Perpanjangan Umur Simpan Dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bi. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk

(1)

SKRIPSI

PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS

JERUK

Oleh

NOVIA KORDIAL F24104050

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Novia Kordial. F24104050. Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk. Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya.

ABSTRAK

Ramuan jamu tradisional merupakan minuman fungsional yang telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat. Ramuan jamu ini biasanya berasal dari tanaman obat dan rempah-rempah. Salah satu tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq). Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan jenis rempah yang dikenal berkhasiat dan telah diketahui mengandung aktivitas antioksidan. Minuman fungsional berbasis kumis kucing mempunyai penerimaan konsumen dan masa simpan yang rendah. Oleh karenanya perlu perbaikan citarasa dan masa simpan sehingga minuman ini dapat bersaing dengan produk komersial.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk dan memperbaiki masa simpan minuman yang dihasilkan.

Metode penelitian dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman. Tahap kedua adalah penelitian utama yaitu modifikasi proses pembuatan minuman untuk memperpanjang umur simpan minuman dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan. Pada uji stabilitas minuman selama penyimpanan parameter yang diamati adalah karakteristik citarasa, nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut (TPT), derajat warna minuman, total mikroba dalam minuman, kandungan antioksidan, total kapang-khamir, serta mutu sensori dengan uji pembedaan dan hedonik.

Secara sensori, formula minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki skor kesukaan tertinggi. Skor kesukaan panelis terhadap rasa dan aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut mencapai skala hedonik sebesar 5.57 dan 5.53 (dari skala 7.00).

Minuman yang tidak ditambah bahan pengawet dan minuman yang ditambah kalium sorbat memiliki stabilitas penyimpanan tertinggi selama 12 minggu penyimpanan. Setelah disimpan 12 minggu, minuman ini masih dapat diterima oleh konsumen, yaitu memiliki skor kesukaan rasa yang berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka), serta skor kesukaan aroma yang berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka). Akan tetapi, panelis sudah dapat mendeteksi adanya perbedaan citarasa antara minuman ini dengan minuman yang masih segar.

Aktivitas antioksidan minuman pada minggu ke-0 adalah 621.7 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC). Selama penyimpanan 12 minggu aktivitas antioksidan pada minuman fungsional berbasis kumis kucing mengalami penurunan, yaitu menjadi 359 ppm AEAC.

Lama penyimpanan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut, nilai L (kecerahan), dan warna minuman. Mutu mikrobiologi minuman yang tidak ditambah bahan pengawet, ditambah natrium


(3)

benzoat, dan ditambah kalium sorbat masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995 sampai 12 minggu penyimpanan, sedangkan minuman yang ditambah kalsium propionat sudah tidak memenuhi syarat SNI.

Proses pengawetan yang dapat diterapkan untuk memperoleh masa simpan minimal 3 bulan adalah penambahan ekstrak jeruk purut, pengemasan dengan botol gelas berwarna gelap, dan pasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit, sedangkan penambahan bahan pengawet tidak perlu dilakukan.


(4)

PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS

JERUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NOVIA KORDIAL F24104050

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS

JERUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NOVIA KORDIAL F24104050

Dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1986 Di Ciamis, Jawa Barat

Tanggal Lulus: 13 Januari 2009

Menyetujui, Bogor, Januari 2009

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 17 Januari 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Kadar Solihat dan Ibu Suhendah. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di MI Mancagar Ciamis pada tahun 1992-1998, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di MTs YPPS Sukahurip Ciamis pada tahun 1998 - 2001, serta SMUN 2 Tasikmalaya pada tahun 2001-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB).

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi Forum Bina Islami FATETA (FBI-F) dan Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) Institut Pertanian Bogor. Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain BAUR 2006, Techno-F 2006, National Student Paper Competition (NSPC) 2006, dan Lepas Landas Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian 2006. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum teknologi pengemasan pangan dan asisten praktikum analisis pangan. Selama kuliah, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2006 dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2007-2008.

Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul ”Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA dan Ir. Arif Hartoyo, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berarti demi perbaikan skripsi ini.

3. Ayahanda, Ibunda, dan adekku Imas yang telah memberikan begitu banyak dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Arum dan Hajra sebagai teman satu bimbingan. Terima kasih buat semua masukan, bantuan, dan kerjasamanya selama penelitian, juga kepada teman-teman satu bimbingan angkatan 42 (Dion, Sina, Difa), angkatan 43, dan Mba Siska.

5. Teknisi laboratorium ITP (Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Mul, Teh Ida, Mas Edi, Pak Koko, Pak Wahid, Pak Gatot, Bu Antin, dan Bu Rubiah), terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan.


(8)

6. My best friends: Gina, Dilla, Ame, Ros, Cici, Shofi, Shinta, & Icha terima kasih atas kebersamaan selama ini. Teman-teman ITP 41 Rizqia (terimakasih atas bantuannya selama penelitian), Risma, Umul, Erma, Hesti, Ary, Dikin, Nona, Prita, Aris, Yuli, Kani, Sherly, Sucen, Dyah, Fadli, Taqi, Tika, Riska, Rapper, Iqbal, Puke, Ririn, Fina, Edy, Chabib, Sisi, Eka, Tuko, Tomi, Andri, Ancha, Au dan temen-teman ITP 41 lainnya, terimakasih banyak buat kebersamaanya.

7. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.

Bogor, Januari 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN FUNGSIONAL ... 4

B. REMPAH-REMPAH ... 5

C. JERUK ... 7

D. UMUR SIMPAN ... 12

E. ANALISIS SENSORI ... 16

F. PENGAWETAN PANGAN ... 18

III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT ... 21

B. METODE ... 22

1. Penelitian Pendahuluan ... 22

2. Penelitian Lanjutan... 22

3. Analisis a. Nilai pH ... 24

b. Total Padatan Terlarut ... 24

c. Derajat Warna, Metode Hunter ... 24

d. Total Mikroba (Total Plate Count) ... 25

e. Total Kapang Khamir ... 26


(10)

g. Aktivitas Antioksidan, Metode DPPH ... 26

h. Uji Segitiga ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN VARIETAS JERUK BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK DAN PENGUKURAN NILAI pH ... 28

B. MODIFIKASI PROSES PENGOLAHAN MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING ... 33

C. PENGAMATAN STABILITAS MINUMAN SELAMA PENYIMPANAN ... 37

1. Aktivitas Antioksidan ... 38

2. Penerimaan Sensori Rasa dan Aroma Minuman Selama 12 Minggu Penyimpanan ... 40

3. Nilai pH ... 43

4. Total Padatan Terlarut (TPT) ... 44

5. Derajat Warna ... 45

6. Total Plate Count (TPC) ... 49

7. Total Kapang Khamir ... 51

8. Uji Pembedaan Rasa dan Aroma Minuman ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 54

B. SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(11)

SKRIPSI

PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS

JERUK

Oleh

NOVIA KORDIAL F24104050

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

Novia Kordial. F24104050. Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk. Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya.

ABSTRAK

Ramuan jamu tradisional merupakan minuman fungsional yang telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat. Ramuan jamu ini biasanya berasal dari tanaman obat dan rempah-rempah. Salah satu tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq). Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan jenis rempah yang dikenal berkhasiat dan telah diketahui mengandung aktivitas antioksidan. Minuman fungsional berbasis kumis kucing mempunyai penerimaan konsumen dan masa simpan yang rendah. Oleh karenanya perlu perbaikan citarasa dan masa simpan sehingga minuman ini dapat bersaing dengan produk komersial.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk dan memperbaiki masa simpan minuman yang dihasilkan.

Metode penelitian dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman. Tahap kedua adalah penelitian utama yaitu modifikasi proses pembuatan minuman untuk memperpanjang umur simpan minuman dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan. Pada uji stabilitas minuman selama penyimpanan parameter yang diamati adalah karakteristik citarasa, nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut (TPT), derajat warna minuman, total mikroba dalam minuman, kandungan antioksidan, total kapang-khamir, serta mutu sensori dengan uji pembedaan dan hedonik.

Secara sensori, formula minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki skor kesukaan tertinggi. Skor kesukaan panelis terhadap rasa dan aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut mencapai skala hedonik sebesar 5.57 dan 5.53 (dari skala 7.00).

Minuman yang tidak ditambah bahan pengawet dan minuman yang ditambah kalium sorbat memiliki stabilitas penyimpanan tertinggi selama 12 minggu penyimpanan. Setelah disimpan 12 minggu, minuman ini masih dapat diterima oleh konsumen, yaitu memiliki skor kesukaan rasa yang berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka), serta skor kesukaan aroma yang berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka). Akan tetapi, panelis sudah dapat mendeteksi adanya perbedaan citarasa antara minuman ini dengan minuman yang masih segar.

Aktivitas antioksidan minuman pada minggu ke-0 adalah 621.7 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC). Selama penyimpanan 12 minggu aktivitas antioksidan pada minuman fungsional berbasis kumis kucing mengalami penurunan, yaitu menjadi 359 ppm AEAC.

Lama penyimpanan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut, nilai L (kecerahan), dan warna minuman. Mutu mikrobiologi minuman yang tidak ditambah bahan pengawet, ditambah natrium


(13)

benzoat, dan ditambah kalium sorbat masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995 sampai 12 minggu penyimpanan, sedangkan minuman yang ditambah kalsium propionat sudah tidak memenuhi syarat SNI.

Proses pengawetan yang dapat diterapkan untuk memperoleh masa simpan minimal 3 bulan adalah penambahan ekstrak jeruk purut, pengemasan dengan botol gelas berwarna gelap, dan pasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit, sedangkan penambahan bahan pengawet tidak perlu dilakukan.


(14)

PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS

JERUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NOVIA KORDIAL F24104050

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS

JERUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NOVIA KORDIAL F24104050

Dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1986 Di Ciamis, Jawa Barat

Tanggal Lulus: 13 Januari 2009

Menyetujui, Bogor, Januari 2009

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 17 Januari 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Kadar Solihat dan Ibu Suhendah. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di MI Mancagar Ciamis pada tahun 1992-1998, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di MTs YPPS Sukahurip Ciamis pada tahun 1998 - 2001, serta SMUN 2 Tasikmalaya pada tahun 2001-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB).

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi Forum Bina Islami FATETA (FBI-F) dan Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) Institut Pertanian Bogor. Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain BAUR 2006, Techno-F 2006, National Student Paper Competition (NSPC) 2006, dan Lepas Landas Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian 2006. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum teknologi pengemasan pangan dan asisten praktikum analisis pangan. Selama kuliah, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2006 dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2007-2008.

Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul ”Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA dan Ir. Arif Hartoyo, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berarti demi perbaikan skripsi ini.

3. Ayahanda, Ibunda, dan adekku Imas yang telah memberikan begitu banyak dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Arum dan Hajra sebagai teman satu bimbingan. Terima kasih buat semua masukan, bantuan, dan kerjasamanya selama penelitian, juga kepada teman-teman satu bimbingan angkatan 42 (Dion, Sina, Difa), angkatan 43, dan Mba Siska.

5. Teknisi laboratorium ITP (Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Mul, Teh Ida, Mas Edi, Pak Koko, Pak Wahid, Pak Gatot, Bu Antin, dan Bu Rubiah), terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan.


(18)

6. My best friends: Gina, Dilla, Ame, Ros, Cici, Shofi, Shinta, & Icha terima kasih atas kebersamaan selama ini. Teman-teman ITP 41 Rizqia (terimakasih atas bantuannya selama penelitian), Risma, Umul, Erma, Hesti, Ary, Dikin, Nona, Prita, Aris, Yuli, Kani, Sherly, Sucen, Dyah, Fadli, Taqi, Tika, Riska, Rapper, Iqbal, Puke, Ririn, Fina, Edy, Chabib, Sisi, Eka, Tuko, Tomi, Andri, Ancha, Au dan temen-teman ITP 41 lainnya, terimakasih banyak buat kebersamaanya.

7. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.

Bogor, Januari 2009


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN FUNGSIONAL ... 4

B. REMPAH-REMPAH ... 5

C. JERUK ... 7

D. UMUR SIMPAN ... 12

E. ANALISIS SENSORI ... 16

F. PENGAWETAN PANGAN ... 18

III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT ... 21

B. METODE ... 22

1. Penelitian Pendahuluan ... 22

2. Penelitian Lanjutan... 22

3. Analisis a. Nilai pH ... 24

b. Total Padatan Terlarut ... 24

c. Derajat Warna, Metode Hunter ... 24

d. Total Mikroba (Total Plate Count) ... 25

e. Total Kapang Khamir ... 26


(20)

g. Aktivitas Antioksidan, Metode DPPH ... 26

h. Uji Segitiga ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN VARIETAS JERUK BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK DAN PENGUKURAN NILAI pH ... 28

B. MODIFIKASI PROSES PENGOLAHAN MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING ... 33

C. PENGAMATAN STABILITAS MINUMAN SELAMA PENYIMPANAN ... 37

1. Aktivitas Antioksidan ... 38

2. Penerimaan Sensori Rasa dan Aroma Minuman Selama 12 Minggu Penyimpanan ... 40

3. Nilai pH ... 43

4. Total Padatan Terlarut (TPT) ... 44

5. Derajat Warna ... 45

6. Total Plate Count (TPC) ... 49

7. Total Kapang Khamir ... 51

8. Uji Pembedaan Rasa dan Aroma Minuman ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 54

B. SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia buah jeruk lemon ... 10

Tabel 2. Komposisi kimia buah jeruk nipis dan jeruk limau per 100 gram berat

dapat dimakan ... 12

Tabel 3. Deskripsi warna berdasarkan 0Hue ... 25 Tabel 4. Total mikroba yang tumbuh pada minuman kontrol (tidak ditambahkan

pengawet) dan minuman yang ditambahkan pengawet selama

penyimpanan ... 35 & 50

Tabel 5. Total kapang-khamir yang tumbuh pada minuman kontrol (tidak

ditambahkan pengawet) dan minuman yang ditambahkan pengawet pada awal dan akhir penyimpanan ... 52


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang buah jeruk ... 8

Gambar 2. Jeruk lemon, jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk limau ... 10

Gambar 3. Diagram alir metodologi penelitian... 23

Gambar 4. Hasil analisis pH minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.3% ... 29

Gambar 5. Hasil analisis pH minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.5% ... 30

Gambar 6. Hasil uji hedonik rasa minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk ... 31

Gambar 7. Hasil uji hedonik aroma minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk .... 32

Gambar 8. Botol gelas yang digunakan untuk mengemas minuman ... 36

Gambar 9. Struktur molekul flavonoid ... 38

Gambar 10. Aktivitas antioksidan minuman fungsional berbasis kumis kucing

pada awal dan akhir penyimpanan ... 39

Gambar 11. Hasil uji hedonik rasa minuman setelah disimpan selama 12 minggu dan minuman yang belum disimpan ... 41

Gambar 12. Hasil ujii hedonik aroma minuman setelah disimpan selama 12

minggu dan minuman yang belum disimpan ... 42

Gambar 13. Pengamatan nilai pH minuman selama 12 minggu penyimpanan ... 43

Gambar 14. Pengamatan nilai TPT minuman selama 12 minggu penyimpanan ... 45

Gambar 15. Derajat kecerahan (nilai L) minuman selama 12 minggu

penyimpanan ... 46

Gambar 16. Derajat warna merah (nilai a) minuman selama 12 minggu

penyimpanan ... 47

Gambar 17. Derajat warna kuning (nilai b) minuman selama 12 minggu

penyimpanan ... 47

Gambar 18. Kisaran warna (0Hue) minuman selama 12 minggu penyimpanan ... 48 Gambar 16. Penampakan visual warna minuman ... 49


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap rasa

minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambah ekstrak berbagai varietas jeruk ... 61

Lampiran 2. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap aroma minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambah ekstrak berbagai varietas jeruk ... 63

Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jeruk ... 65

Lampiran 4. Diagram alir pembuatan ekstrak air daun kumis kucing ... 66

Lampiran 5. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe ... 67

Lampiran 6. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air secang ... 68

Lampiran 7. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak ... 69

Lampiran 8. Diagram alir proses pembuatan larutan stok gula pasir ... 70

Lampiran 9. Diagram alir proes pembuatan larutan stok CMC 1 % ... 71

Lampiran 10. Diagram alir pembuatan larutan stok pengawet (Natrium benzoat,

Kalium Sorbat, dan Kalsium Propionat) 5000 ppm ... 72

Lampiran 11. Diagram Alir Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Kumis

Kucing (per 100 ml minuman) ... 73

Lampiran 12. Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresinya ... 74

Lampiran 13. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai aktivitas antioksidan minuman pada awal dan akhir penyimpanan ... 75

Lampiran 14. Form uji kesukaan ... 76

Lampiran 15. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap rasa

minuman fungsional berbasis kumis kucing setelah disimpan selama 12 minggu ... 77

Lampiran 16. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap aroma

minuman fungsional berbasis kumis kucing setelah disimpan selama 12 minggu ... 79


(24)

Lampiran 17. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai pH minuman selama 12

minggu penyimpanan ... 81

Lampiran 18. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman selama 12

minggu penyimpanan ... 82

Lampiran 19. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai L (kecerahan) minuman

selama penyimpanan ... 83

Lampiran 20. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai a (derajat warna merah)

minuman selama penyimpanan ... 84

Lampiran 21. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai b (derajat warna kuning)

minuman selama penyimpanan ... 85

Lampiran 22. Form isian uji segitiga ... 86

Lampiran 23. Hasil uji segitiga antara produk minuman yang belum disimpan (A) dengan produk minuman yang ditambahkan kalium sorbat (B) dan minuman yang tidak ditambahkan pengawet (C) setelah disimpan 12 minggu ... 87


(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ramuan jamu tradisional merupakan minuman fungsional yang telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat. Ramuan jamu ini biasanya berasal dari tanaman obat dan rempah-rempah. Salah satu tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq). Menurut Mahendra (2005), daun kumis kucing memiliki efek farmakologi seperti antiradang, infeksi kandung kemih, batu saluran kemih dan empedu, asam urat, kencing batu, dan keputihan.

Pemanfaatan kumis kucing menjadi minuman fungsional merupakan hal yang menarik dan potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, formula optimal minuman fungsional berbasis kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan sebesar 621.78 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Activity (AEAC), tidak berbeda nyata (pada taraf signifikansi 5%) dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal dari kumis kucing (650.11 ppm AEAC) (Herold, 2007). Akan tetapi rasa pahit yang terdapat pada ekstrak rebusan daun kumis kucing dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Berdasarkan penelitian Herold (2007), skor kesukaan panelis terhadap citarasa produk minuman fungsional berbasis kumis kucing hanya mencapai skala hedonik yang berkisar antara netral dan suka. Daya simpan minuman fungsional berbasis kumis kucing ini pun masih rendah, terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan mulai terjadi penyimpangan citarasa pada minuman setelah disimpan 9 hari pada suhu ruang (Herold, 2007). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan citarasa dari produk minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk serta optimasi proses pengolahan untuk memperpanjang umur simpan produk.

Jeruk merupakan buah yang sering digunakan sebagai bahan baku untuk membuat minuman. Ekstrak buah jeruk sering ditambahkan ke dalam minuman untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman. Prihantini


(26)

(2003), menambahkan ekstrak jeruk nipis sebagai asidulan yang sekaligus berfungsi untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman fungsional tradisional berbasis jahe dan sereh. Ismiyati (2005), menambahkan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman sari lidah buaya sebagai asidulan untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman. Ekstrak jeruk dipilih sebagai salah satu ingridien yang ditambahkan ke dalam minuman karena mempunyai pH rendah dan juga mengandung minyak esential yang memberikan flavor tertentu.

Jeruk yang digunakan adalah jeruk lemon (Citrus medica var. Lemon), jeruk purut (Citrus hystrix D.C), jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle.), dan jeruk limau (Citrus amblycarpa). Keempat jenis jeruk tersebut memiliki rasa segar dan dan aroma yang disukai. Penambahan ekstrak jeruk-jeruk tersebut diharapkan dapat menutupi rasa pahit pada minuman kumis kucing dengan rasa segar khas jeruk. Keempat jenis jeruk tersebut memiliki rasa dan aroma yang kuat, sehingga penambahan sedikit ekstrak jeruk-jeruk tersebut sudah memberikan rasa dan aroma yang khas. Berdasarkan penelitian Herold (2007), penambahan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing berkorelasi positif dengan citarasa dan aktivitas antioksidan minuman. Oleh karena itu, pada penelitian ini jeruk-jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman adalah jeruk-jeruk yang masih berkerabat dekat dengan jeruk lemon (Sarwono, 1994).

Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya pengolahan dengan panas, penambahan bahan pengawet, pengemasan yang hermetis, dan pengasaman. Proses termal dilakukan pada bahan pangan untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen (Fardiaz, 1992) sehingga adanya proses ini mampu memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Penambahan bahan pengawet dapat memperlambat kerusakan akibat mikroba, pengemasan yang hermetis berguna untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya, sedangkan asam mempunyai pengaruh antimikroorganisme. Berbagai metode pengawetan bahan pangan tersebut telah diterapkan dalam pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing ini, sehingga masa


(27)

simpan minuman dapat lebih panjang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang proses pembuatan minuman fungsional berbasis rempah, khususnya tanaman kumis kucing, sebagai salah satu upaya pemanfaatan rempah-rempah khas Indonesia.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk dan memperpanjang umur simpannya dengan melakukan optimasi pada proses pengolahan.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PANGAN FUNGSIONAL

Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Goldberg (1994) menyebutkan bahwa dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep pangan fungsional.

Pangan fungsional adalah makanan yang mempunyai khasiat kesehatan tertentu berdasarkan pengetahuan. Pangan fungsional mempunyai karakteristik sebagai makanan yaitu karakteristik sensori, baik warna, tekstur, dan citarasanya, serta mengandung zat gizi disamping mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh. Fungsi fisiologis yang diberikan oleh makanan fungsional diantaranya adalah mengatur daya tahan tubuh, mengatur ritmik kondisis fisik, mencegah penuaan, dan mencegah penyakit yang berkaitan dengan makanan. Meskipun mengandung senyawa yang berkhasiat bagi kesehatan, pangan fungsional bukan kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Sampoerno dan Fardiaz, 2001).

Departemen kesehatan Jepang mendefinisikan pangan fungsional sebagai Foods for Spesified Health Use atau FOSHU, yaitu pangan yang diharapkan memiliki efek khusus terhadap kesehatan dikarenakan adanya suatu komponen pada pangan, pangan yang zat alergen di dalamnya telah dihilangkan, dan klaim mengenai efek menguntungkan pangan tersebut telah terbukti secara ilmiah, serta tidak memiliki resiko kesehatan dan kebersihan. Menurut Ichikawa (1994), suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila memenuhi syarat-syarat berikut:

1. dapat digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan 2. manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data


(29)

3. jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi

4. aman dalam diet yang seimbang

5. memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisa yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan pangan dapat ditentukan

6. tidak mengurangi nilai gizi pangan 7. dikonsumsi dengan cara yang wajar

8. tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul, ataupun serbuk 9. berasal dari bahan-bahan alami.

Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, dan asam fitat. Senyawa-senyawa tersebut banyak terkandung dalam sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan obat (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Sampoerno dan Fardiaz (2001) menyatakan bahwa jamu yang disajikan dalam bentuk minuman dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional asal karakteristik sensorinya diatur sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Minuman seperti beras kencur, sari jahe, sari asam, kunyit asam, sari temulawak, bir pletok, dan susu telor madu jahe merupakan contoh minuman asal jamu yang dapat dikembangkan sebagai produk industri minuman fungsional.

