23
yang paling baik. Skor tertinggi menunjukkan bahwa produk tersebut lebih disukai dibandingkan dengan skor yang lebih rendah. Penggunaan skala 1-9 dapat menggambarkan secara lebih detil nilai
kesukaan dari panelis pada uji hedonik Lawless dan Heymann 1999. Tabel 1. Skala pada uji hedonik
Skala 1-9 Skala 1-7
1 = Amat sangat tidak suka 2 = Sangat tidak suka
3 = Tidak suka
4 = Agak tidak suka
5 = Biasa saja 6 = Agak suka
7 = Suka 8 = Sangat suka
9 = Amat sangat suka 1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak ska 3 = Agak tidak suka
4 = Biasa saja 5 = Agak suka
6 = Suka 7 = Sangat suka
Penggunaan skala hedonik dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan antara sampel yang diuji, sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik komoditas yang
sejenis atau produk yang sedang dalam tahap pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. Data yang diperoleh dari hasil uji hedonik biasanya dianalisis menggunakan
ANOVA Analysis of variance dan jika ada perbedaan digunakan uji lanjut seperti Duncan. Perlakuan terbaik dapat ditentukan dengan metode perbandingan eksponensial MPE Setyaningsih et
al. 2010.
2.4. PANGAN FUNGSIONAL
Dasar pemilihan terhadap jenis makanan yang akan dikonsumsi, tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan perut, atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat serta
penampilan yang menarik, tetapi juga mempertimbangkan potensi aktivitas fisiologis komponen yang dikandungnya terhadap kesehatan tubuh. Oleh karena itu, istilah pangan fungsional mulai dikenal
oleh masyarakat. Definisi pangan fungsional yang diterima secara universal belum ada hingga saat ini
Robertfroid 2000 diacu dalam Wijaya 2007. Pemahaman dan definisi yang bervariasi berdampak pada kesulitan penyamaan persepsi dalam komunikasi internasional terutama yang terkait dengan
publikasi ilmiah dan regulasi. Meskipun demikian, beberapa organisasiasosiasi professional telah mengemukakan beberapa usulan definisi. International Food Information Council IFIC
mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan keuntungan bagi kesehatan melebihi nilai nutrisi dasarnya. Definisi yang serupa juga dikemukakakan oleh International Life
Science Institute ILSI Amerika Utara. Health Canada mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang serupa dengan penampakan pangan konvensional, dikonsumsi sebagai bagian dari diet
umumnya, memiliki keunggulan fisiologis dan atau mengurangi risiko penyakit kronis melebihi fungsi nutrisi dasarnya. Institute of the National Academy of Sciences membatasi pangan fungsional pada
produk yang mengandung satu atau lebih ingridien yang konsentrasinya telah dimodifikasi atau dimanipulasi guna meningkatkan kontribusinya pada diet yang menyehatkan. Institute of Medicine’s
24
Food and Nutrition Board di USA mengusulkan definisi pangan fungsional sebagai suatu produk pangan atau ingridien yang memberikan keuntungan kesehatan melebihi kandungan nutrisi
tradisionalnya. Pangan fungsional menurut konsensus pada The First International Conference on East West
Perspective on Functional Food 1996 adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi konvensional
yang terkandung di dalamnya. Pangan fungsional masih menjadi tren dalam perkembangan pangan dunia saat ini Wijaya 2007. Pangan fungsional di dunia barat dipandang sebagai suatu revolusi,
dicerminkan dengan perkembangan pangan fungsional yang sangat cepat dalam dunia industri pangan mereka saat ini. Pangan fungsional di dunia timur telah menjadi bagian dari kultur selama baerabad-
abad. Komponen yang biasanya ditambahkan oleh produsen pangan fungsional di Amerika Serikat adalah vitamin, produsen pangan fungsional di Asia lebih suka menambahkan ekstrak tumbuhan
alami, sedangkan masyarakat Eropa lebih fokus kepada bakteri asam laktat Winarno dan Kartawidjajaputra 2007.
