TUJUAN MANFAAT RUANG LINGKUP USAHA SANITASI PERALATAN

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mi instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang luas penyebarannya Haryadi, 1992. Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik dan daya tahan yang cukup tinggi Harper,et al,1979. Hal ini didukung juga oleh perilaku masyarakat yang cenderung menginginkan hal yang lebih praktis dalam mendukung kegiatan sehari- hari. Salah satu produsen mi instan di Indonesia adalah PT. X. PT. X pada divisi mi telah beroperasi selama 18 tahun. Selama ini produk PT. X sudah memenuhi standar GMP Good Manufacturing Practice dan HACCP Hazards Analysis and Critical Control Points dan sudah menerapkan sistem ISO 22000 dan dalam implementasinya sudah mendapat sertifikasi dari badan sertifikasi HACCP tahun 2006 dari Lembaga Terpadu IPB dan ISO 22000 tahun 2009. Meskipun demikian berdasarkan data dari QC Quality Control diperoleh informasi bahwa produk mi PT. X masih pernah ditemukan cemaran mikroba, namun masih sesuai standar SNI. Salah satu penyebab terjadinya cemaran mikroba pada produk mi adalah perilaku dari para karyawan yang dalam penerapan GMP dan HACCP seringkali masih kurang konsisten dalam pelaksanaannya, khususnya dalam masalah higiene dan sanitasi, sehingga permasalahan ini perlu dikaji ulang agar penerapan sanitasi lebih efektif dari yang ada sekarang. Dalam industri pangan, khususnya industri mi instan, sanitasi yang baik menjadi hal yang sangat penting. Sanitasi yang tidak baik dapat memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap produk pangan, dalam hal ini mi instan. Sanitasi juga berkaitan dengan masa simpan produk. Oleh karena itu, pelaksanaan sanitasi yang baik seyogianya menjadi perhatian utama dalam industri pangan. Sanitasi di industri pangan umumnya meliputi sanitasi peralatan atau mesin, sanitasi pekerja, dan sanitasi lingkungan. Pada industri mi instan, aplikasi sanitasi terutama pada tahap setelah proses penggorengan perlu dikendalikan dengan lebih baik mengingat produk sudah selesai diproses untuk mencegah terjadinya rekontaminasi pada produk. Rekontaminasi pasca proses pengolahan mie instan berpotensi terjadi pada tahap-tahap pendinginan dan pengemasan. Oleh karena itu, sanitasi fasilitas pendinginan dan pengemasan mi instan, lingkungan area dan penanganan handling oleh karyawan perlu dikendalikan dengan ketat agar tidak terjadi kontaminasi pada produk. Evaluasi hasil pencucian dan sanitasi alat maupun mesin, higiene karyawan dan lingkungan merupakan hal yang menentukan terhadap kontrol kualitas dan keamanan mikrobiologi pada produk akhir. Oleh karena itu evaluasi efektivitas sanitasi pada alat dan mesin, higiene karyawan dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting dilakukan secara periodik.

1.2 TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk : 1 Mengevaluasi sumber-sumber rekontaminasi produk pada area pendinginan dan pengemasan, 2 Mengevaluasi efektivitas sanitasi mesin dan peralatan serta ruangan pada area pendinginan dan pengemasan, 2 3 Mengevaluasi efektivitas higiene karyawan dalam lingkungan penndinginan dan pengemasan,

1.3 MANFAAT

1 Diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis kepada calon sarjana teknologi pangan tentang sanitasi dan higiene pada titik-titik kritis 2 Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dan memberi rekomendasi dalam penerapan higiene dan sanitasi yang efektif, khususnya setelah penggorengan pada area dimana produk telah selesai diproses area pendinginan dan pengemasan agar tidak terjadi rekontaminasi. II. PROFIL PERUSAHAAN

