Proses Penyamakan Kulit PENELITIAN UTAMA

27 Bilangan peroksida yang diperoleh pada penelitian ini adalah 24 tidak berbeda jauh dengan penelitian Setiawan 2008 yaitu sebesar 23 meq1000 g minyak Tabel 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi pada minyak mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang diperoleh. Peroksida yang terbentuk pada minyak disebabkan beberapa faktor sebagaimana faktor yang mempengaruhi nilai bilangan iod. Jika pada pengukuran bilangan iod, kerusakan minyak dilihat dari penurunan jumlah ikatan rangkap pada minyak, sedangkan pada pengujian bilangan peroksida dilihat dari banyaknya oksigen yang terikat pada asam lemak tidak jenuh akibat proses oksidasi. Berdasarkan Tabel 6, bilangan asam yang diproleh dari minyak biji karet adalah sebesar 15 mg KOHg minyak. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Setiawan 2008 yaitu 12 mg KOHg minyak, namun sangat jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani 2008 yaitu 2 mg KOHg minyak. Bilangan asam menunjukkan seberapa banyak jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak akibat proses hidrolisis. Semakin tinggi nilai bilangan asam suatu minyak, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakannya karena jumlah molekul trigliserida yang terhidrolisisnya pun lebih banyak. Dengan demikian, kualitas dari minyak tersebut akan semakin rendah. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak dapat terjadi karena proses pengolahan penyiapan bahan.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Proses Penyamakan Kulit

Penyamakan dapat dilakukan dengan menggunakan satu bahan penyamak single tanning atau beberapa bahan penyamak. Setiap bahan penyamak akan menghasilkan kulit samak dengan karakteristik tertentu. Suatu bahan penyamak dapat menghasilkan karakteristik yang baik pada sifat tertentu namun kurang baik pada sifat lainnya. Untuk itulah perlu digunakan bahan penyamak lebih dari satu. Sehingga dengan menggunakan 28 bahan penyamak lebih dari satu diharapkan dapat menggabungkan sifat- sifat baik dari bahan penyamak yang digunakan. Zat penyamak sangat banyak jenisnya, bisa berupa penyamak nabati, sintetis, mineral, dan penyamak minyak Anonim, 2008. Penggunanan bahan penyamak ini tergantung dari karakter produk yang ingin dihasilkan. Pada penelitian ini digunakan dua bahan penyamak. Bahan penyamak yang pertama adalah Relugan GT 50 yang termasuk ke dalam jenis penyamak aldehida. Relugan GT 50 digunakan sebagai bahan penyamak awalpretanning. Bahan penyamak ini menghasilkan kulit samak dengan karakteristik penyebaran lemak yang sangat luas, menghasilkan kulit samak yang halus, berwarna kekuningan, mempunyai permeabilitas udara dan daya tahan yang baik Anonim, 2009. Namun, kulit samak yang dihasilkan adalah tipis dan mempunyai daya serap air yang kurang baik. Bahan penyamak kedua adalah minyak biji karet. Penyamakan minyak menghasilkan kulit samak yang lebih halus, lebih tebal, dan daya serap air yang lebih tinggi. Kulit yang telah berhasil disamak minyak, akan berwarna coklat tua, setelah melalui proses oksidasi. Keberhasilan proses penyamakan dapat dilihat dari suhu pengerutan Ts kulit samak. Suhu pengerutan didefinisikan sebagai suhu dimana terjadi pengerutan kulit yang paling ekstrim. Suhu pengerutan kulit samak aldehida adalah 80-85 o C Suparno, 2009b. Semakin tinggi suhu pengerutan, maka mutu kulit samak akan semakin baik, yang menunjukkan stabilitas hidrothermal kulit tersebut tinggi. Pada penelitian, ini shrinkage temperature test kulit samak dilakukan sebanyak dua kali, yaitu setelah pretanning dan setelah penyamakan minyak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari masing- masing bahan penyamak tersebut. 29 20 40 60 80 S uhu P e ng e rut a n o C 1.5 3 4.5 Konsentrasi Relugan GT 50 a. Suhu Pengerutan Setelah Pretanning Pada pengukuran suhu pengerutan setelah Pretanning dari berbagai persentase Relugan GT 50 yang digunakan menunjukkan nilai yang berkisar antara 70 o C sampai dengan 80 o C. Nilai suhu pengerutan tertinggi yaitu dihasilkan pada persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 sedangkan suhu pengerutan terendah terjadi pada perlakuan dengan persentase Relugan GT 50 sebesar 1,5. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 8a. Gambar 8a. Histogram hubungan antara persentase Relugan GT 50 dan suhu pengerutan setelah pretanning. Hasil analisis ragam, setelah pretanning untuk parameter shrinkage temperature test seluruh perlakuan menujukkan bahwa faktor bahan pretanning Relugan GT 50 berpengaruh terhadap suhu pengerutan kulit samak yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan dari ketiga taraf faktor persentase Relugan GT 50, konsentrasi 1,5; konsentrasi 3,0; dan konsentrasi 4,5 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 adalah konsentrasi terbaik yang akan memberikan nilai suhu pengerutan tertinggi. Menurut Mann 2000 pada proses penyamakan, didapatkan keuntungan yang lain. Karena terjadinya proses penyamakan, kulit menjadi lebih tahan terhadap kenaikan suhu. Sifat ini merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari penggunaan kulit samak. Dari hasil analisis ragam setelah penyamakan minyak untuk parameter suhu pengerutan seluruh perlakuan menujukkan bahwa faktor 30 bahan pretanning Relugan GT 50 berpengaruh sangat nyata terhadap suhu pengerutan, sedangkan persentase minyak biji karet tidak berpengaruh terhadap suhu pengerutan kulit samak, begitu juga dengan interkasinya dengan Relugan GT 50. Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan ketiga taraf faktor persentase Relugan GT 50, konsentrasi 1,5, 3,0, dan 4,5 menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata, semakin tinggi persentase Relugan GT maka suhu pengerutan juga akan mengalami peningkatan. Pada persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 proses pretanning berlangsung lebih sempurna. Proses pretanning bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan kulit pada saat proses oksidasi sekaligus mempersiapkan kulit agar lebih mudah tersamak pada proses penyamakan minyak. Kulit yang tersamak sempurna hanya mengalami sedikit pengerutan dan lebih tahan terhadap suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit yang kurang tersamak Kana gy, 1977. Kulit yang telah disamak akan mempunyai jumlah ikatan silang yang lebih banyak yang dapat menstabilkan protein kolagen pada kulit, sehingga lebih tahan terhadap