B. REMPAH-REMPAH

Kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa latin, yaitu spices aromatacea yang berarti buah-buahan bumi (Farrel, 1990). Rempah-rempah dapat didefinisikan sebagai bagian kering dari suatu tanaman, seperti akar, daun, dan biji yang memberikan flavor tertentu dan memberikan sensasi pedas pada makanan (Hirasa dan Takemasa, 1998). Rempah-rempah yang


(30)

digunakan dalam pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing adalah kumis kucing, secang, jahe, dan temulawak.

Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, keluarga Lamiaceae, genus Orthosiphon, dan spesies Orthosiphon spp. Mahendra (2005), menjelaskan bahwa daun kumis kucing mengandung banyak komponen bioaktif seperti senyawa sinensetin, flavon-flavon, 2 flavonol glikosida, zat samak, saponin, garam kalium, asam-asam organik, tanin, dan minyak atsiri. Daun kumis kucing berkhasiat sebagai peluruh urine (diuretik), antiradang (anti-inflamasi), serta menghancurkan batu kemih.

Jahe (Zingiber officinale Rosc.; Ginger) adalah tanaman herba tahunan yang tergolong famili Zingiberaceae, dengan daun berpasang-pasangan dua-dua berbentuk pedang, rimpang seperti tanduk, dan beraroma. Menurut Kikuzaki (2000), jahe mengandung beberapa komponen bioaktif diantaranya adalah gingerols, shogaols, diarylheptanoids, dan terpenoids. Komponen bioaktif pada jahe diketahui memiliki aktivitas antioksidan, aktivitas antimikroba, aktivitas antihepatotoxic, memiliki efek penghambatan dalam biosintesis prostaglandin, gastroprotective, analgesic, antipyretic, dan antitumor promoting activity.

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis temu-temuan dari divisi Spermatophyta, anak divisi Angiberales, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma dan jenis Curcuma xanthorriza Roxb. (Purseglove et.al., 1981). Ekstrak temulawak telah diketahui mempunyai efek antioksidan. Menurut Kikuzaki (2000), komponen bioaktif yang terdapat dalam temulawak diantaranya adalah curcumin, demethoxycurcumin, dan bisdemetoxycurcumin. Curcumin merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan.

Kayu secang sangat dikenal terutama di Sulawesi sebagai pemberi warna pada air minum yang dikenal sebagai teh secang. Kayu secang juga merupakan salah satu ramuan yang digunakan dalam pembuatan minuman


(31)

tradisional Betawi bir pletok yaitu sebagai pemberi warna. Secara empiris kayu secang dipakai sebagai obat luka, batuk berdarah, penawar racun, sipilis, menghentikan pendarahan, pengobatan pascapersalinan, desinfektan, antidiare dan astringent (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Menurut Zerrudo (1999), sumber zat warna alami secang berasal dari komponen pigmen brazilin yang berwarna merah yang bersifat mudah larut dalam air panas. Brazilin merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya. Berdasarkan aktivitas antioksidannya, brazilin diharapkan mempunyai efek melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal kimia (Moon et al. 1992 seperti dikutip oleh: Winarti dan Nurdjanah, 2005).

C. JERUK

Hampir semua jenis jeruk berasal dari Asia Tenggara, terutama dari India, Cina, dan kepulauan Malaysia. Secara umum, buah jeruk terdiri dari bagian daging buah dan kulit. Bagian daging buah yang dapat dimakan disebut dengan endokarp. Endokarp terdiri atas segmen-segmen yang disebut carpel atau locule. Di dalam segmen-segmen tersebut terdapat kantung-kantung sari buah yang berdinding tipis. Endokarp dikelilingi oleh bagian jeruk yang dinamakan kulit. Kulit buah jeruk terdiri dari flavedo dan albedo. Flavedo merupakan bagian kulit luar yang terletak di bagian bawah lapisan epidermis dan mengandung kromoplas dan kantung minyak, sedangkan kulit bagian dalam yang disebut albedo merupakan lapisan jaringan busa. Bagian tengah buah jeruk disebut dengan core atau central plasenta yang berbatasan dengan biji yang terdapat di dalam segmen (Ting dan Attaway, 1971).

Flavedo mengandung minyak essensial, pigmen karotenoid, dan senyawa steroid, sedangkan albedo kaya akan senyawa selulosa, hemiselulosa, lignin, pektat, dan fenolik. Komposisi dari dinding segmen, kantung sari buah, dan pusat buah tidak banyak berbeda dengan albedo. Sebagian besar gula dan asam sitrat terdapat pada sari buah disamping komponen nitrogen, lipid, senyawa fenolik, vitamin, dan senyawa anorganik (Ting dan Attaway, 1971).


(32)

Gambar 1. Penampang buah jeruk

Komposisi kimia buah jeruk dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keadaan pertumbuhan, varietas, tingkat kematangan, dan iklim. Molekul karbohidrat yang utama dalam jeruk adalah glukosa, fruktosa, dan sukrosa (Araujo, 1977). Selain vitamin A, B1, dan C, jeruk juga mengandung folasin, vitamin B6, riboflavin, niasin, dan asam pantotenat dalam jumlah yang sangat kecil. Sedangkan mineral lainnya adalah Mg, Mn, dan Cu (Araujo, 1977).

Enzim-enzim yang aktif dalam proses metabolisme dan oksidasi komponen kimia adalah pectin esterse, acetyl esterase, phosphate, glutamic acid decarboksilase, cytokrom oksidase, proteinase, ascorbic aksidase, dan phenolase. Aktivitas enzim-enzim tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimia (Hulme, 1971).

Di dalam buah jeruk terdapat asam organik, pektin, serat kasar, zat warna, limonin, minyak esensial, dan unsur-unsur anorganik. Asam organik yang paling banyak terdapat dalam buah jeruk adalah asam sitrat (Vandercook, 1977). Morton dan Macleod (1990), juga menyebutkan bahwa keasaman pada sari buah jeruk disebabkan oleh kehadiran asam sitrat. Nilai total asam biasanya dilaporkan dalam persen asam sitrat.

Senyawa volatil dari buah jeruk sangat penting dalam membentuk aroma dan flavor. Komponen-komponen ini mencakup hidrokarbon terpen, komponen karbonil, alkohol, dan ester yang terdapat pada minyak kulit jeruk dan sedikit pada kantung minyak yang terdapat dalam kantung sari buah (Ting dan Attaway, 1071). Menurut Barry dan Veldhuis (1977), minyak


(33)

kulit jeruk dan senyawa essens volatil dapat terbagi menjadi tiga kelas utama yaitu alkohol, karbonil, dan hidrokarbon. Buettner dan Schieberle (2001) menemukan 25 odorants di dalam jus Valencia late dan jeruk navel menggunakan pengujian stable isotope dilution. Berdasarkan odor activity values (OAVs, rasio konsentrasi terhadap odor threshold) fruity-smelling esters ethyl 2- methylpropanoat, ethyl butanoate, (S)-ethyl 2-methylbutanoat, dan 3a,4,5,7a-tetrahydro-3,6-dimethyl-2(3H )-benzofuranone (wine lactone), aroma grassy (Z)-hex-3-enal, dan citrus like decanal merupakan odorants yang paling potensial dalam kedua jenis jus. Berdasarkan analisis menggunakan GC dan GC-MS terhadap Citrus tamurana Hort. ex Tanaka yang dilakukan Choi et al., (2001), limonene (84.0 %) merupakan komponen terbanyak, diikuti oleh γ-terpinene (6.9 %), myrcene (2.2 %), α-pinene (1.2 %), dan linalool (1.0 %).

Tanaman jeruk termasuk kedalam famili Rutaceae, sub family Aurantiodeae yang terdiri dari 6 genus. Spesies-spesies yang luas dibudidayakan adalah termasuk kedalam genus citrus. Diantaranya adalah jeruk nipis, jeruk keprok, jeruk besar, jeruk lemon, jeruk manis, jeruk grapefruit, dan jeruk asam (Sarwono, 1994).

Berikut ini klasifikasi berbagai varietas jeruk (Sarwono, 1994): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Sub-kelas : Dialypetales Familia : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus medica var. Lemon (jeruk lemon) Citrus amblycarpa (jeruk limau)

Citrus aurantifolia, Swingle (jeruk nipis) Citrus hystrix D.C (jeruk purut).