2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

2.1.1 Sejarah perusahaan

PT. X didirikan pada tahun 1983, merupakan salah satu dari tujuh anak perusahaan Wicaksana Grup yang bergerak dalam usaha distributor. Pada tahun 1988, PT X dialihkan ke produksi mi instan. Pabrik PT X didirikan di Ciawi, Bogor diatas tanah seluas 6 ha pada bulan Desember 1992. Pabrik mulai beroperasi pada bulan Juni 1993 dan dipasarkan di daerah JABODETABEK. Pada awal produksi, hanya diluncurkan lima flavour, yaitu dua flavour untuk mi kuah Kari Masalla dan Sup Ayam Paris dan tiga flavour untuk mi goreng Manalagi, Goreng Jawa, Masalla. Saat ini PT X telah mengembangkan beberapa produk seperti mi cup dalam berbagai rasa, mi kering mi telur, saus, kecap, dan produk yang terbaru adalah sosis siap makan. Pabrik PT X juga didirikan di Tanjung Morawa, Medan, dan Surabaya tetapi hanya memproduksi tepung terigu dan mi instan saja, sedangkan bumbunya di pasok dari pabrik di Ciawi, Bogor. Selain untuk konsumsi dalam negeri, produk mi instan dari PT X juga diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Rusia, Belanda, Swedia, Singapura, Australia, dan Arab Saudi. Sampai saat ini, PT X telah semakin berkembang dengan didirikannya pabrik di Beijing, Kuala Lumpur, dan Seoul. Selain itu diproduksi pula snack, chilli sauce, terasi, dan juga sarden kaleng. PT. X memiliki tujuan organisasi yang tertuang dalam kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Dalam menjalankan usahanya, PT. X memiliki visi, yaitu menjadi salah satu “Food Marketing Company” terkemuka di Asia, pada tahun 2015. Misi dari PT. X untuk mencapai visi tersebut antara lain: a membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia SDM secara berkesinambungan dan menghasilkan produk yang bermutu sesuai kebutuhan perusahaan, b mengembangkan jenis-jenis produk yang bermutu sesuai kebutuhan pasar dan c meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara optimal.

2.1.2 Visi dan Misi

Visi dan misi tersebut didukung pula dengan komitmen perusahaan, yakni PT. X tidak akan menggunakan bahan yang haramtidak jelas kehalalannya serta tidak akan memproduksi makanan dan minuman yang haram menurut syariat Islam. Perusahaan senantiasa akan mengikuti ketentuan- ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM dalam memproduksi makanan dan minuman yang baik dan halal, dimana dalam implementasinya perusahaan telah mendapatkan sistem jaminan keamanan pangan dan sistem HACCP.

