17
I. PENDAHULUAN
Minuman fungsional berbasis kumis kucing merupakan minuman yang potensial dan menarik untuk  dikembangkan.    Hal  tersebut  dikarenakan  tanaman  kumis  kucing  telah  dikenal  oleh  sebagian
besar masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat yang memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh, dapat menyembuhkan penyakit, dan biasa tumbuh liar di pekarangan Septiatin 2008.  Minuman fungsional
yang berupa ramuan jamu tradisional telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat Indonesia. Ramuan  jamu  ini  biasanya  terbuat  dari  tanaman  obat  dan  rempah-rempah  yang  telah  dikenal
khasiatnya  bagi  kesehatan.    Tanaman  kumis  kucing  Orthosiphon  aristatus  B1.  Miq  merupakan tanaman  obat  tradisional  yang  memiliki  banyak  khasiat.    Khasiat  tanaman  kumis  kucing  menurut
Septiatin 2008 di antaranya adalah dapat mengobati infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, kencing batu,  encok,  peluruh  air  seni,  menghilangkan  panas,  lembab,  dan  mengobati  radang  atau  bengkak.
Melcher dan Subroto 2006 menyatakan bahwa pengobatan herbal memiliki khasiat yang banyak dan tidak menimbulkan efek samping.
Hasil  penelitian  sebelumnya  menunjukkan  formula  optimal  minuman  fungsional  berbasis kumis  kucing  memiliki  aktivitas  antioksidan  sebesar  621.78  ppm  Ascorbic  acid  Equivalent
Antioxidant Activity AEAC, tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 dibandingkan dengan aktivitas  antioksidan  minuman  komponen  tunggal  dari  kumis  kucing  650.11  ppm  AEAC  Herold
2007.    Salah  satu  faktor  yang  dapat  mempengaruhi  penerimaan  panelis  terhadap  minuman  tersebut adalah rasa pahit yang terdapat pada ekstrak rebusan daun kumis kucing.
Tiga faktor utama yang menjadi pertimbangan konsumen dalam  memilih produk pangan, yaitu kesehatan, kepraktisan, dan kesukaan.  Faktor yang ketiga merupakan faktor yang membedakan antara
produk  pangan  dan  obat.    Produk  pangan  fungsional  dengan  citarasa  yang  baik  dapat  memberikan manfaat  kesehatan  bagi  orang  yang    mengonsumsinya.    Oleh  karena  itu,  citarasa  produk  pangan
fungsional perlu diperbaiki agar produk pangan tersebut dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Hasil penelitian Herold 2007  menunjukkan skor kesukaan panelis 30 panelis tidak terlatih
terhadap citarasa  produk minuman fungsional berbasis kumis kucing hanya mencapai skala hedonik antara  netral  dan  suka  skor  hedonik  3.32  dari  skala  5.00.    Upaya  perbaikan  citarasa  minuman
selanjutnya  dilakukan  oleh  Kordial  2009  dengan  menggunakan  ekstrak  berbagai  varietas  jeruk. Jeruk  yang  digunakan  adalah  jeruk  lemon  Citrus  medica  var.  Lemon,  jeruk  purut  Citrus  hystrix
D.C,  jeruk  nipis  Citrus  aurantifolia  Swingle.,  dan  jeruk  limau  Citrus  amblycarpa.    Hasil  yang diperoleh  adalah  formula  minuman  yang  ditambahkan  ekstrak  jeruk  y  memiliki  skor  kesukaan
tertinggi.  Skor kesukaan panelis 30 panelis tidak terlatih  terhadap rasa minuman yang ditambahkan ekstrak  jeruk  y  mencapai  skala  hedonik  antara  agak  suka  dan  suka  skala  hedonik  5.57  dari  skala
7.00.    Minuman  tersebut  setelah  disimpan  12  minggu  memiliki  skor  kesukaan  rasa  dengan  skala hedonik  yang  berkisar  antara  agak  suka  dan  suka,  namun  panelis  sudah  dapat  mendeteksi  adanya
perbedaan citarasa antara minuman ini dengan minuman yang masih segar. Penilaian  sensori  secara  individu  terhadap  minuman  tersebut  mengindikasikan  masih  adanya
after taste jahe.  Oleh karena itu, upaya peningkatan penerimaan citarasa terhadap formula minuman tersebut masih perlu dilakukan.  Pengukuran terhadap aktivitas antioksidan, aktivitas antidiabetes, dan
nilai pH selanjutnya dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap minuman. Herold  2007  menyatakan  minuman  berbasis  herbal  biasanya  memiliki  after  taste  pedas,
manis, asam, pahit, asin, dingin, panas, hangat, dan sejuk.  After taste adalah sensasi rasa yang masih tertinggal  di  dalam  mulut.    After  taste  dapat  terjadi  pada  makanan  dan  minuman  yang  dikonsumsi
Lawless dan Heymann 1999.  Oleh karena itu, pengembangan minuman tradisional Indonesia yang
18
memiliki  potensi  dan  status  sebagai  pangan  fungsional  perlu  memperhatikan  aspek  penerimaan konsumen sehingga minuman tersebut disukai oleh konsumen.
