Lateks Pekat Analisis Lateks

55

4.2.1 Lateks Pekat

Lateks pekat yang digunakan pada penelitian ini merupakan lateks pekat sentrifugasi. Pemilihan proses pemekatan dengan cara sentrifugasi ini bukan dengan cara pendadihan dikarenakan lateks pekat yang dihasilkan dengan cara sentrifugasi akan menghasilkan lebih sedikit mengandung bahan-bahan bukan karet dibandingkan dengan lateks dadih. Selain itu juga, lateks pekat sentrifugasi menghasilkan lateks lebih murni tidak tercampur dengan endapan dan kotoran dibandingkan dengan cara lainnya. Lateks ini ditambahkan dengan amonia sebagai penstabil, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama dan dapat mempertahankan kemantapan lateks. Lateks pekat yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian seperti kadar alkalinitas, KJP, KKK, pH, bilangan KOH, Waktu Kemantapan Mekanik WKM, viskositas brookfield, bilangan ALE dan kadar nitrogen. Hasil analisis lateks pekat terdapat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisis lateks pekat Pengujian Lateks Pekat Syarat SNI 06-3139-1992 Kadar Alkalinitas NH 3 0,82 Min 0,60 KJP 61,46 61,5 KKK 59,98 60 Selisih KKK dengan KJP 1,48 Max 2 pH 10,81 - Bilangan KOH 0,585 Max 0,8 WKM Detik 780 Min 650 Viskositas cp 97 - Bilangan ALE 0,022 Max 0,2 Kadar Nitrogen 0,1 - Berdasarkan hasil analisis lateks pekat yang telah dilakukan terlihat bahwa kadar alkalinitasamonia adalah sebesar 0,82. Standar SNI mensyaratkan kadar alkalinitas minimum 0,60 untuk lateks pekat yang disentrifugasi dengan amonia tinggi. Hal ini berarti lateks pekat yang digunakan telah memenuhi standar SNI. Kadar amonia yang tinggi tersebut akan menyebabkan kestabilan lateks pekat tetap terjaga. Tingginya kadar 56 amonia tersebut disebabkan oleh penambahan amonia ke dalam lateks pada saat sebelum sentrifugasi. Amonia di dalam lateks akan menyebabkan peningkatan muatan negatif pada permukaan partikel karet, sehingga menimbulkan gaya tolak-menolak antar partikel karet yang selanjutnya sistem koloid menjadi mantap dan tidak terjadi penggumpalan. KKK yang dihasilkan oleh lateks pekat tersebut sebesar 59,98 dan KJP yang dihasilkan sebesar 61,46. Selisih antara KKK dan KJP tersebut sebesar 1,48. Hasil ini masih dibawah standar SNI, tetapi perbedaannya sangat kecil sekali. Lateks pekat ini tetap diperbolehkan digunakan. Penggunaan lateks didasarkan pada jumlah karet bukan berdasarkan jumlah lateks. Jumlah padatan terdiri dari bagian karet kering ditambah dengan padatan yang terlarut dalam serum, sehingga dengan demikian KJP selalu lebih besar daripada KKK Goutara et al., 1985. Dari hasil analisis memang benar didapatkan KJP lebih besar daripada KKK. Kadar karet kering menunjukkan persentase jumlah partikel karet yang terkandung dalam lateks. Jumlah kadar karet kering ini amat berpengaruh terhadap sifat kelenturan dari produk lateks yang dihasilkan. Dari hasil ini juga didapatkan nilai pH sebesar 10,81. Nilai pH ini menandakan bahwa lateks berbentuk cair dan stabil dengan mempunyai muatan listrik negatif. Dengan adanya amonia yang tinggi dalam lateks, maka nilai pH semakin meningkat sehingga lateks semakin stabil. Tujuan penentuan bilangan KOH adalah untuk mengukur kekuatan ion dalam serumnya dengan adanya larutan mekanik Goutara et al., 1985. Standar SNI untuk bilangan KOH adalah maksimum 0,80 g KOH per 100 g padatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa lateks pekat yang dihasilkan memiliki bilangan KOH 0,585 g KOH per 100 g padatan, sehingga lateks pekat yang dihasilkan tersebut telah memenuhi persyaratan SNI. Uji waktu kemantapan mekanik dilakukan untuk mengetahui ketahanan karet terhadap gaya sobek. Dari hasil analisis lateks pekat didapatkan nilai WKM sebesar 780 detik. Hasil ini telah memenuhi standar SNI, yaitu minimal 650 detik. Pengujian selanjutnya adalah uji viskositas 57 brookfield , dari hasil analisis didapatkan bahwa lateks pekat yang dihasilkan mempunyai viskositas sebesar 97 cp. Viskositas ini menunjukan kekentalan dari suatu lateks. Semakin tinggi nilai viskositas, maka lateks semakin kental. Bilangan asam lemak eteris diukur untuk melihat jumlah asam lemak menguap yang dihasilkan dari kerusakan bahan bukan karet oleh mikroorganisme Goutara et al.,1985. Bilangan tersebut merupakan uji khusus yang menggambarkan tingkat pengawetan yang telah dilakukan pada lateks dan juga mengindikasikan umur dan mutu dari lateks pekat. Hasil analisis menunjukkan nilai ALE sebesar 0,022 g KOH per 100 g total padatan. Hasil ini sudah memenuhi standar SNI, yaitu maksimal 0,2 g KOH per 100 g total padatan. Bilangan ALE ini dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme terhadap bahan bukan karet. Mikroorganisme tersebut akan menguraikan senyawa karbohidarat atau protein dalam lateks menjadi asam lemak eteris, seperti asam format, asam asetat dan asam propionat. Asam- asam ini mengakibatkan penurunan pH, sehingga menganggu kestabilan lateks dan dapat menggumpalkan lateks. Pengujian yang terakhir adalah kadar nitrogen. Hasil analisis kadar nirogen sebesar 0,10. Dari analisis kadar nitrogen ini, maka dapat diketahui jumlah protein yang terdapat dalam lateks pekat ini. Kadar protein dapat dihitung dengan kadar nitrogen dikalikan dengan faktor 6,25. Kadar nitrogen lateks pekat sentrifugasi ini lebih rendah daripada lateks kebun, begitu pula dengan kadar proteinnya. Hal ini dikarenakan dalam proses pemekatan dari lateks kebun menjadi lateks pekat, fraksi-fraksi non karet terpisahkan dan terbuang sebagai limbah berupa serum dan skim. Selain itu, penambahan amonia yang tinggi dapat mendegradasi protein dalam lateks, sehingga akan mengurangi kadar protein dalam lateks tersebut.

4.2.2 Lateks Double Centrifuge Lateks DS