2.1.3 Lokasi Perusahaan

PT. X, yang berlokasi di Bogor terletak di Jl. Raya Ciawi-Sukabumi Km 2,5 Ciawi, dengan luas areal perusahaan sekitar 6 Ha dan luas bangunan pabrik 2,2 Ha serta sisanya adalah untuk 4 lapangan olahraga, pengolahan limbah, power house, mushola dan lain-lain. Ruang lingkup usaha PT. X adalah memproduksi mi instan dan bumbu untuk mi instan. PT. X Ciawi, Bogor dalam menjalankan usahanya memiliki lokasi yang cukup strategis, karena tidak terlalu jauh dari jalan Tol Jagorawi dan terdapat sarana transportasi yang cukup memadai, sehingga mempermudah distribusi. Selain itu, lokasi pabrik berada di daerah yang cukup sejuk, sehingga hawa panas dari proses produksi tidak begitu terasa dan masih tersedia sumber air tanah dengan kualitas yang baik sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneia Nomor 907 MENKES VIII2002 mencakup persyaratanparamater fisik, kimiawi, mikrobiologi dan kimia anorganik. Bangunan pabrik terdiri dari pos satpam, musholla, koperasi, kantor, gudang material, gudang terigu, gudang karton, gudang barang jadi, produksi mi, produksi bumbu, kantin, poliklinik, power house, workshop, serta areal limbah. Denah pabrik dapat dilihat pada Lampiran 11. 2.1.4 Struktur Organisasi Pimpinan tertinggi PT. X adalah direktur. Direktur membawahi semua departemen yang ada. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manajer untuk bertanggung jawab langsung kepada direktur. Tugas dan wewenang dari masing-masing bagian dari struktur organisasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Direktur a Memimpin kegiatan operasional perusahaan. b Menetapkan dan menjalankan operasional perusahaan. c Memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pada setiap bidang berdasarkan instruksi dari direktur. d Mengkoordinasi para kepala bagian pada bidang terkait untuk memimpin pelaksanaan tugas secara operasional. e Menerima laporan pelaksanaan tugas dari masing-masing manajer. f Menetapkan dan menjalankan fungsi manajemen perusahaan baik kedalam maupun keluar. 2. Manager a. Purchasing and Traffic Manager i Bertanggung jawab atas kelancaran lalu lintas barang antar seksi, serta pembelian bahan baku dari perusahaan lain. ii Mengontrol dan memonitor serta menyediakan sarana untuk kelancaran produksi dan jalannya perusahaan. b. HRM Human Relation Manager Bertanggung jawab terhadap manajemen perusahaan dan hubungannya dengan masyarakat. c. FAM Finance Accounting Manager Bertanggung jawab dalam mengatur manajemen keuangan mengontrol pemasukan dan pengeluaran uang d. MGM Manufacturing General Manager Menjaga kelancaran proses produksi agar tercapai tingkat efisiensi yang tinggi. e. RDM Research and Development Manager i. Bertanggung jawab atas perkembangan produk serta pengawasan mutu. ii. Mencari dan meneliti formula agar diterima masyarakat. f. GMM General Marketing Manager 5 i. Bertanggung jawab atas riset pasar, promosi dan penjualan produk secara umum ii. Mengendalikan dan memonitor pemasaran produk agar produk dapat laku dipasaran. g. FMMM Factory Maintenance Machine Manager Bertanggung jawab atas penanganan dan pengembangan mesin serta ketersediaan suku cadang untuk kelangsungan proses produksi. 3. Kepala Bagian a Memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas operasional masing- masing pada bagian yang lebih spesifik. b Memberi masukan pada manajer tentang penilaian terhadap hasil kerja para karyawan pabrik yang berada pada bagian masing-masing. 4. Supervisor a Bertanggung jawab atas kelangsungan dan kelancaran kegiatan produksi pada seksi produksinya b Bersama-sama dengan operator lainnya menjamin kesinambungan dan kemantapan kerja seksi produksinya

2.2 RUANG LINGKUP USAHA

PT. X merupakan industri yang telah menghasilkan berbagai macam produk makanan antara lain mi instan dengan 52 jenis dimana 32 jenis rasa untuk pasar domestik dan 20 jenis rasa untuk pasar ekspor, 2 jenis mi telor, 5 jenis saossambal, 7 jenis makanan kaleng, 2 jenis kecap, dan 1 jenis untuk sosis siap makan. Adapun variasi rasa untuk mi instan antara lain rasa soto, ayam bawang, kari, goreng spesial, goreng ekstra pedas, kaldu ayam, soto cabe rawit, goreng jawa asli, goreng extra pedas exclusive , soto cup rasa baso malang, soto cup rasa sup ayam, soto cup rasa sup jagung, soto cup rasa sup ayam susu, rasa assorted seafood, rasa black paper beef, rasa fried onion chicken, rasa curry, rasa ayam bawang pedas, rasa ayam lada hitam, rasa goreng ayam lada hitam, rasa soto cabe hijau, rasa goreng ayam panggang, mi soun rasa sup ayam jagung, mi soun rasa goreng sapi panggang, mi soun rasa goreng asam manis, rasa kaldu ayam. Sedangkan mi telor telor mempunyai variasi warna kuning dan warna merah

