Kadar Minyak Kadar Abu

45 1 2 3 4 5 6 7 K a da r M iny a k 1.5 3 4.5 Konsentrasi Relugan GT 50 kons entra s i Mi nya k 10 kons entra s i Mi nya k 20 kons entra s i Mi nya k 30 air pada waktu 2 jam kulit samak yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya baik pada waktu 2 jam maupun 24 jam. Secara keseluruhan nilai daya serapa air kulit samoa minyak biji karet telah memenuhi SNI BSN, 1990, yang bernilai sekitar 100 2 jam dan 200 24 jam, namun sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit samoa minyak ikan Suparno, et al., 2009. Secara garis besar daya serap air pada waktu 24 jam lebih tinggi jika dibandingkan dengan daya serap air pada waktu 2 jam, semakin lama waktu penyerapan maka akan semakin banyak air yang terserap oleh kulit dan akan tetap pada saat tercapai titik jenuhnya.

b. Sifat Kimia Kulit

1. Kadar Minyak

Pada kulit samak, kadar minyak yang rendah menunjukkan kualitas yang lebih baik. Hal ini dapat mengurang efek bau, efek berminyak serta menunjukkan bahwa kegiatan penyamakan berlangsung secara lebih baik. Gambar15. Histogram hubungan antara persentase Relugan GT 50,persentase minyak dan kadar minyak. Berdasarkan data hasil penelitian ini, nilai kadar minyak untuk semua sampel kulit berada pada kisaran antara 2,5-6,0 Gambar15. Bila dilihat secara keseluruhan, nilai kadar minyak 46 masih masuk dalam SNI BSN, 1990 yaitu dibawah 10. Kadar minyak tertinggi terdapat pada perlakuan dengan persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 dan persentase minyak biji karet 20, sedangkan nilai yang terendah terdapat pada perlakuan dengan persentase Relugan GT 50 sebesar 3,0 dan persentase minyak biji karet 10. Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor persentase Relugan GT 50 dan persentase minyak biji karet tidak berpengaruh terhadap kadar minyak kulit samak. Begitu juga dengan interaksi keduanya. Kadar minyak dalam kulit samak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti terlihat pada Gambar15, semakin tingi minyak yang digunakan, kadar minyak pada kulit juga semakin tinggi. Minyak yang berlebih pada proses penyamakan minyak dapat dihilangkan pada proses pencucian dengan menggunakan air alkalin hangat Suparno, 2008. Dengan demikian, kandungan minyak yang masih tertinggal dalam kulit hasil penyamakan minyak sangat tergantung kepada proses pencucian yang dilakukan. Selain itu, kadar minyak pada kulit juga dipengaruhi oleh proses Pretanning, misalnya tahap pengapuran kulit. Proses pengapuran bertujuan untuk melarutkan epidermis dan menghidrolisa lemak serta zat-zat yang tidak diperlukan pada proses penyamakan sehingga sewaktu proses pengapuran sebagian lemak pada kulit akan terbuang.

2. Kadar Abu

Nilai kadar abu dalam penelitian ini berkisar antara 1,2- 1,7 Gambar16. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan dengan persentase Relugan GT 50 sebesar 4,5 dan persentase minyak biji karet 10, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan dengan persentase Relugan GT 50 sebesar 3,0 dan persentase minyak biji karet 10. 47 1 2 3 K a da r A bu 1.5 3 4.5 Konsentrasi Relugan GT 50 kons entra s i Mi nya k 10 kons entra s i Mi nya k 20 kons entra s i Mi nya k 30 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa, faktor persentase Relugan GT 50 dan persentase minyak biji karet tidak berpengaruh terhadap kadar abu kulit samak. Begitu juga dengan interaksi keduanya. Keterangan : : Kulit samoa minyak ikan Gambar 16. Histogram hubungan antara persentase Relugan GT 50, persentase minyak dan kadar abu. Secara umum, kadar abu mempunyai nilai yang sama. Kadar abu pada kulit dipengaruhi oleh bahan mineral tersebut antara lain K, Ca, Fe, P dan umumnya sebagai garam khlorida, sulfat, karbonat, dan fosfat; sedikit SiO 2 , ZN, Ni, As, Fe,dan S. Bila dilihat secara keseluruhan, nilai kadar abu masih masuk dalam SNI BSN, 1990 yakni dibawah 5, sekaligus lebih rendah jika dibandingkan kadar abu kulit samoa minyak ikan yang bernilai sekitar 3 Suparno, et al., 2009. Hal ini menujukkan bahwa kulit samoa minyak biji karet memiliki mutu yang lebih baik jika dibandingkan dengan kulit samoa minyak ikan.

3. pH

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk & Curt.) di Lapangan

0 34 64

Respon Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemotongan Akar Tunggang Dan Pemberian Air Kelapa

2 37 54

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53