Dalam penjelasan pasal Hubungan Penipuan Dalam KUHP Dengan Money Laundering

undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian uang. Jadi hubungan tindak pidana sebagai kejahatan asal predicat crime dalam KUHP dengan money laundering sangat erat, berikut penjelasan dalam bentuk pasal dan pembuktian.

a. Dalam penjelasan pasal

Pasal 2 ayat 1 huruf r undang-undang no 8 tahun 2010 : tindak pidana penipuan maksudnya adalah semua tindak pidana yang termasuk dalam Bab XXV tentang penipuan dari buku kedua KUHP. Dengan demikian meskipun yang mendapat atau diberi kualifikasi “penipuan” adalah hanya ketentuan pidana yang terdapat dalam pasal 378 KUHP 134 , tetapi yang dimaksud dengan “penipuan” dalam pasal 2 ayat 1 huruf r juga misalnya pidana yang terdapat dalam pasal 379 KUHP “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”. 135 Permasalahan tindak pidana penipuan dalam penulisan ini sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang no 8 tahun 2010 berkaitan erat dengan pasal 380 KUHP ayat 1 “barangsiapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam suatu kesusastraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan, atau memalsu nama atau tanda yang asli, dengan maksud supaya orang mengira 134 Op.cit, R. Wiyono. Hal 50 135 Pasal 379 ,Kitab Undang-undang Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara bahwa itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya di taruh olehnya di atas atau didalamnya tadi” Namun terdapat perbedaan antara ketentuan yang terdapat dalam pasal 2 ayat 1 dengan yang terdapat dalam pasal 2 ayat 2 mengenai kriteria apakah suatu harta kekayaan itu merupakan atau merupakan objek dari pencucian uang. Pasal 2 ayat 1 menentukan bahwa perolehan harta kekayaan adalah merupakan kriteria objek dari pencucian uang, yaitu jika harta kekayaan tersebut di peroleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh huruf “a” sampain dengan huruf “z” dari pasal 2 ayat 1, sedang pasal 2 ayat 2 tidak menentukan demikian, tetapi menentukan bahwa penggunaan harta kekayaan adalah merupakan kriteria objek dari pencucian uang, yaitu jika harta kekayaan tersebut “diketahui atau patut diduga akan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme atau terorisme perorangan. 136 Dengan ditentukannya dalam pasal 2 ayat 2 bahwa harta kekayaan yang dimaksud dengan dipersamakan dengan harta kekayaan yang diperoleh sebagai hasil tindak pidana terorisme, maka dapat diketahui bahwa mengenai perolehan bukan dari tindak pidana, apalagi bukan tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh pasal 2 ayat 1 huruf a sampai z, asal harta kekayaan tersebut diketahui atau patut diduga danatau akan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau terorisme perseorangan, harta kekayaan itu merupakan objek dari pencucian uang. 136 Ibid, Universitas Sumatera Utara Dalam Bab II tentang tindak pidana pencucian uang pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, yang merupakan tindap pidana pencucian uang adalah hanya ketentuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 3, pasal 4, pasal 5 saja. 137 Khusus untuk ketentuan yang terdapat dalam pasal 3 dan pasal 4 memang dalam perumusan ketentuannya dengan tegas telah diberikan kualifikasi sebagai tindak pidana pencucian uang, sedang kualifikasi sebagai tindak pidana pencucian uang untuk ketentuan yang terdapat dalam pasal 5 ditegaskan dalam pasal 6. Dengan demikian yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang oleh pasal 1 angka 1 adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencucian . sebagaimana yang dimaksud oleh masing-masing pasal 3, pasal 4 dan pasal 5. Pasal 4 merupakan tindak pidana pencucian aktif dan pasal 5 tindak pidana pencucian pasif. 138

b. Dalam alat pembuktian

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING).

0 1 6

A. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Pidana Indonesia a. Pengertian dan unsur –unsur tindak pidana - Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 40

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 38

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU MONEY LAUNDERING DENGAN KEJAHATAN ASAL PENIPUAN (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329KPID2012.)

0 0 13