2.3 PROSES PRODUKSI

Proses produksi pembuatan mi instan Syifa,1997 baik bentuk pillow maupun cup dapat dibagi menjadi delapan tahap, yaitu : pencampuran mixing, pengepresan pressing, pencetakan slitting, pengukusan steaming, pemotongan cutting, penggorengan frying, pendinginan cooling, dan pengemasan packing. Proses produksi yang terjadi dalam setiap tahap adalah sebagai berikut : 1. Pencampuran Proses ini merupakan proses awal pembuatan mi instan, dimana bahan baku utama yaitu tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan tertentu kemudian dicampur dengan larutan alkali. Larutan alkali merupakan campuran garam, natrium karbonat, natrium tripolifosfat, guar gum, tartrazin, dan air. Pencampuran tepung terigu, tepung tapioka dan larutan alkali dilakukan untuk menghasilkan adonan yang homogen. Adonan yang telah homogen selanjutnya akan masuk ke proses pengepresan. 6 2. Pengepresan Proses pengepresan adalah proses untuk membentuk adonan menjadi lembaran dengan melewatkan adonan pada beberapa roll press sampai mencapai ketebalan yang diinginkan dan siap untuk dicetak menjadi untaian mi. Pada akhir proses pengepresan akan terbentuk lembaran adonan yang halus, homogen, dan tidak terputus. Pembentukan lembaran yang baik juga ditunjang oleh panas yang timbul akibat pengepresan yang dilakukan.. 3. Pencetakan Pencetakan adalah suatu proses pemotongan lembaran adonan menjadi untaian mi kemudian siap dibentuk menjadi gelombang mi. Mi yang berbentuk gelombang akan mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya kondisi dan sirkulasi yang panas dari minyak didalamnya. 4. Pengukusan Pada waktu pengukusan terjadi proses gelatinisasi pati dan koagulasi gluten dengan dehidrasi air yang akan menyebabkan kekenyalan mi dan ikatan menjadi keras dan kuat. Gelatinisasi pada saat pengukusan akan menyebabkan pati meliputi untaian mi. Fungsinya sebagai pelindung pada waktu penggorengan sehingga mi tidak menyerap minyak terlalu banyak serta dapat memberikan kelembutan mi. Tujuan lain dari pengukusan adalah agar mi tidak rapuh selama penggorengan. Dengan gelatinisasi yang sempurna akan diperoleh tekstur mi yang baik yaitu lembut, lunak, dan elastis. 5. Pemotongan Pemotongan mi adalah pemotongan gelombang mi menjadi berbentuk mi balok untuk mi pillow ataupun mi silinder untuk mi cup. Tujuan dari pemotongan adalah agar menyesuaikan bentuk mi pillow maupun cup dengan cetakan yang diinginkan. 6. Penggorengan Tujuan dari penggorengan ini adalah untuk pemantapan dari pati tergelatinisasi dan untuk mengeringkan mi sehingga produk kerluar dengan kadar air sekitar 5, mi menjadi matang, kaku, dan awet. 7. Pendinginan Proses pendinginan adalah proses pengangkutan mi panas setelah proses penggorengan ke dalam ruangan pendinginan mi. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan mi dan minyak yang terserap akan menempel kuat pada mi. Mi yang telah melalui mesin pendingin diharapkan telah mengalami pendinginan yang sempurna. Apabila pendinginan tidak sempurna maka uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada permukaan mi yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. 8. Pengemasan Pengemasan adalah pembungkusan mi bersama saus, minyak atau sayur-sayuran dan yang lainnya dengan menggunakan etiket yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan-kemungkinan tercemar atau rusak, sehingga mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai ke konsumen. III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MI INSTAN Mi instan atau mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 5 menit Ubaidillah, 2000. Mi Instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang luas penyebarannya Haryadi,1992. Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik dan daya tahan yang cukup tinggi Harper et al,1979. Serta tren gaya hidup masyarakat yang cenderung makin praktis. Bahan baku pembuatan mi instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pembuatan mi instan adalah garam alkali, yaitu Na 2 CO 3 dan K 2 CO 3 yang umum disebut senyawa kansui. Berdasarkan proses pengeringan, mi dibedakan menjadi dua yaitu mi instan dan mi kering mi telur. Pengeringan mi instan dengan mengunakan minyak goreng sebagai media pengeringan instan atau fried noodle, sedangkan mi kering pengeringannya dengan menggunakan udara panas dried noodle. Mi instan mampu menyerap minyak hingga 20 selama penggorengan, sehingga mi instan memiliki keunggulan rasa dibanding mi jenis lain. Namun demikian, mi instan disyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak yang terlepas ke dalam air dan hasilnya mi harus cukup kompak dan permukaannya tidak lengket Astawan, 2006. Tepung terigu yang digunakan untuk memproduksi mi kering adalah tepung terigu dengan kadar gluten 10-12. Tepung terigu ini tergolong dalam medium hard fluor. Tepung terigu ini berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama dari tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten adalah suatu jenis protein yang terdiri dari dari 36 gliadin, 20 glutenin, 17 mesonin dan 7 campuran albumin dan globulin Darmawan, 1994. Apabila ke dalam tepung terigu ditambah air, glutenin akan mengembang. Selama proses pengembangan, glutenin akan menyerap gliadin, mesonin dan sebagian protein yang dapat larut dalam air sehingga membentuk suatu massa yang kenyal dan elastis Ridwan dan Wiriarno,1990 sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mi yang dihasilkan. Menurut Ruiter 1987, karakteristik elastisitas gluten dianggap berasal dari fraksi glutenin, sedangkan karakteristik liat dan melekat diperoleh dari fraksi prolamin . Dalam Standar Nasional Indonesia SNI nomor 01.3551-2000 mi instan didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang dibuat dari tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan makanan lainnya yang diizinkan. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 sehingga memiliki daya simpan yang relatif lama Astawan, 2006. Dalam melindungi masyarakat dari mi instan yang tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba, pemerintah menetapkan SNI 01.3551- 2000, revisi SNI 01-3551-1996 Mi Instan seperti terlihat pada Tabel 1. 8 Tabel 1. Syarat Mutu Mi Instan menurut SNI 01.3551-2000 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Tekstur - Normaldapat diterima 1.2 Aroma - Normaldapat diterima 1.3 Rasa - Normaldapat diterima 1.4 Warna - Normaldapat diterima 2 Benda asing - Tidak boleh ada 3 Keutuhan bb Minimum 90 4 Kadar air 4.1 Proses penggorengan bb Minimum 8.0 4.2 Proses pengeringan bb Minimum 4.0 5 Kadar protein 5.1 Mi dari terigu bb Minimum 8.0 5.2 Mi bukan dari terigu bb Minimum 4.0 6 Bilangan asam Mg KOHg minyak Maksimum 2.0 7 Cemaran logam 7.1 Timbal Pb mgkg Maksimum 2.0 7.2 Raksa Hg mgkg Maksimum 005 8 Arsen As mgkg Maksimum 0,5 9 9.1 9.2 9.3 9.4 Cemaran mikroba : Angka lempeng total E. coli Salmonella Kapang Kolonig APMg - Kolonig Maksimum 1,0x10 6 3 Negatif per 25g Maksimum 1,0x10 3 Sumber : Badan Standarisasi Nasional 3.2 CEMARAN PADA PRODUK MI INSTAN Cemaran pada produk mi instan kemungkinan dapat berupa cemaran mikrobiologis, cemaran kimia dan cemaran fisik. Cemaran-cemaran tersebut dapat berasal dari bahan baku utama, bahan baku pembantu lain dan bahan tambahan pangan BTP, udara, karyawan, mesin dan peralatan.