(34)

Gambar 2. Jeruk lemon, jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk limau

Buah jeruk lemon tidak ada yang dimakan secara langsung karena rasanya sangat masam. Buah ini banyak mengandung pektin dan vitamin C. Aromanya yang sangat sedap dan wanginya yang khas menyebabkan sari buah jeruk lemon banyak dibotolkan sebagai lemon squash atau diminum sebagai sari buah segar (Sarwono, 1994).

Jeruk lemon memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan jeruk-jeruk jenis lain, mulai dari minyak kulit lemon dan manisan kulit lemon. Sari jeruk lemon dapat menghasilkan asam sitrat dan jus lemon. Buah ini juga secara luas dimanfaatkan untuk memberi aroma pada berbagai makanan dan minuman (Hume, 1957).

Tabel 1. Komposisi kimia buah jeruk lemon

Komposisi Kandungan

Air (%)

Energi (kilo kalori) Protein (g)

Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg)

Asam askorbat (mg)

90 20 1 - 6 19 0,4 10 0,03 0,01 0,1 39

Sumber: Woodroof et.al., 1975

Jeruk lemon memiliki karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan asam (Fellers, 1985). Jeruk lemon memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9 ± 3.5 mg gallic acid equiv/100 g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk lemon juga diukur dan dinyatakan dalam µmol vitamin C equiv/g berat dapat dimakan sebesar 42.8 ± 1.0


(35)

µmol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2 yang dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6 ± 0.8 mg/ml (Sun et.al., 2002). Beberapa komponen volatil yang berperan dalam flavor lemon adalah neral, geranial, β-pinene, geraniol, geranyl acetate, bergamotene, caryophyllene, carvyl ethyl ether, frenchyl ethyl eter, methyl epijasmonate (Shaw, 1991 seperti dikutip oleh: Lindsay, 1996).

Jeruk purut memiliki ukuran lebih kecil dari kepalan tangan, berbentuk buah pir, banyak tonjolan sehingga bentuknya susah dipertahankan. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau, hanya buah yang masak benar yang akan berwarna kuning sedikit. Daging buahnya berwarna hijau kekuningan, rasanya sangat masam dan kadang pahit. Kulit buah dapat diparut dan dicampur air untuk bahan pencuci rambut. Juga digunakan dalam masakan dan pembuatan kue, serta dibuat manisan.

Ketiak daun berduri, durinya pendek halus, warnanya hitam dengan ujung kecoklatan. Panjang duri antara 0,2-1 cm. Letak daun berpencar dan silih berganti. Daun berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul dan bertangkai satu. Tangkai daun bersayap lebar, dan bentuknya hampir menyerupai daun. Warna daun hijau kuning, baunya beraroma sedap. Daun tanaman jeruk ini banyak dipakai untuk bumbu macam-macam masakan (Sarwono, 1994). Daun jeruk purut berkhasiat stimulan dan penyegar. Kulit buah berkhasiat stimultan, berbau khas aromatik, rasanya agak asin, kelat, dan lama-kelamaan agak pahit. Buahnya dapat membantu mengatasi gejala influenza, badan terasa lelah, mengatasi rambut kepala yang bau, serta mangatasi kulit bersisik dan mengelupas (Sarwono, 1994).

Jeruk nipis sudah dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Jeruk nipis merupakan buah yang banyak mengandung air dengan rasa yang sangat asam, tetapi mempunyai aroma yang disukai. Jeruk nipis bisa berbuah terus menerus sepanjang tahun dengan produksi 400 buah setiap pohon (Sarwono, 1994).

Jeruk nipis memiliki karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan sangat asam dengan aroma yang tajam (Fellers, 1985). Pemanfaatan jeruk


(36)

nipis cukup luas antara lain ialah sebagai bahan obat tradisional, untuk perawatan kecantikan, untuk penyedap makanan, dan untuk menambah rasa segar pada minuman.

Tabel 2. Komposisi kimia buah jeruk nipis dan jeruk limau per 100 gram berat dapat dimakan

Komposisi Jeruk nipis Jeruk limau Kadar air (g)

Kadar abu (g) Kadar protein (g) Kadar lemak (g) Hidrat arang total (g) Serat (g) Energi (kkal) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Caroten (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Asam askorbat (mg)

88.90 0.40 0.50 0.20 10.00 0.40 44.00 18.00 22.00 0,20 0.004 0,000 0,010 19.70 88.26 0.30 0.70 0.20 10.54 2.80 30.00 33.00 18.00 0.60 0.001 0.03 0.02 29.10

Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1990 dan http:// www.asiamaya.com

Jeruk limau merupakan tumbuhan asli Indonesia. Jeruk ini rasanya asam, dan bau limaunya sangat tajam. Itulah sebabnya jeruk ini dinamakan jeruk limau (Sarwono, 1994). Menurut Sarwono (1994), tanaman jeruk limau merupakan tanaman perdu yang rendah. Banyak sekali bercabang, dan batangnya banyak yang ditumbuhi duri tajam. Daun bertangkai pendek, bersayap kecil, dan bila diremas sedap baunya. Tanaman jeruk limau umumnya diperbanyak dengan cara cangkokan. Buahnya kecil, lebih kecil dibanding jeruk nipis. Kulit buahnya agak segar berbintil-bintil, dan biji di dalam buah sangat banyak.

D. UMUR SIMPAN

Menurut Institute of Food Technologist, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang sesuai dengan harapan konsumen. National Food Prosessor Asosiation mendefinisikan bahwa umur simpan


(37)

adalah suatu produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diiginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah, 2001).

Sistem penentuan umur simpan membutuhkan waktu yang lama untuk menentukan batas penyimpanan akhir suatu produk pada kondisi normal. Menurut Labuza dan Schmild (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah:

1. Jenis dan karakteristik produk pangan

a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar

b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan, sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi Maillard (warna coklat)

2. Jenis dan karakteristik bahan kemasan

Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen)

3. Kondisi lingkungan

a. Intensitas sinar (ultraviolet) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna

b. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.

Pendugaan umur simpan makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya:

1. Metode Konvensional

Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode ESS (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga tercapai mutu kadaluarsa (Arpah, 2001).


(38)

2. Metode Akselerasi

Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut, maka digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan syarief, 2000). Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan.

Umur simpan suatu produk yang dikemas dapat diterapkan dengan metode ASLT. Salah satu metode ASLT adalah metode Arrhenius. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan. Dalam menduga kecepatan penurunan mutu produk pangan selama penyimpanan, faktor suhu dapat diperhitungkan. Pendugaan umur simpan dengan pendekatan model Arrhenius menggunakan perubahan suhu kondisi penyimpanan produk. Kenaikan suhu dapat mempercepat berbagai macam kerusakan yang memperpendek umur simpan dari bahan pangan (Syarief dan Halid, 1993).

Menurut Labuza (1982), reaksi penurunan mutu pada produk pangan mengikuti ordo reaksi nol dan satu, hanya sedikit yang mengikuti ordo reaksi lain.

a. Ordo Reaksi Nol

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi. Penurunan mutu orde reaksi nol artinya penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut:

-dA/dT = k……….(persamaan 2) Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan: At t

∫ dA = ∫ kdt……….(persamaan 3)


(39)

Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

At-Ao = -kt……….(persamaan 4) Dimana: At = jumlah A pada waktu t; A0 = jumlah awal A

b. Ordo Reaksi Satu

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu protein. Penurunan mutu orde reaksi satu artinya kecepatan penurunan mutu yang tidak konstan dan digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:

-dA/dT = kA……….(persamaan 5) Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan:

At t

∫ dA/A = -∫ kdt……….(persamaan 6)

A0 0

Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

ln At - ln Ao = -kt……….(persamaan 7) Dimana: At = jumlah A pada waktu t; A0 = jumlah awal A

3. Metode Numerik

Metode numerik ini biasanya disebut dengan model sorpsi isotermis atau pendekatan kadar air kritis. Umumnya mekanisme perpindahan uap pada makanan terkemas merupakan suatu penyerapan uap air. Untuk menggambarkan laju penyerapan uap air suatu produk pangan biasanya menggunakan alat bantu berupa persamaan matematika yang diharapkan bisa memprediksi umur simpan suatu produk pangan tertentu. Perpindahan uap air melalui kemasan film berhubungan dengan aktivitas di dalam kemasan (Labuza, 1982).