Definisi pangan fungsional menurut BPOM 2005 adalah pangan yang secara alamiah atau yang telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian
ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional adalah produk olahan pangan yang selain membawa komponen gizi, juga mengandung
senyawa aktif yang berdampak positif pada pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, penampilan fisik atau pada kondisi spiritual state of mind seseorang Tejasari 2003. Meskipun
demikian, pangan fungsional bukan berupa obat melainkan berupa makanan atau minuman. Pangan fungsional adalah jenis pangan atau produk pangan yang memiliki ciri-ciri fungsional sehingga
berperan dalam perlindungan atau pencegahan, pengobatan terhadap penyakit, peningkatan kinerja fungsi tubuh optimal seperti produksi kerja, belajar, fungsi intelek, dan reproduksi, dan
memperlambat proses penuaan Karyadi 2000. Hal tersebut sejalan dengan definisi pangan fungsional menurut Goldberg 1994 dan Hasler 1995, yaitu produk olahan pangan yang berfungsi
dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit untuk mencapai kesehatan tubuh optimal. Pengertian pangan fungsional menurut Winarno dan Kartawidjajaputra 2007 adalah makanan
kesehatan yang berfungsi memelihara kesehatan dan mungkin mencegah penyakit preventif bukan menyembuhkan kuratif. Oleh sebab itu, pangan fungsional tidak perlu melewati pengujian ketat
sebelum dipasarkan dan juga tidak diawasi secara ketat oleh pemerintah. Pangan fungsional yang berupa minuman hendaknya memperhatikan aspek sensori rasa, bau, dan warna sehingga dapat
disukai oleh konsumen. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan, namun hanya boleh memuat pernyataan minuman ini diperkaya dengan atau mengandung
suatu zat yang bermanfaat bagi kesehatan, harus jelas sasaran golongan konsumen penggunanya, dan tidak memuat peringatan yang terkait dengan kesehatan.
Pangan fungsional atau Foods for Spesified Health Use FOSHU menurut Departemen Kesehatan Jepang adalah pangan yang diharapkan memiliki efek khusus terhadap kesehatan
dikarenakan adanya suatu komponen pada pangan, pangan yang zat alergen di dalamnya telah dihilangkan, dan klaim mengenai efek menguntungkan pangan tersebut telah terbukti secara ilmiah,
serta tidak memiliki risiko kesehatan dan kebersihan. Konsep pangan fungsional dikembangkan dengan tujuan khusus untuk meningkatkan kebugaran tubuh dan pengurangan risiko terhadap
penyakit. Beberapa istilah yang dikenal oleh masyarakat internasional mengenai pangan fungsional,
novel food, medical food, nutraceutical, dan lain-lain adalah sebagai berikut Winarno 2002b:
25
1. nutraceutical adalah suatu istilah yang popular di AS, merupakan kombinasi nutrisional dan
pharmaceutical untuk mengelompokkan klasifikasi baru bagi pangan hasil pengolahan tertentu. Nutraceutical di beberapa negara lain dipandang sebagai pangan dalam bentuk kapsul, powder
atau pil, namun nutraceutical di AS dipandang sebagai senyawa atau suatu komposisi yang berbentuk sebagai makanan yang memiliki fungsi fisiologis yang mampu memperbaiki kesehatan
termasuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Jadi, nutraceutical dapat berbentuk pangan, suplemen pengolahan medical food, dan tidak ada perbedaan yang jelas antara konsep pangan
fungsional dan nutraceutical. 2.
novel food adalah suatu produk pangan yang sebelumnya tidak dikonsumsisecara luas dan umum. Novel food di negara Uni Eropa adalah pangan yang berasal dari ganggang atau algae, mikroba,
dan jamur fungi. Jadi, pangan fungsional tidak harus berarti novel food, misalnya puree blueberry dan sari prune dimasukkan ke dalam pangan fungsional tetapi bukan novel food.
3. designer foods adalah pangan yang secara alami mengandung fitokimia atau pangan yang
diperkaya dengan fitokimia, yang tidak mewakili senyawa gizi atau senyawa bioaktif. Designer foods dapat membantu menurunkan risiko penyakit kanker.
4. synbiotics adalah produk yang mengandung baik probiotik maupun prebiotik. Kombinasi antara
probiotik dan prebiotik menghasilkan suatu pengaruh yang sinergis yang dapat memperbaiki kesuburan pertumbuhan bakteri baik dalam flora usus.