pengaruh perlakuan dari luar Purnomo, 1985. Semakin tinggi suhu pengerutan, maka semakin baik mutu kulit samak yang dihasilkan. Suhu pengerutan kolagen berkaitan erat dengan kestabilannya. Ketika kestabilan berkurang karena kehilangan ikatan hidrogen, adanya zat yang dapat memecah ikatan hidrogen atau kerusakan yang disebabkan oleh zat kimia, maka akan lebih sedikit energi yang diperlukan untuk memecahkan ikatan hidrogen tersebut, dan suhu pengerutan juga akan menurun. Sebaliknya adanya bahan yang dapat memicu terjadinya ikatan antarkolagen, seperti misalnya pada proses penyamakan akan meningkatkan ketahanan enzimatis dan suhu pengerutan Brown, 1958. Oleh karena itulah, semakin besar persentase Relugan GT 50 yang digunakan maka suhu pengerutan juga semakin meningkat. Persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 menghasilkan kulit samak yang lebih stabil dibandingkan dengan konsentrasi lebih rendah. 31 20 40 60 80 S uhu P e ng e rut a n o C 1.5 3 4.5 Konsentrasi Relugan GT 50 kons entra s i Mi nya k 10 kons entra s i Mi nya k 20 kons entra s i Mi nya k 30 Namun demikian, seperti pada proses penyamakan minyak dengan minyak ikan bahwa proses penyamakan minyak cenderung tidak meningkatkan nilai suhu pengerutan dan sekaligus suhu pengerutan bukanlah satu-satunya faktor yang mentukan mutu kulit samoa, maka penelitian utama tetap dilakukan pada seluruh taraf Relugan GT 50 yang digunakan. Diharapkan dengan kegiatan tersebut akan didapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh jumlah Relugan GT 50 terhadap mutu kulit samoa, interaksinya dengan minyak biji karet dan pada akhirnya dapat ditentukan jumlah Relugan GT 50 terbaik dari berbagai taraf yang digunakan, yang bisa digunakan dalam proses penyamakan minyak. b. Suhu Pengerutan Setelah Penyamakan Minyak Pada pengukuran suhu pengerutan setelah penyamakan minyak dari berbagai persentase Relugan GT 50 yang digunakan menunjukkan nilai yang berkisar antara 69,5 o C sampai dengan 76,5 o C. Gambar 8b. Pada umumnya lebih rendah jika dibandingan sebelum dilakukan penyamakan minyak. Nilai suhu pengerutan tertinggi dihasilkan pada persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 dan persentase minyak 20, sedangkan suhu pengerutan terendah terjadi pada perlakuan dengan persentase Relugan GT 50 sebesar 1,5 dan persentase minyak 20. Gambar 8b. Histogram hubungan antara persentase Relugan GT 50, persentase minyak dan suhu pengerutan setelah penyamakan minyak. Penggunaan minyak akan meningkatkan beberapa parameter mutu kulit samoa, seperti kehalusan kulit yang lebih baik dan daya 32 serap air yang lebih tinggi. Namun sampai pada taraf tertentu penambahan minyak justru akan menurunkan mutu kulit samak, misalnya sifat fisik kulit samak. Hal ini terlihat dari sifat fisik kulit samak seperti misalnya suhu pengerutan yang pada taraf penambahan minyak biji karet sebesar 10 dan 20 suhu pengerutannya tetap, namun pada taraf 30 nilai suhu pengerutan mengalami sedikit penurunan. Selain menurunkan nilai suhu pengerutan, penggunaan minyak juga akan berpengaruh terhadap bau dan warna kulit samoa, semakin tinggi jumlah minyak yang digunakan maka nilai bau dan warna kulit samoa akan semakin menurun. Menurut Suparno 2009b, bahan aktif penyamakan minyak adalah minyak tak jenuh, yang dapat d imodelkan dengan asam linoleat. CH 3 CH 2 4 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 7 CO 2 OH yang diketahui dapat berpolimerisasi. Reaksi tersebut berbasiskan pada pembentukan senyawa-senyawa aldehida, terutama karena proses tersebut diikuti dengan pelepasan akrolein, CH 2 =CHCHO, yang telah digunakan sebagai salah satu elemen pengendalian mutu. Namun, akrolein sendiri tidak dapat digunakan dalam pembuatan kulit samoa Covington, 2009. Sharphouse 1985, menyimpulkan penyamakan minyak sebagai fiksasi produk-produk oto-oksidasi resin atau minyak terhadap serat protein dalam bentuk seperti pembungkus. Hal ini mungkin dalam bentuk polimer dan tahan terhadap air pencuci basa dan pelarut-pelarut umum. Menurut Suparno 2009b, hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matriks polimer dalam matriks kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamakan aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatan- ikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen terpisahberjauhan, sebagai suatu bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket. 33 Menurut Covington di dalam Suparno 2009b model tersebut memberikan sebuah rasional untuk menerangkan tiga ciri penting kulit samoa :

1. Stabilitas hidrotermal. Suhu pengerutan kulit samoa adalah sedikit

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk & Curt.) di Lapangan

0 34 64

Respon Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemotongan Akar Tunggang Dan Pemberian Air Kelapa

2 37 54

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53