Menurut Labuza (1982), pada pendekatan kadar air kritis, model-model persamaan matematikanya yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan persamaan 8.


(40)

Keterangan:

A : luas permukaan (m2)

Pout : tekanan uap air di luar pengemas (mmHg)

Pin : tekanan uap air di dalam pengemas (mmHg)

Berdasarkan persamaan 8, Labuza (1982) berhasil merumuskan persamaan umur simpan dengan memperhitungkan faktor lingkungan, pengemas, dan sifat fisik produk yang dapat dilihat pada persamaan 9.

Keterangan: t = waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (%bk)

Mi = kadar air awal produk (%bk) Mc = kadar air kritis (%bk)

k/x = permeansi uap air kemasan (gram/hari/m2/mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = berat kering produk dalam kemasan (g) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg)

b = kemiringan kurva isotermik

E. ANALISIS SENSORI

Analisis sensori atau analisis organoleptik adalah identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi dari karakteristik (atribut)


(41)

produk berdasarkan penerimaan melalui kelima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Atribut sensori yang dianalisis dengan penginderaan ini antara lain adalah penampilan, aroma, tekstur dan konsistensi, citarasa, serta suara (Meilgaard, 1999).

Menurur Lindsay (1996), citarasa (flavor) merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh berbagai indera (penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran) pada waktu mengonsumsi makanan. Dari definisi tersebut, flavor meliputi aroma, rasa, dan faktor stimulasi kimia (Meilgaard, 1999). Aroma merupakan persepsi olfactory yang disebabkan oleh senyawa volátil yang dilepaskan dari suatu produk di dalam mulut melalui saraf posterior, rasa merupakan persepsi gustatory (asin, manis, asam, pahit) yang disebabkan oleh senyawa yang larut di dalam mulut, dan faktor stimulasi kimia merupakan rangsangan akhir saraf di dalam membran halus dari buccal dan nasal cavity (pedas (astringen), panas rempah, dingin, menyengat, flavor logam, rasa gurih) (Meilgaard, 1999).

Pada umumnya, analisis organoleptik digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan mutu produk, diantaranya untuk mendapatkan spesifikasi produk pangan, untuk pengawasan mutu produk dalam suatu rangkaian proses produksi, penentuan umur simpan, deteksi bau dan flavor asing dalam bahan pangan, reformulasi produk, pemetaan produk (product mapping), dan penerimaan produk. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan mutu produk, biasanya uji-uji sensori menggunakan kemampuan manusia untuk membedakan, mendeskripsikan, dan mengungkapkan kesukaan mereka. Secara garis besar, analisis sensori terdiri atas tiga jenis yaitu 1) uji pembedaan (difference or discrimination test), 2) uji deskripsi, dan 3) uji afektif (preference and acceptability test) (Meilgaard,1999).

Uji pembedaan digunakan untuk manentukan apakah terdapat perbedaan diantara sampel-sampel yang diujikan. Uji-uji pembedaan biasanya digunakan dalam konteks pengawasan mutu produk, studi umur simpan, dan investigasi bau/flavor asing. Dalam aplikasi ini diperlukan


(42)

kemempuan panelis untuk mendeteksi dan mengenali adanya perbedaan. Uji deskriptif digunakan untuk menentukan karakter dan intensitas perbedaan tersebut. Uji-uji deskripsi lebih tepat digunakan untuk pengembangan produk, reformulasi produk, dan untuk meneliti perbedaan produk percobaan dengan produk komersial. Untuk keperluan uji deskripsi, jenis panel yang diperlukan adalah panel terlatih yang telah melalui proses seleksi dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan dan kecakapan yang akurat. Uji afektif didasarkan pada evaluasi preferensi atau penerimaan untuk menentukan preferensi relatif. Uji-uji afektif yang meliputi preference dan acceptance test bertujuan untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap produk. Panelis yang diperlukan mewakili target populasi konsumen (Meilgaard, 1999; Poste, 1991).

Uji afektif digunakan untuk mengevaluasi kecenderungan subjektif suatu produk berdasarkan properti sensorinya. Hasil uji afektif mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk. Uji afektif umumnya dilakukan menggunakan responden tidak terlatih dalam jumlah besar untuk mengetahui indikasi daya tarik suatu produk dibandingkan produk lainnya (Poste, 1991).

Secara umum terdapat dua macam uji afektif yaitu uji afektif kualitatif dan uji afektif kuantitatif. Metode uji afektif kualitatif terdiri dari focus group, focus panel, dan wawancara personal. Sedangkan metode uji afektif kuantitatif terdiri dari uji kesukaan atau uji hedonik dan uji penerimaan (Meilgaard, 1999). Kata hedonik didefinisikan sebagai “terkait dengan kesenangan”. Uji kesukaan yang disebut dengan uji preferensi ini merupakan metode pengujian yang paling umum dilakukan untuk mengukur kesukaan suatu sampel bila dibanding sampel lain (Poste, 1991).

F. PENGAWETAN PANGAN

Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pengolahan dengan panas, pengurangan kandungan air bebas, pengawetan dengan pendinginan, irradiasi bahan pangan, penambahan bahan pengawet, penurunan pH, dan pengemasan yang hermetis (Desrosier,


(43)

1983). Proses pengolahan dengan panas diantaranya adalah blansir dan pasteurisasi.

Menurut Fardiaz et.al., (1980) blansir adalah pemanasan pendahuluan yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan. Blansir dapat dilakukan dengan menggunakan uap (steam blancher) atau air panas (hot water blancher). Blansir oleh air panas dapat melarutkan dan merusak nilai-nilai gizi pangan. Namun, cara ini lebih sering digunakan karena praktis. Blansir dalam air panas yang berlebihan akan menyebabkan tekstur menjadi lunak, mengurangi flavor dan warna, serta menyebabkan kehilangan nilai gizi (Muchtadi, 1989).

Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dimana semua patogen yang berbahaya bagi manusia akan terbunuh, misalnya bakteri penyebab tuberkulosis (Fardiaz, 1992). Prinsip dari pasteurisasi adalah produk dipanaskan secara singkat sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu, yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi menyebabkan kerusakan sekecil mungkin terhadap produk akibat panas (Woodrof, 1975). Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak bila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersial (Desrosier, 1983). Pasteurisasi membunuh seluruh mikroorganisme psikrofilik, mesofilik, dan sebagian yang bersifat termofilik. Biasanya perlakuan pasteurisasi dipadukan dengan sistem penyimpanan produk pangan dalam suhu rendah yang bertujuan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme termofilik yang suhu pertumbuhan minimumnya cukup tinggi.

Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme. Pertama adalah karena pengaruhnya terhadap pH dan yang lainnya adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai, yang beragam untuk asam-asam yang berlainan. Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6.0-8.0, dan nilai pH di luar kisaran 2.0-10.0 biasanya bersifat merusak (Buckle et.al., 1987).


(44)

Bahan pengawet adalah setiap bahan yang dapat menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukan, pengasaman, atau dekomposisi lainnya didalam atau pada setiap bahan pangan. Bahan pengawet yang sering digunakan untuk pengawet pada bahan makanan adalah asam sorbat, asam benzoat, sulfur dioksida, dan nisin (Buckle et.al., 1987). Efektivitas bahan pengawet ditentukan oleh beberapa faktor: yaitu konsentrasi bahan pengawet, jenis mikroorganisme yang akan dihambat, suhu dan waktu, serta sifat fisik dan kimia dari bahan yang akan diawetkan (Buckle et.al., 1987).