5. medical foods termasuk kategori pangan khusus yang diberikan kepada pasien berdasarkan
dignosa. Medical foods diberikan kepada pasien yang memerlukan zat gizi khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh menu regular sehari-hari dan merupakan bagian dari pengobatan.
6. natural remedies dikelompokkan sebagai obat yang komponen aktifnya berasal dari alam. Produk
tersebut harus diolah seminimal mungkin dan biasanya berasal dari sayuran, binatang ternak, atau kultur bakteri. Produk tersebut harus memiliki bukti ilmiah dan telah digunakan secara tradisional
tetapi mungkin belum digunakan pada manusia. Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan tidak
hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh Goldberg 1994. Pangan fungsional mempunyai karakteristik sebagai makanan yaitu
karakteristik sensori, baik warna, tekstur, dan citarasanya, serta mengandung zat gizi di samping mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh. Fungsi fisiologis yang diberikan oleh rnakanan fungsional
diantaranya adalah mengatur daya tahan tubuh, mengatur ritmik kondisi fisik, mencegah penuaan, dan mencegah penyakit yang berkaitan dengan makanan. Meskipun demikian, pangan fungsional bukan
berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami Sampoerno dan Fardiaz 2001. Pangan fungsional secara sekilas hampir mirip dengan obat, karena mempunyai efek menyehatkan
tubuh, tetapi terdapat perbedaan di antara keduanya. Obat hanya dikonsumsi pada saat-saat tertentu saja tidak dapat dikonsumsi setiap hari, sedangkan pangan fungsional dapat dikonsumsi setiap hari.
Suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional jika memenuhi syarat-syarat berikut Ichikawa 1994:
1. pangan tersebut dapat digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan;
2. pangan tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan dan pemenuhan gizi yang berdasarkan data
ilmiah; 3.
jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi; 4.
pangan tersebut aman dalam diet yang seimbang; 5.
pangan tersebut memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisa yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan pangan dapat ditentukan;
6. pangan tersebut tidak mengurangi nilai gizi pangan;
26
7. pangan tersebut dikonsumsi dengan cara yang wajar;
8. pangan tersebut tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul, ataupun serbuk;
9. pangan tersebut berasal dari bahan-bahan alami.
Pangan fungsional juga hendaknya memberikan fungsi tertentu ketika dicerna dan memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, misalnya: memperkuat pertahanan tubuh, mencegah penyakit
tertentu, memulihkan kondisi tubuh setelah sakit, memperlambat proses penuaan, dan lain-lain. Sifat fungsional pangan ditimbulkan oleh adanya zat aktif pangan yang termasuk zat gizi,
maupun zat non gizi dan memiliki karakteristik tergantung pada kelompok senyawanya Tejasari 2003. Zat aktif pada pangan yang berasal dari tumbuhan disebut senyawa fitokimia. Senyawa
fitokimia mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui memiliki
fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, protease inhibitor, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, dan asam fitat. Senyawa-senyawa tersebut banyak terkandung
dalam teh hijau, sayuran, kacang-kacangan, tanaman rempah, dan obat Tejasari 2003 dan Winarti Nurdjanah 2005. Sampoerno dan Fardiaz 2001 menyatakan bahwa jamu yang disajikan dalam
bentuk minuman dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional jika karakteristik sensorinya diatur sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.
Pangan fungsional dirancang sebagai pangan yang secara efektif mampu mereduksi jumlah penyakit-penyakit yang erat kaitannya dengan gaya hidup baru. Sifat fungsional fitokimia yang
menjadi andalan pangan fungsional dapat diklasifikasikan sebagai berikut Winarno dan Kartawidjajaputra 2007:
1. antioksidan berfungsi memodifikasi kerusakan oksidatif sehingga dapat menjadi pertahanan
tubuh terhadap stress oksidatif; 2.
antimutagen dan antikarsinogen berfungsi mencegah timbulnya kanker; 3.
antimikroba dan antivirus berfungsi mencegah timbulnya penyakit infeksi; 4.
peningkatan fungsi saluran pencernaan misalnya serat pangan, probiotics, prebiotics; 5.
immunomodulator berfungsi menstimulir fungsi imunitas tubuh; 6.
anti inflammantory agents berfungsi mencegah timbulnya radang; 7.
cerebroactive atau neuroregulator berfungsi memperbaiki kondisi psikologis dan fungsi susunan syaraf;
8. antihypertensive berfungsi mencegah tekanan darah tinggi;
9. hypocholesteromic agents berfungsi menurunkan kadar kolesterol dalam plasma darah;
10. dimiished allergenicity berfungsi menghilangkan alergenitas;
11. antidiabetogenic berfungsi mencegah timbulnya diabetes;
12. prevention of osteoporosis berfungsi mencegah osteoporosis.
