. Klasifikasi citra bertujuan untuk melakukan pengelompokan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Terdapat tiga cara dalam melakukan klasifikasi digital, antara lain: a. Klasifikasi terbimbing atau klasifikasi terselia supervised classification adalah klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah training area yang diketahui jenis objeknya dan nilai spektralnya. b. Klasifikasi tak-terbimbing atau klasifikasi tak-terselia unsupervised classification adalah klasifikasi tanpa contoh daerah Training area yang diketahui jenis objeknya dan nilai spektralnya. c. Klasifikasi gabungan atau klasifikasi hibrida menggunakan kedua cara, yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tak-terbimbing.

2. 4. 3. Klasifikasi tutupan lahan

Di Indonesia setidaknya terdapat empat instansi yang melakukan klasifikasi penutupan lahan berdasarkan interpretasi visual citra Landsat. Instansi tersebut diantaranya Badan Pertanahan Nasional BPN, Departemen Dalam Negeri dimana keduanya menghasilkan 15 tipe penggunaan lahan, Direktorat Planologi mempublikasikan 29 tutupan lahan dan Kementrian Lingkungan Hidup Manual penafsiran citra dalam Maharani 2011. Tabel 7 merinci perbandingan kelas tutupan lahan hasil interpretasi visual menggunakan citra Landsat pada instansi berbeda. Tabel 7 Perbandingan klasifikasi tutupan lahan Klasifikasi Badan Planologi Departemen Kehutanan 2001 Klasifikasi Badan Pertanahan Nasional 1969 Klasifikasi KLH 2005 1 Hutan Lahan Kering primer dataran rendah 1 Hutan 1 Hutan Mangrove 2 Hutan Lahan Kering primer pegunungan rendah 2 Lahan Kering 2 Hutan Lahan Kering 3 Hutan Lahan Kering primer pegunungan tinggi 3 Tadah Hujan 3 Hutan Rawa 4 Hutan Lahan Kering primer sub-alpin 4 Ladang Berpindah 4 Hutan Tanaman 5 Hutan Lahan Kering sekunder dataran rendah 5 Padang Penggembala 5 Pertanian Lahan Kering 6 Hutan Lahan Kering sekunder pegunungan rendah 6 Rawa 6 Padang Rumput 7 Hutan Lahan Kering pegunungan sub-alpin 7 Semak Belukar 7 Semak Belukar 8 Hutan Lahan Kering sekunder sub-alpin 8 Padi 8 Sawah 9 Hutan Rawa Primer 9 Perumahan, ladang dan padi 9 Perkebunan teh, kelapa, sawit, karet, dan lain-lain 10 Hutan Rawa sekunder 10 Permukiman Desa 10 Kebun Campuran 11 Hutan Mangrove Primer 11 Permukiman Perkotaan 11 Permukiman 12 Hutan Mangrove sekunder 12 KolamTambak 12 Lahan Kosong 13 Semakbelukar 13 Lapangan Udara 13 Tubuh Air 14 Semakbelukar rawa 14 Badan Air 15 Savana 16 HTI 17 Perkebunan 18 Pertanian Lahan Kering 19 Pertanian Lahan Kering bercampur dengan semak 20 Transmigrasi 21 Sawah 22 Tambak 23 Tanah Terbuka 24 Pertambangan 25 Salju 26 Permukiman 27 Tubuh Air 28 Rawa 29 Awan Sumber : Maharani 2011 Kegiatan klasifikasi penutupan lahan dilakukan untuk menghasilkan kelas- kelas penutupan yang diinginkan. Kelas-kelas penutupan lahan yang diinginkan itu disebut dengan skema klasifikasi atau sistem klasifikasi. Menurut Lo 1995 dalam Setiyono 2006, tiga kelas data yang tercakup dalam penutupan lahan secara umum adalah: 1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia 2. Fenomena biotik, vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan bentang. 3. Tipe-tipe pembangunan Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar interpretasi tidak semata-mata kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Interpretasi manual ini peranan interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk akal.

2. 5. Perubahan Lahan