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. Semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah suatu jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan antara bahan pangan segar dan bahan pangan yang telah disimpan dalam waktu tertentu. Kerusakan yang terjadi mungkin saja spontan, tetapi ini sering disebabkan keadaan di luar dan kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et.al., 1987).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Untuk bahan pangan yang beraroma tinggi, umumnya memerlukan kemasan yang dapat menahan keluarnya komponen volatil (Syarief et al., 1989). Pengelompokan dasar dari bahan-bahan pengemas yang digunakan untuk bahan pangan termasuk logam, gelas, plastik, kertas, dan lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan di atas. Kemasan gelas merupakan kemasan yang paling popular penggunaannya dalam bidang pangan. Sebagai bahan kemas, gelas mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan seperti inert (tidak bereaksi), kuat, tahan terhadap kerusakan, sangat baik sebagai barier terhadap benda padat, cair, dan gas (Buckle et.al., 1987).


(45)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe, temulawak, kayu secang, daun kumis kucing, jeruk lemon, jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk limau. Rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.) dan temulawak (Curcuma xantorrhiza) didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan (BALITTRO), Cimangu-Bogor. Kayu secang (Caesalpinia sappan Linn.) didapatkan dari petani di daerah Sumedang. Daun kumis kucing segar (Orthosiphon aristatus BI. Miq) didapatkan langsung dari pekarangan sekitar kampus IPB Darmaga. Berbagai varietas jeruk dibeli dari Giant hypermarket yang ada di Bogor.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), metanol, larutan penyangga asam asetat, akuades, asam askorbat, media Plate Count Agar (PCA) untuk uji total mikroba, media Potato Dextrose Agar (PDA) dan asam tartarat untuk uji total kapang-khamir, serta bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk uji organoleptik. Bahan yang ditambahkan untuk membuat minuman yaitu gula pasir, hidrokoloid Carboxyl Methyl Cellulose (CMC), Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, Kalsium Propionat, dan air minum.

Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe, temulawak, dan jeruk adalah juice extractor, sedangkan untuk mendapatkan ekstrak secang dan kumis kucing diperlukan saringan vakum dan rotary evaporator (rotavapor) untuk pemekatan ekstrak. Untuk mempersiapkan bahan baku diperlukan baskom, pisau, talenan, dan panci. Untuk membuat formulasi minuman digunakan botol kaca, pipet tetes, dan neraca analitik. Untuk sterilisasi botol dan pasteurisasi produk minuman akhir digunakan autoclave dan water bath.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH meter, refraktometer, kromameter, mikropipet, spektrofotometer, alat-alat uji mikrobiologi (cawan petri, inkubator), alat uji organoleptik, dan alat-alat gelas lainnya.


(46)

B. METODE

Metode penelitian dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman untuk menghasilkan citarasa yang paling disukai. Tahap kedua adalah penelitian utama yaitu modifikasi proses pembuatan minuman untuk memperoleh masa simpan minimal 3 bulan dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman untuk menghasilkan citarasa yang paling disukai. Pada tahap ini dilakukan uji hedonik dan pengukuran nilai pH terhadap aplikasi penambahan ekstrak empat varietas jeruk yaitu jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle.), jeruk lemon (Citrus medica var. Lemon), jeruk limau (Citrus amblycarpa), dan jeruk purut (Citrus hystrix D.C). Dari tahap ini ditentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman, yaitu yang mempunyai nilai kesukaan tertinggi dan dapat menurunkan nilai pH menjadi < 4.5.

2. Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan dilakukan dengan memodifikasi proses pembuatan minuman untuk memperoleh masa simpan minuman minimal 3 bulan dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan. Modifikasi proses yang dilakukan adalah dengan menerapkan proses termal, pengasaman (penurunan pH), dan optimasi pengawet. Proses termal yang diterapkan adalah pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 800C selama 30 menit. Proses pengasaman dilakukan dengan menambahkan ekstrak jeruk purut sebagai asidulan alami. Optimasi pengawet dilakukan untuk melihat efektivitas jenis pengawet terhadap perpanjangan umur simpan minuman. Pengawet yang digunakan yaitu sodium benzoat, kalium sorbat, dan kalsium propionat pada konsentrasi 500 ppm. Pada uji stabilitas minuman selama penyimpanan parameter yang diamati adalah karakteristik citarasa (uji


(47)

hedonik menggunakan 30 orang panelis), aktivitas antioksidan, dan total kapang-khamir yang dilakukan pada awal dan akhir penyimpanan (Minggu ke-0 dan minggu ke-12), serta nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut (TPT), derajat warna minuman (nilai L dan 0Hue), dan total mikroba dalam minuman (metode Total Plate Count) yang diamati setiap dua minggu selama tiga bulan. Uji pembedaan dilakukan terhadap sampel yang mempunyai nilai kesukaan tertinggi setelah disimpan 12 minggu dibandingkan dengan sampel yang belum disimpan.

Analisis nilai pH dan uji sensori

Pengamatan kestabilan

minuman: analisis organoleptik, pH, TPT, TPC, total kapang-khamir, warna, aktivitas antioksidan Tidak

Apakah masa simpan minuman lebih dari 3 bulan?

Ya

Minuman fungsional berbasis kumis kucing

Gambar 3. Diagram alir metodologi penelitian Modifikasi proses formulasi

(pasteurisasi, penurunan pH, dan optimasi pengawet)

Penyimpanan minuman formula optimal selama 3 bulan pada

suhu ruang

Penentuan ekstrak varietas jeruk yang ditambahkan dalam formulasi


(48)

3. Analisis

a. Nilai pH (SNI 01-2891-1992)

Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH. Kemudian celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh yang diperiksa, sesuai suhu dari contoh. Catat dan baca harga pH pada skala pH meter yang ditunjukkan jarum.

b. Total Padatan Terlarut (AOAC 932.12, 1995)

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Filtrat sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan, arahkan menghadap cahaya, lalu dilakukan pembacaan. Nilai yang terbaca dicatat sebagai 0Brix. Sebelum dan setelah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol untuk memastikan tidak ada partikel yang tersisa pada prisma refraktometer.

c. Derajat Warna, Metode Hunter (Hutching, 1999)

Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters CR 200. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah berukuran seragam (misalnya cawan petri). Parameter yang seharusnya diukur adalah L* untuk lightness atau kecerahan, a* untuk derajat warna merah dan b* derajat warna kuning. Namun pada kromameter tersebut nilai L a, b tidak dapat dimunculkan. Nilai yang dapat dimunculkan hanya parameter nilai Y, x, y. Nilai tersebut harus dikonversi terlebih dahulu menjadi nilai L, a, dan b. Konversi nilai tersebut dapat dilihat melelui rumus berikut (DeMan, 1997):

Z = Y (1-x-y) / y X = x (Y+Z) : (1-x) L = (Y/0,01)1/2

a = (17,85 X – 0,175 L2) / 0,1 L b = (0,07 L2 – 5,929 Z) /0,1 L


(49)

Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung 0Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan 0Hue = arc tan (b/a) (Tabel 3).

Tabel 3.Deskripsi warna berdasarkan 0Hue o

Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna 18 – 54

54 – 90 90 – 126 126 – 162 162 – 198 198 – 234 234 – 270 270 – 306 306 – 342 342 – 18

Red (R) Yellow Red (YR)

Yellow (Y) Yellow Green (YG)

Green (G) Blue Green (BG)

Blue (B) Blue Purple (BP)

Purple (P) Red Purple (RP)

d. Total Mikroba (Total Plate Count) (Maturin dan Peeler, 2001)

Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2, dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml.

Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 370C selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.


(50)

e. Total Kapang Khamir (Maturin dan Peeler, 2001)

Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2, dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PDA (Potato Dextrose Agar) steril sebanyak 15-20 ml.

Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 300C selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah kapang khamir dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.

f. Uji hedonik (Poste et al., 1991)

Uji yang paling umum digunakan untuk mengukur derajat kesukaan suatu sampel adalah uji hedonik. Dalam uji ini sampel diberi kode dan disajikan secara seragam. Penyajian sampel disajikan secara acak untuk masing-masing panelis dan prosedur pengujiannya dituliskan dalam kuisioner. Sampel dapat disajikan secara simultan atau dalam satu waktu. Respon dari panelis berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka) sampai dengan 7 (sangat suka).

g. Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Kubo et al., 2002, Molyneux, 2003) Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil radical-scavenging). Formula minuman yang terdiri dari campuran kelima ekstrak rempah dengan formula optimal digunakan sebagai sampel pengujian aktivitas antioksidan. Asam askorbat digunakan sebagai standar pembanding terhadap aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh formula minuman. Oleh karena itu, aktivitas antioksidan minuman akan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan


(51)

aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Secara spesifik, metode pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.

Dicampur 2 ml larutan buffer asetat (pH 5.5),

3.75 metanol, dan 200 µl larutan DPPH 3 mM dalam metanol ↓

Divorteks larutan campuran ↓

Ditambah 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan ↓

Diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit ↓

Dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada λ = 517 nm

h. Uji Segitiga (Meilgaard et.al., 1999).

Uji segitiga dilakukan dengan menyajikan tiga sampel berkode yang terdiri dari dua sampel sama (A) dan satu sampel beda (B). Instruksikan kepada panelis bahwa dua sampel sama dan satu sampel berbeda. Panelis diminta untuk menganalisa sampel secara berurutan dari kiri ke kanan dan memilih satu sampel yang beda dari ketiga sampel tersebut.


(1)

Lampiran 18. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman selama 12 minggu penyimpanan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TPT

13831.280a 28 493.974 34578.200 .000

.009 3 .003 .200 .895

12.817 6 2.136 149.533 .000

2.451 18 .136 9.533 .000

.400 28 .014

13831.680 56 Source

Model pengawet minggu

pengawet * minggu Error

Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) a.

Kesimpulan: faktor minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman (α=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi nilai TPT antar perlakuan.

Post Hoc Tests

minggu

Multiple Comparisons

Dependent Variable: TPT Dunnett t (2-sided)a

.0000 .05976 1.000 -.1632 .1632

.0000 .05976 1.000 -.1632 .1632

.0000 .05976 1.000 -.1632 .1632

.0000 .05976 1.000 -.1632 .1632

-.8000* .05976 .000 -.9632 -.6368

-1.2500* .05976 .000 -1.4132 -1.0868

(J) minggu 0

0 0 0 0 0 (I) minggu 2

4 6 8 10 12

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.


(2)

Lampiran 19. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai L (kecerahan) minuman selama penyimpanan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: L

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 15347.786(a) 10 1534.779 1302.236 .000 pengawet 3.536 3 1.179 1.000 .415 minggu_ke 21.929 6 3.655 3.101 .029

Error 21.214 18 1.179

Total 15369.000 28

a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)

Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap kecerahan minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kecerahan minuman (α=0.05) sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai L antar minggu penyimpanan.

Post Hoc Tests

minggu_ke

Multiple Comparisons

Dependent Variable: L Dunnett t (2-sided)a

.2500 .76765 .999 -1.9223 2.4223

-.2500 .76765 .999 -2.4223 1.9223

.5000 .76765 .966 -1.6723 2.6723

-.7500 .76765 .832 -2.9223 1.4223

.7500 .76765 .832 -1.4223 2.9223

2.2500* .76765 .041 .0777 4.4223

(J) minggu_ke 0

0 0 0 0 0 (I) minggu_ke 2

4 6 8 10 12

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.


(3)

Lampiran 20. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai a (derajat warna merah) minuman selama penyimpanan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: a

15.249a 10 1.525 55.444 .000

.236 3 .079 2.855 .066

.784 6 .131 4.749 .005

.495 18 .028

15.744 28

Source Model pengawet minggu_ke Error Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .951) a.

Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a (derajat warna merah) minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai a (α=0.05) sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai a antar minggu penyimpanan.

Post Hoc Tests

minggu_ke

Multiple Comparisons

Dependent Variable: a Dunnett t (2-sided)a

-.0495 .11727 .996 -.3813 .2824

-.2002 .11727 .369 -.5320 .1317

-.1307 .11727 .747 -.4625 .2011

.0002 .11727 1.000 -.3316 .3321

.0027 .11727 1.000 -.3291 .3345

-.4950* .11727 .003 -.8268 -.1632

(J) minggu_ke 0

0 0 0 0 0 (I) minggu_ke 2

4 6 8 10 12

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.

Kesimpulan: nilai a pada penyimpanan 2 sampai 10 minggu tidak berbeda nyata dengan nilai a minuman pada minggu ke-0, sedangkan nilai a pada penyimpanan 12 minggu berbeda nyata dengan nilai a minuman pada minggu ke-0


(4)

Lampiran 21. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai b (derajat warna kuning) minuman selama penyimpanan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: b

840.736a 10 84.074 446.957 .000

.543 3 .181 .962 .432

4.582 6 .764 4.060 .010

3.386 18 .188

844.122 28

Source Model pengawet minggu_ke Error Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .994) a.

Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b (derajat warna kuning) minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai b (α=0.05) sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai b antar minggu penyimpanan.

Post Hoc Tests

minggu_ke

Multiple Comparisons

Dependent Variable: b Dunnett t (2-sided)a

-.2465 .30668 .917 -1.1143 .6213

.7070 .30668 .137 -.1609 1.5748

.7128 .30668 .132 -.1550 1.5806

.6189 .30668 .226 -.2489 1.4867

.4843 .30668 .441 -.3835 1.3521

.9933* .30668 .022 .1255 1.8611

(J) minggu_ke 0

0 0 0 0 0 (I) minggu_ke 2

4 6 8 10 12

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.

Kesimpulan: nilai b pada penyimpanan 2 sampai 10 minggu tidak berbeda nyata dengan nilai b minuman pada minggu ke-0, sedangkan nilai b pada penyimpanan 12 minggu berbeda nyata dengan nilai b minuman pada minggu ke-0


(5)

Lampiran 22. Form isian uji segitiga

Nama :

Tanggal :

Sampel : Minuman fungsional

Instruksi :

Lakukan pengujian terhadap ketiga sampel berkode secara berurut dari kiri ke kanan dari segi rasa dan aroma. Tentukan satu yang berbeda dari ketiga sampel tersebut. Pengujian hanya boleh dilakukan satu kali dan tidak diperkenankan melakukan pengulangan pengujian. Beri tanda (V) pada kode sampel yang berbeda.

SET 1

Kode sampel Respon

SET 2

Kode sampel Respon

Komentar:

……… ……… ………


(6)

Lampiran 23. Hasil uji segitiga antara produk minuman yang belum disimpan (A) dengan produk minuman yang ditambahkan kalium sorbat (B) dan minuman yang tidak ditambahkan pengawet (C) setelah disimpan 12 minggu

No. Panelis A terhadap B A terhadap C B terhadap C

1 Catrien 1 0 0

2 Sherly 1 1 1

3 Harist 1 1 1

4 Yusi 1 1 0

5 Sobur 1 1 1

6 Suhendri 0 1 0

7 Sioe cen 1 1 1

8 Lutfi 1 1 0

9 Rhais 1 1 1

10 Iqbal 1 1 1

11 Faried 1 1 0

12 Ety 1 1 1

13 Willine 1 1 0

14 Verawaty 1 1 0

15 Mega 1 1 1

16 Indri 1 1 1

17 Rina 1 1 0

18 Riska 1 1 1

19 Nona 1 1 1

20 Muji 1 1 0

Jumlah benar 19 19 11

Keterangan : 1 = respon jawaban benar 0 = respon jawaban salah Jumlah panelis : 20

Berdasakan tabel critical number of correct responses in a triangel test, pada tingkat α = 0.05 untuk jumlah panelis sebanyak 20 orang, minimum jumlah jawaban benar yang dibutuhkan untuk menunjukkan signifikansi adalah 11 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk minuman setelah disimpan 12 minggu berbeda nyata dengan produk minuman yang belum disimpan. Begitu juga dengan produk minuman yang tidak ditambahkan pengawet setelah disimpan 12 minggu berbeda nyata dengan minuman yang ditambahkan kalium sorbat setelah disimpan 12 minggu.