Penelitian di bidang pangan yang paling banyak dilakukan saat ini adalah penelitian tentang pangan fungsional. Penelitian-penelitian tersebut di antaranya adalah penelitian tentang aktivitas dari
suatu bahan atau ingridien, pencarian komponen bioaktif aktivitas antioksidan merupakan topik yang banyak diminati, teknologi untuk penyertaan komponen aktif dalam produk pangan agar diperoleh
dosis yang efektif, rekayasa bahan baku sebagai upaya pengkayaan kandungan nutrisi dan komponen bioaktif pada tanaman, dan pengembangan pangan fungsional dengan fungsinya terhadap
performa dan “mood” Wijaya 2007. Pangan fungsional dapat mendatangkan keuntungan baik bagi konsumen, pemerintah, maupun
industri pangan. Pangan fungsional dapat menguntungkan konsumen karena dapat dilakukan pencegahan terhadap timbulnya berbagai macam penyakit, meningkatkan system imunitas,
memperlambat proses penuaan, dan meningkatkan penampilan fisik. Pangan fungsional
27
menguntungkan pemerintah karena dapat menurunkan biaya yang diperlukan untuk menurunkan kesehatan rakyatnya. Pangan fungsional memberikan kesempatan yang tidak terbatas kepada industri
pangan untuk secara inovatif memformulasi produk tersebut dengan memperhatikan penampilan produk, citarasa, dan klaim kesehatan yang dibuktikan secara ilmiah Muchtadi dan Wijaya 1996.
Tren pengembangan produk pangan fungsional menurut Wijaya 2007 di antaranya adalah produk-produk konfeksioneri, produk-produk susu, produk siap saji, snack, minuman energi,
minuman oksigen, minuman yang diperkaya dengan serat, minuman rasa buah, dan minuman berbasis herbal. Pengembangan produk pangan tersebut memiliki beberapa tantangan di antaranya adalah
penelitian yang terpadu dan komunikasi yang efektif kepada konsumen. Produk-produk tersebut tidak akan memberikan keunggulan dan keuntungan bagi kesehatan jika tidak secara efektif
terkomunikasikan kepada konsumen. Informasi menjadi sangat penting agar hasil-hasil penelitian ilmiah pangan fungsional dapat dipahami dengan jelas, seimbang, tidak salah persepsi, dan mencegah
isu yang menyesatkan. Pangan fungsional memberikan peluang manfaat di satu sisi dan peluang mengelabui di sisi
lain Wijaya dan Astawan 2001. Rambu-rambu yang jelas untuk mengatur klaim atas khasiat produk pangan diperlukan agar dapat mengatasi hal tersebut. Jepang telah meregulasi secara spesifik untuk
mengatur proses penyetujuan suatu produk sebagai pangan fungsional Hasler 1998. Regulasi pangan Eropa tentang peraturan pelabelan pangan 79112EEC secara spesifik melarang
pencantuman atribut yang terkait dengan pencegahan, pengobatan, perlakuan pada penyakit manusia atau referensi apapun yang terkait. Uni Eropa di sisi lain mengembangkan dan menetapkan
pendekatan ilmiah pada pembuktian yang menunjang produk pangan fungsional menjadi dua tipe klaim, yaitu: tipe A klaim “enhanced function “ dan tipe B klaim”reduction of disease risk “.
