e. Konsep Kewirausahaan Sosial
Dalam World Entrepreneurship Forum yang kedua di Lyon, Perancis tahun 2009, Bina Swadaya menyatakan definisi Social Entrepreneurship is
social development with entrepreneurship solution Kewirausahaan sosial adalah pembangunan sosial dengan solusi kewirausahaan. Social
development, merujuk Social Development Summit Kopenhagen, 1996 merupakan upaya pembangunan yang mencakup aspek poverty alleviation
pemberantasan kemiskinan, productive employment penciptaan lapangan kerja produktif dan social integration integrasi sosial.
Berdasarkan hasil kuesioner, konsep kewirausahaan sosial mendapat nilai 0,292. Dapat diartikan bahwa dengan nilai tersebut konsep menjadi kekuatan
bagi PT BSK untuk mengembangkan kewirausahaan sosial. Konsep tersebut menjadi kerangka kerja dalam menetapkan visi misi perusahaan dan
mengembangkan strategi pelaksanaan. Jika tidak ada konsep, maka akan sangat kesulitan dalam menetapkan visi dan misi perusahaan. Selain itu juga
konsep tentang kewirausahaan sosial tersebut menjadi komitmen bersama dalam lingkup Yayasan Bina Swadaya dalam mengembangkan kewirausahaan
sosial sesuai kompetensi masing-masing perusahaan di bawah yayasan Bina Swadaya.
4.2.2. Kelemahan
a. Kebijakan Perusahaan
Kebijakan yang dimaksud adalah aturan-aturan yang ditetapkan manajemen dalam rangka pencapaian misi dari KS. Kebijakan mengacu
kepada hal spesifik, metode, prosedur, aturan, formulir dan praktik administrasi yang dibuat untuk mendukung dan mendorong pekerjaan melalui
tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan dinilai 0,145. Hal ini berarti bahwa PT BSK dalam mengembangkan kewirausahaan sosial belum optimal dalam mempersiapkan
metode, prosedur dan juga aturan-aturan pelaksanaan pekerjaan. Kebijakan yang telah diambil adalah penetapan anggaran dan alokasi
SDM, sementara kebijakan dalam pengambilan keputusan belum terstruktur secara keseluruhan. Kebijakan dalam hal jenis kerjasama, kualifikasi produk
yang akan dikembangkan, masyarakat sasaran dan juga ketentuan pemasaran belum tertuang dalam aturan. Begitu juga tentang ketetapan sumber daya
manusia yang terlibat dalam pelaksanaan dan struktur pelaksana belum tertuang dalam surat ketetapan. Hal ini dianggap belum mencukupi kebutuhan
secara keseluruhan pekerjaan dan akan berdampak kepada tidak optimalnya proses pekerjaan dan tidak maksimalnya hasil yang di capai.
b. Struktur Perusahaan
Struktur disusun untuk mendorong pembagian tujuan-tujuan kepada setiap unit. Struktur organisasi juga berfungsi sebagai salah satu alat pencapai tujuan.
Struktur yang dimaksudkan adalah struktur khusus bagi divisi kewirausahaan sosial. Struktur Kewirausahaan Sosial saat ini meliputi Direktur, General
Manager, koordinator, 3 orang staff dan 1 orang tenaga lapang. Level managerial adalah general manager yang langsung membawahi koordinator.
Posisi General Manager berada dibawah direksi langsung. Untuk level
operasional dikoordinir oleh 1 orang koordinator yang membawahi 3 staff dan 1 tenaga lapang.
Berdasarkan hasil responden, nilai dari struktur adalah 0,159. Angka tersebut dapat diartikan bahwa struktur KS saat ini dinilai lemah. Didalam
struktur tersebut tidak ada fungsi pengelolaan keuangan, administrasi umum, fungsi pemasaran, fungsi produksi dan gudang, fungsi distribusi, Litbang,
fungsi monitoring dan evaluasi dan juga perencanaan yang dikhususkan untuk kewirusahaan sosial. Dengan struktur yang ada saat ini, fungsi-fungsi tersebut
tidak dapat didistribusikan kepada struktur yang ada, oleh karena itu perlu dilakukan restrukturisasi untuk mengoptimalkan pekerjaan agar hasil yang
dicapai maksimal.
c. Alokasi dan Mutu SDM
Tidak ada hal yang lebih mengancam manajemen strategik dan kesuksesan perusahaan dibandingkan alokasi sumberdaya yang tidak konsisten dengan
prioritas yang ada dalam tujuan Hubeis dan Najib, 2008. Jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam operasional dinilai
masih kurang. Jumlah pelaksana terdiri dari 1 orang supervisor, 3 orang staff dan 1 orang tenaga lapang. SDM yang terlibat penuh di kantor pusat adalah 2
orang sementara yang lainnya masih diperbantukan atau rangkap jabatan.
Kondisi ini dinilai menjadi kelemahan dari perusahaan dikarenakan pekerjaan tidak bisa optimal dikerjakan dan hasilnya tidak maksimal. Oleh
karenanya perlu ditambahkan sumber daya manusia sesuai struktur yang telah disusun sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan operasional.
d. Sistem Pengendalian