3.2.1 Cemaran Mikrobiologis

Mi instan merupakan produk mi yang telah dikukus dan dikeringkan terlebih dahulu dan memiliki kadar air sekitar 8-10. Mi instan memiliki a w sekitar 0,80 dan pH sebesar 8,7 Yustiareni, 2000. Menurut Fardiaz 1992 dan Buckle et. al. 2007, pangan dengan kadar air yang rendah dan pH relatif tinggi pH 8,5 dikelompokkan sebagai pangan yang tidak mudah rusak. Dengan demikian, kadar air yang rendah dan a w yang rendah menyebabkan mi instan tidak riskan jika disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, bukan berarti produk mi instan tersebut tidak bebas dari adanya kemungkinan pencemaran atau kontaminasi baik adanya cemaran mikrobabiologis, kimia maupun fisik Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, cemaran mikroba yang mungkin terdapat pada mi instan dapat berupa bakteri E. coli, Salmonella, kapang dan angka lempeng total. Oleh karena itu, cemaran mikroba tersebut di dalam SNI ditetapkan batasnya. Menurut Jay 2000, mikroba perusak yang mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa jenis kapang. 9 Fardiaz 1992 menyatakan bahwa jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme pembentuk asam misalnya, ditandai dengan terdeteksinya bau asam pada mi basah yang telah rusak. Pada bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase mungkin tumbuh pada kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan hasil olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukan miselia dan spora. Kapang yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya spora berwarna hitam Jay, 2000. Selain cemaran bakteri dan kapang tersebut, mi instan kemungkinan dapat tercemar oleh bakteri jenis Salmonella dan Staphylococcus yang berasal dari bahan tepung telur serta E. coli dan koliform yang berasal dari bahan air yang digunakan dalam proses pencampuran. Menurut ICMSF 1998, produk yang ingrediennya mengandung tepung telur atau telur kering seperti custard, cream cakes, angel cake dan mi instan dapat terkontaminasi oleh Salmonella dan Staphylococcus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mafic et al. 1990 dan Narvaiz et al. 1992 menunjukkan bahwa Salmonella yang terdapat pada tepung telur dapat diinaktifkan dengan cara irradiasi melalui sinar gama pada dosis 0,8 kGy untuk jenis bakteri S. Enteritidis, S. Typhimurium dan S. Lille, sedangkan untuk mereduksi sebanyak 10 3 bakteri diperlukan dosis 2,4 kGy. Produk tepung telur yang telah diirradiasi ini tahan disimpan selama 4 minggu. Untuk mengendalikan produk kering seperti halnya mi kering yang mengandung bahan ingredien tepung telur disarankan oleh ICMSF 1998 sebaiknya melindungi produk itu dari kemungkinan terjadinya kondensasi air ke dalam produk kering tersebut. Oleh karena itu, produk mi kering yang telah dikemas dalam plastik diharapkan tidak ada yang bocor dan terkena kondensasi oleh air dari luar. Cemaran bakteri pada air, kemungkinan dapat berupa bakteri patogen seperti E. coli, Campylobacter jejuni, Salmonella sp, Shigella, Vibrio cholerae, Yersinia enterolita dan Aeromonas hydrophila ; Jones dan Watkins, 1989. Dengan demikian, air yang digunakan untuk produksi mi instan pada saat proses pencampuran harus memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut PerMenKes No. 907MENKESSKVIII2002 tanggal 29 Juli 2002, yaitu harus bebas dari E. coli dan koliform. Hal ini disebabkan karena bakteri E. coli dan koliform digunakan sebagai indikator tercemarnya air tersebut oleh adanya cemaran yang berasal dari buangan air besar manusia ataupun kotoran hewan. Lebih lanjut Havelar 1994 menyarankan bahwa seyogianya air diolah terlebih dahulu untuk menghasilkan air yang aman untuk dikonsumsi.

3.2.2 Cemaran Kimia

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 Tabel 1 untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran kimia yang perlu dibatasi keberadaannya pada mi instan berupa logam-logam berat seperti timbal Pb, raksamerkuri Hg dan arsen As. Cemaran kimia logam- logam berat ini diduga berasal dari bahan baku tepung terigu, garam dan air yang digunakan dalam proses produksi mi instan. Sumber cemaran kimia logam-logam berat seperti Pb, Hg, dan As dapat berasal dari lingkungan dan tanah tempat tumbuh asal tanaman terigu yang terkontaminasi oleh polusi asap kendaraaan bermotor dan hasil buangan limbah industri yang mengandung logam-logam berat; selain itu dari bahan baku garam yang tercemar oleh logam-logam berat di tempat asalnya. 10

3.2.3 Cemaran Fisik

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran fisik yang mungkin terdapat pada produk mi instan berupa benda-benda asing lainnya. Cemaran fisik benda-benda asing ini dapat berupa rambut, kotoran pasir, tanah, kelupasan cat, karat, debu, potongan kertas dan tali plastik. Sumber cemaran fisik tersebut dapat berasal dari pekerjakaryawan yang menangani produk, pallet kayu, peralatan dan tali plastik yang digunakan untuk pengemasan. Oleh karena itu, cemaran fisik benda-benda asing pada produk mi instan tersebut oleh SNI 01.3551-2000 ditetapkan harus negatif.

3.3 SANITASI PERALATAN

Sanitasi berasal dari kata Latin, yaitu sanitas yang memiliki arti sehat Marriot dan Norman, 1992. Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Sumber kontaminasi dalam industri pangan adalah pekerja, hewan dan lingkungan Jenie, 2007. Sanitasi harus dilakukan pada semua jalur industri dari bahan mentah hingga produk akhir Soekarto, 1990. Pengolahan pangan pada umumnya berisiko akan kontaminasi karena penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung Jenie, 2007. Sanitasi peralatan umumnya menggunakan bahan-bahan kimia untuk menimimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol. Sanitasi pangan merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman dan bangunan yang dapat merusak kualitas pangan dan membahayakan kesehatan manusia Marriot dan Norman, 1992. Sanitasi untuk bahan pangan merupakan suatu proses untuk menciptakan keadaan bebas dari bahan yang dapat menyebabkan penyakit dari bagian atau sentuhan serangga Stewart dan Amerine, 1973. Program sanitasi sarana pengolahan pangan melibatkan pengendalian terpadu kondisi lingkungan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, persiapan, penyajian dan konsumsi makanan atau minuman. Pengendalian tersebut bertujuan untuk mencegah kontaminasi produk oleh mikroorganisme, serangga, tikus, binatang pes, benda asing dan bahan kimia yang berbahaya. Oleh karena itu program higiene dan sanitasi ini berlangsung sejak bahan baku diproduksi sampai dengan siap dikonsumsi. Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengendalian mutu mentah, penyiapan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada seluruh tahap selama pengolahan dari peralatan, personalia, terhadap hama serta pengemasan dan penggudangan produk akhir Jenie, 1998. Mesinperalatan pengolahan yang memenuhi persyaratan sanitasi adalah mesinperalatan yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan tidak berpengaruh negatif terhadap produk serta tahan terhadap bahan-bahan pembersih Longree, 1972. Pembersihan peralatan industri pangan perlu dilakukan secara rutin dengan prosedur dan sistem uji kebersihan yang baku. Cara pembersihan juga disesuaikan dengan jenis pengotor dan jenis makanan yang diolah. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan dapat menjadi sumber 11 pencemaran, karenanya harus dipilih yang mudah dibersihkan, terbuat dari bahan yang tahan karat, dan tidak mempunyai sambungan sehingga kotoran tidak ada yang tertahan pada sambungan tersebut. Pengawasan terhadap mikroorganisme ini penting untuk menjamin suatu produk yang aman dan utuh dengan masa simpan yang cukup. Cemaran yang tertinggal akibat pembersihan peralatan yang kurang baik, akan menyediakan suatu medium yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme Jenie, 2007. Pembersihan peralatan yang kurang baik diaplikasikan sanitizer untuk mengurangi mikroba patogen dan pembusuk yang terdapat pada peralatan dan fasilitas pangan. Zat pengotor harus terlebih dahulu dibersihkan agar sanitizer dapat bekerja dengan baik. Jenis-jenis sanitizer dibagi menjadi tiga bagian, yaitu jenis termal, radiasi, dan kimia. Sanitizer jenis kimia sering digunakan dalam teknik sanitasi, sedangkan jenis termal dan radiasi lebih sedikit digunakan Marriott, 1992. Aplikasi kebersihan dalam sanitasi meliputi pemrosesan, penyiapan, dan penanganan pangan. Aplikasi sanitasi merujuk pada praktek higienitas yang didesain untuk mempertahankan suatu lingkungan yang bersih dan sehat untuk produksi, persiapan, dan penyimpanan pangan Marriot, 1992. Umumnya, sanitizer kimia yang lebih pekat konsentrasinya akan lebih cepat bekerja dan lebih efektif untuk sanitasi peralatan. Karakteristik dari setiap sanitizer kimia harus diketahui dan dimengerti, sehingga tepat dalam memilih. Efektivitas sanitizer ini dipengaruhi oleh waktu exposure, suhu, konsentrasi, pH, kesadahan air, dan kebersihan peralatan. Sanitizer kimia yang sering digunakan antara lain senyawa klorin, senyawa iodine, senyawa bromin, quats, sanitizer asam, sanitizer anionik asam, sanitizer acid-quat, hidrogen peroksida, ozon, glutaraldehid, dan mikrobisida Marriott, 1992.

3.4 HIGIENE PEKERJA