Amerika Serikat telah memperbolehkan klaim”reduction of disease risk “ pada produk-produk pangan tertentu sejak tahun 1993. Klaim kesehatan tersebut berada di bawah penanganan FDA Food and
Drug Administration dengan didasarkan pada totalitas publisitas bukti-bukti ilmiah yang tersedia dan adanya persetujuan nyata di antara para ahli yang berkompeten terhadap klaim dari produk yang
dipasarkan. Klaim pada label yang digunakan pada pangan fungsional dapat berupa klaim struktur fungsi dan klaim mengurangi risiko penyakit. Codex Alimentarius pada tahun 1999 mengajukan dua
tipe klaim kesehatan yang serupa dengan di Uni Eropa, yaitu tipeA dan B pada rancangan rekomendasi untuk klaim kesehatan. Cina dan Filipina memperbolehkan klaim kesehatan pada
produk pangan selama ditunjang dengan bukti-bukti yang cukup. Negara lainnya termasuk Singapura dan Malaysia saat ini belum membolehkan klaim kesehatan dari suatunproduk pangan.
Meskipun demikian, pemasaran nutraceutical dan pangan fungsional secara umum belum terregulasi dengan baik Baghchi et al. 2004.
Wijaya 2007 mengungkapkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap pangan fungsional di antaranya adalah usia, tingkat pendidikan, manfaat kesehatan, rasa,
kebutuhan, budaya, dan keunggulan yang diklaim berdasarkan penelitian-penelitian ilmiah. Hal yang perlu diperhatikan agar pangan fungsional dapat diterima oleh konsuman adalah citarasa. Citarasa
yang kurang baik tetap tidak bisa diterima meskipun pangan tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan.
Pangan indigenous Indonesia yang berasal dari warisan nenek moyang yang mencerminkan budaya khas Indonesia sebenarnya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi pangan fungsional.
Pengembangan pangan fungsional di Indonesia sangat manjanjikan jika dikelola dengan tepat. Hal tersebut didukung oleh latar belakang kultur yang ada, populasi yang tinggi, dan sumber daya alam
yang sangat beragam.
28
Jamu telah dikenal oleh nenek moyang kita secara empiris sebagai minuman yang berkhasiat untuk kesehatan, kebugaran, dan identik dengan obat yang mujarab seperti: wedang Jawa: minuman
jahe, wedang secang, sekoteng, serbat, beras kencur, bandrek memiliki khasiat mencegah masuk angin, demam, dan menghangatkan badan. Hasil penelitian terakhir menunjukkan ekstrak jahe segar
dapat menekan proliferasi sel kanker leukemia. Selain itu juga, bir pletok yang terbuat dari bermacam-macam rimpang dan rempah alami berkhasiat meningkatkan stamina.
Masyarakat Indonesia memiliki kepercayaan terhadap kemujaraban penyembuhan jamu, namun tidak banyak bukti ilmiah yang dapat mendukungnya. Masyarakat Indonesia diperkirakan
sekitar 70-80 mengonsumsi segelas jamu setiap hari. Empat fungsi dasar yang terdapat dalam jamu, yaitu: menyembuhkan penyakit, mencegah terjadinya serangan penyakit dan mempertahankan kondisi
kesehatan tubuh dengan cara meningkatkan sirkulasi darah metabolisme tubuh, menyembuhkan sakit kepala dan sakit sejenisnya dengan cara mengurangi infeksi dan membantu proses pencernaan,
dan mengoreksi terjadinya malfungsi organ tubuh Winarno dan Agustinah 2007. Pangan tradisional banyak yang memenuhi persyaratan sebagai pangan fungsional tetapi
informasinya masih terbatas, sehingga diperlukan adanya kajian khusus dan inventori pangan khas nusantara yang tergolong sebagai pangan fungsional. Selain itu juga, pemberian informasi yang
seluas-luasnya kepada masyarakat diperlukan agar masyarakat memiliki pemahaman yang benar terhadap pangan fungsional Winarno dan Kartawidjajaputra 2007.
Ketentuan pokok mengenai pangan fungsional yang terbaru telah dikeluarkan oleh BPPOM RI no. HK 00.05.52.0685, sedangkan mengenai klaim pangan fungsional diatur dalam lampirannya.
Pangan fungsional tidak harus berupa produk yang diolah secara modern dan mahal, tetapi juga dapat berupa produk yang diolah secara sederhana, bahkan bisa disiapkan sendiri di rumah. Jadi,
pengetahuan dan kesadaran mengenai pentingnya peran pangan dalam menjaga kesehatan dan kebugaran yang disertai dengan data-data ilmiah yang ada merupakan dasar untuk mengetahui pangan
fungsional.
2.5. MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING