24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Persentase Bagian-Bagian Biji Karet
Biji karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet yang diperoleh dari Ciseeng, Bogor. Biji karet tersebut masih dalam keadaan
belum dikupas masih memiliki tempurung. Biji karet kemudian ditentukan persentase bagian-bagiannya. Penentuan persentase bagian-bagian biji karet
dilakukan dengan cara mengambil biji karet sebanyak 15 buah secara acak dengan 3 kali ulangan. Biji karet dipecahkan, dipisahkan antara daging biji
dan tempurungnya kemudian dilakukan penimbangan. Hasil yang didapatkan tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase kulit dan daging biji karet
No. Bobot 15
Biji Karet
gram Daging
Biji gram
Kulit Biji tempurung
gram Daging
Biji Kulit Biji
tempurung
1 34,26
17,48 16,78
51,02 48,98
2 35,82
18,31 17,51
51,12 48,88
3 34,62
17,68 16,94
51,07 48,93
Rat a-
rata 34,90
17,82 17,08
51,07 48,93
Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa biji karet yang digunakan dalam penelitian memiliki persentase daging biji yang sedikit
lebih besar daripada persentase kulit bijinya. Hal ini hampir sama dengan penelitian Andayani 2008 yang menyatakan bahwa persentase daging biji
karet terdiri dari sekitar 51 persen daging biji dan sekitar 49 persen kulit biji, namun agak sedikit berbeda dengan hasil penelitian Silam 1999, yang
menyatakan bahwa biji karet memiliki persentase daging biji yang lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase kulit bijinya, yaitu secara
umum dalam setiap biji karet terdiri dari 48-50 persen daging biji dan 50-52 persen kulit biji. Hal ini bisa saja terjadi karena persentase daging dan kulit
25 biji karet ini dapat berbeda-beda tergantung dari jenis klon, lama
penyimpanan biji karet, dan kadar air biji karet Nadarajapillat
Wijewantha, 1967. 2.
Karakterisasi Minyak Biji Karet
Minyak yang diperoleh kemudian di uji sifat fisiko dan kimianya. Beberapa sifat fisiko-kimia tersebut adalah bobot jenis, viskositas, warna,
bilangan asam, persen FFA, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan peroksida. Sifat Fisiko-kimia minyak merupakan parameter yang
menujukkan kualitas minyak. Data hasil penelitian sifat kimia minyak dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik minyak biji karet dan minyak ikan
No Sifat fisika kimia
Nilai A
B Minyak ikan
1 2
3 4
5 6
7 8
Bobot jenis gcm
3
Viskositas centistokes Warna unit PtCo
Bilangan iod g iod100 g minyak Bilangan penyabunan mg KOHg minyak
Bilangan peroksida meq1000 g minyak Bilangan asam mg KOHg minyak
Persen FFA 0,94
48,4 2713
113 350
24 15
5,8 0,93
67,3 2713
115 357
23 12
5,8 0,92
160 4077
146 185
30 2
1 0,92
- 6106
148 168
14 0,19
5,8 Sumber : A = Setawan 2009
B = Andayani 2008 = Suparno 2009a
Bilangan iod adalah parameter penting yang menentukan apakah minyak bisa digunakan untuk proses penyamakan atau tidak. Dari hasil
penelitian pada Tabel 6 di atas, diperoleh bilangan iod sebesar 113 g iod100 g minyak. Nilai tesebut lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya oleh Andayani 2008 yaitu 146 g iod100 g minyak dan Setiawan 2009 yaitu 115 g iod 100 g minyak. Menurut Suparno 2006,
minyak biji karet memiliki nilai bilangan iod yang tinggi yaitu lebih dari 120. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat
digunakan untuk penyamak kulit. Nilai bilangan iod yang lebih rendah ini dimungkinkan karena minyak biji karet telah mengalami kerusakan, baik
pada saat sebelum ekstraksi, saat ekstraksi maupun setelah ekstraksi.
26 Kerusakan pada minyak sebelum ekstraksi dapat terjadi misalnya
karena penyimpanan. Ketika minyak masih dalam jaringan biji, kerusakan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, dan mikroorganisme dalam biji yang
menyebabkan terjadinya proses hidrolisis. Biji karet yang diperoleh dalam penelitian ini tidak diketahui berapa lama telah disimpan. Hal ini tidak dapat
dipastikan karena keterbatasansulitnya memperoleh biji karet yang masih baru pada saat penelitian, sehingga minyak biji karet yang dihasilkan juga
mempunyai mutu yang lebih rendah. Kerusakan yang lain juga dapat terjadi pada saat proses ekstraksi maupun karena penyimpanan minyak.
Reaksi yang sering terjadi dan menurunkan kualitas minyak adalah reaksi oksidasi dan polimerisasi. Proses oksidasi dapat terjadi pada proses
ekstraksi minyak. Adanya kontak dengan udara luar, pemanasan, oksigen akan berikatan dengan ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Proses
tersebut mengakibatkan ketidakjenuhan minyak berkurang karena ikatan rangkap pada asam lemak menjadi ikatan tunggal sehingga nilai bilangan
iodnya berkurang. Semakin tinggi pemanasan yang diberikan maka semakin banyak minyak yang teroksidasi. Proses oksidasi merupakan proses utama
yang berperan dalam menurunkan ketidakjenuhan minyak. Proses ini dapat dipercepat oleh suhu yang tinggi, adanya senyawa peroksida termasuk
minyak yang teroksidasi, enzim lipoksidase, katalis logam, dan katalis Fe- organik Lea, 1962.
Berdasarkan Tabel 6, nilai bilangan penyabunan adalah sebesar 350 mg KOHg minyak. Nilai tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan Andayani 2008, besarnya bilangan penyabunan minyak biji karet adalah sebesar 185 mg KOHg minyak.
Namun tidak jauh berbeda dengan penelitian Setiawan 2009 yaitu sebesar 357 mg KOHg minyak. Perbedaan nilai yang diperoleh dengan penelitian
Andayani 2008 dimungkinkan disebabkan karena sebagian besar asam lemak yang terekstraksi adalah asam lemak yang berantai pendek, sehingga
bobot molekul minyak rendah. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada
minyak yang mempunyai berat molekul tinggi Ketaren, 1986.
27 Bilangan peroksida yang diperoleh pada penelitian ini adalah 24
tidak berbeda jauh dengan penelitian Setiawan 2008 yaitu sebesar 23 meq1000 g minyak Tabel 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
oksidasi pada minyak mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang diperoleh. Peroksida yang terbentuk pada minyak disebabkan beberapa
faktor sebagaimana faktor yang mempengaruhi nilai bilangan iod. Jika pada pengukuran bilangan iod, kerusakan minyak dilihat dari penurunan jumlah
ikatan rangkap pada minyak, sedangkan pada pengujian bilangan peroksida dilihat dari banyaknya oksigen yang terikat pada asam lemak tidak jenuh
akibat proses oksidasi. Berdasarkan Tabel 6, bilangan asam yang diproleh dari minyak biji
karet adalah sebesar 15 mg KOHg minyak. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Setiawan 2008 yaitu 12 mg
KOHg minyak, namun sangat jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani 2008 yaitu 2 mg KOHg minyak. Bilangan
asam menunjukkan seberapa banyak jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak akibat proses hidrolisis. Semakin tinggi nilai
bilangan asam suatu minyak, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakannya karena jumlah molekul trigliserida yang terhidrolisisnya pun
lebih banyak. Dengan demikian, kualitas dari minyak tersebut akan semakin rendah. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak dapat terjadi karena
proses pengolahan penyiapan bahan.
B. PENELITIAN UTAMA