Upaya  peningkatan  penerimaan  citarasa  minuman  yang  dilakukan  dalam  penelitian  ini  di antaranya dengan menggunakan ekstrak jeruk x dan jeruk y.  Hal tersebut dilakukan dengan harapan
dapat  memberikan  sensasi  sensori  yang  eksotis  khas  Indonesia.    Ekstrak  jeruk  sudah  sangat  populer digunakan  pada  produk-produk  minuman  Colombo  et  al.  2002,  sehingga  diharapkan  dapat
meningkatkan  penerimaan  citarasa  minuman  ketika  digunakan  dalam  minuman  fungsional  berbasis kumis kucing.
Hipotesis  dari  penelitian  ini  adalah  peningkatan  penerimaan  citarasa  minuman  fungsional berbasis kumis kucing dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi ekstrak jeruk x, jeruk y, dan
flavor enhancer dalam jumlah P g dalam 100 ml minuman.  Upaya peningkatan penerimaan citarasa yang  dilakukan  terhadap  minuman  fungsional  berbasis  kumis  kucing  akan  berpengaruh  terhadap
aktivitas  antioksidan,  aktivitas  antidiabetes,  dan  nilai  pH  minuman.    Pengaruh  tersebut  dapat  berupa penaikan ataupun penurunan nilai aktivitas antioksidan, aktivitas antidiabetes, dan nilai pH minuman.
Hal  tersebut  disebabkan  adanya  perubahan  jenis  dan  jumlah  dari    ekstak  jeruk  yang  diberikan  ke dalam  minuman.    Ekstrak  jeruk  yang  sebelumnya  digunakan  adalah  ekstrak  jeruk  y  sebanyak  V  g
dalam  100  ml  minuman  kemudian  diubah  menjadi  kombinasi  ekstrak  jeruk  x,  jeruk  y,  dan  flavor enhancer dengan jumlah total P g dalam 100 ml minuman.  Variasi perlakuan terhadap jenis pemanis
dan pengawet yang digunakan juga dilakukan dalam penelitian ini. Hasil  dari  penelitian  ini  adalah  citarasa  minuman  fungsional  berbasis  kumis  kucing  dapat
diperbaiki  dengan  kombinasi  ekstrak  jeruk  x,  jeruk  y,  dan  flavor  enhancer  dengan  jumlah  total  P  g dalam  100  ml  minuman  dan  juga  pengendalian  variasi  pada  pemanis  dan  pengawet.    Skor  kesukaan
terhadap 6 formula minuman terpilih berdasarkan rancangan percobaan hasil keluaran Design Expert 7.0  dari  masing-masing  perlakuan  berkisar  antara  6.78-7.42  dari  skala  9.    Penggantian  gula  dengan
pemanis pada formula yang sama dapat menurunkan tingkat penerimaan minuman secara nyata pada taraf
α = 0.05. Penggunaan pengawet  natrium benzoat pada formula  yang sama tidak  mempengaruhi
tingkat  penerimaan  minuman  secara  nyata  pada  taraf α
=  0.05.  Formula  terbaik  yang  dihasilkan berdasarkan  metode  perbandingan  eksponensial  adalah  minuman  yang  menggunakan  gula,  tanpa
pengawet,  ekstrak  jeruk  x  sejumlah  A  g,  ekstrak  jeruk  y  sejumlah  B  g,    flavor  enhancer  P:P sejumlah  C  g  dalam  100  ml  minuman  yang  memiliki  skor  hedonik  sebesar  7.42  dan  aktivitas
antioksidan  605  ppm  AEAC.    Formula  yang  menggunakan  pemanis  memiliki  tingkat  penerimaan yang  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  formula  yang  menggunakan  gula,  namun  masih  memiliki
mutu sensori dengan tingkat kesukaan citarasa antara agak suka dan suka skor hedonik 6.78-6.86 dari skala 9.00.
Tujuan  dari  penelitian  ini    adalah  meningkatkan  penerimaan  citarasa  minuman  fungsional berbasis  kumis  kucing  dengan  menentukan  jumlah    kombinasi  ekstrak  jeruk  x,  jeruk  y,  dan  flavor
enhancer dalam minuman yang memberikan skor hedonik ≥ 6.60 dari masing-masing jenis perlakuan perlakuan pemanis dan pengawet tertentu dan  melihat pengaruhnya terhadap aktivitas antioksidan,
aktivitas  antidiabetes,  dan  nilai  pH.    Formula  terbaik  selanjutnya  dipilih  berdasarkan  metode perbandingan eksponensial.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA