76 pendek yang menyebabkan ikatan tersebut lebih kuat dibandingkan dengan
jarak yang panjang. Ketika mortar ditambahkan dengan lateks, lateks akan memutus ikatan antara semen pada banyak tempat sehingga jarak antar
butiran semen menjadi jauh. Selain itu juga, dengan penambahan lateks, ikatan antar semen menjadi sedikit karena terinterupsi oleh keberadaan
lateks yang mengakibatkan kekuatan semen menjadi semakin menurun. Kekuatan ikatan antar semen yang menurun tersebut akan mengakibatkan
kuat tekan mortar menurun juga. Dengan demikian, semakin banyak dosis karet yang ditambahkan ke dalam campuran mortar, maka semakin rendah
kuat tekan mortar yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak karet yang memutuskan ikatan antar semen, sehingga ikatan menjadi lemah
dan jarak antar ikatan semen menjadi jauh.
4.4.3 Pengaruh Lateks Terhadap Kuat Lentur
Karakteristik mortar yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini adalah kuat lentur dari mortar yang dihasilkan. Jalan beton yang selama
ini masih terlalu kaku ketika dilalui menyebabkan ketidaknyamanan pengendara kendaraan bermotor. Selain itu juga, jalan beton menimbulkan
suara bising yang besar ketika dilalui. Hal ini menambah ketidaknyamanan pengendara ketika melaluinya. Jalan beton juga kurang kuat terhadap tarik
atau lentur, sehingga rentan terhadap retak yang akan mengakibatkan jalan beton menjadi tidak awet dan mempertinggi biaya perawatan.
Dalam penelitian ini, lateks ditambahkan ke dalam campuran mortar sehingga diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat tersebut karena lateks
merupakan bahan polimer yang memiliki elastisitas yang baik. Sifat lateks lainnya yang menguntungkan adalah karet memiliki kelekatan yang tinggi
dan daya pantul yang baik pula. Untuk melihat pengaruh penambahan lateks tersebut, maka dilakukan pengujian kuat lentur pada mortar.
Data hasil pengujian kuat lentur dapat dilihat pada Lampiran 17, 18 dan 19, sedangkan hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap kuat
lentur dapat dilihat pada Gambar 29. Pada lateks pekat, nilai kuat lentur paling tinggi terdapat pada dosis 1, yakni sebesar 37,44 kgcm
2
. Nilai
77 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan mortar tanpa penambahan lateks
0, yaitu sebesar 36,38 kgcm
2
. Dosis yang memberikan nilai kuat lentur paling rendah adalah 9 dengan nilai 23,14 kgcm
2
. Nilai kuat lentur tertinggi pada mortar yang telah ditambahkan lateks DS terdapat pada dosis
karet 7, yakni sebesar 38,98 kgcm
2
, sedangkan kontrol hanya 36,38 kgcm
2
. Selain itu, dosis karet DS 1 memiliki nilai kuat lentur lebih tinggi daripada kontrol, yaitu sebesar 38,78 kgcm
2
. Pada lateks DPNR, nilai kuat lentur semakin menurun dengan semakin bertambahnya dosis karet ke
dalam campuran mortar. Nilai kuat lentur tertinggi terdapat pada dosis 1, yakni sebesar 34,08 kgcm
2
, tetapi nilai ini masih di bawah kontrol.
Gambar 29. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap uji kuat lentur
Hasil analisis keragaman kuat lentur dapat dilihat pada Lampiran 20.1. Berdasarkan analisis tersebut didapatkan bahwa jenis lateks dan dosis karet
berpengaruh nyata terhadap kuat lentur dengan nilai p α 5, tetapi
interaksi antara jenis lateks dengan dosis karet tidak berpengaruh nyata terhadap kuat lentur mortar karena nilai p
α 5. Oleh karena interaksi jenis lateks dan dosis karet tidak berpengaruh nyata, maka masing-masing
faktor dijelaskan secara terpisah. Pada jenis lateks dan dosis karet akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, sedangkan interaksi antara keduanya
tidak dapat dilanjutkan dengan uji lanjut ini. Pada model ini terdapat nilai R kuadrat sebesar 83,37 yang berarti 83,37 keragaman dari uji kuat lentur
78 mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model jenis lateks dan dosis
karet, sedangkan sisanya sebesar 16,63 dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Dalam model ini juga didapatkan nilai CV sebesar 12,56
yang merupakan koefisien keragaman. Hal ini berarti data relatif homogen. Hasil uji lanjut Duncan untuk jenis lateks dapat dilihat pada Lampiran
20.1.1. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis lateks DS memiliki nilai kuat lentur tertinggi dibandingkan dengan lateks pekat dan lateks DPNR, yaitu
sebesar 33,62 kgcm
2
. Dari hasil ini juga menyatakan bahwa nilai kuat lentur untuk lateks DS berbeda nyata dengan lateks pekat dan lateks DPNR,
tetapi lateks pekat tidak berbeda nyata dengan lateks DPNR. Nilai kuat lentur yang didapat oleh lateks pekat hampir sama dengan lateks DPNR.
Lateks DS ini paling baik, karena lateks tersebut telah mengalami sentrifugasi ganda yang menyebabkan berkurangnya bahan-bahan non karet
di dalam lateks. Lateks mengandung bahan-bahan non karet, seperti karbohidrat, protein, asam lemak dan garam-garam. Di dalam karbohidrat
itu sendiri terdapat komponen seperti quebrachitol, 1-inositol, dan sukrosa Nadarajah dan Fernando, 1978. Kadar glukosa atau karbohidrat yang
cukup tinggi dalam lateks akan berpengaruh pada setting semen. Dengan adanya karbohidrat ini, waktu setting yang dimiliki mortar menjadi
terhambat. Komponen yang mempengaruhi kekuatan adalah quebrachitol, sedangkan sukrosa hanya mempengaruhi setting time saja.
Dengan adaya
quebrachitol di dalam lateks maka kekuatan mortar
akan menjadi rendah atau kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka lateks pekat sentrifugasi dilakukan sentrifugasi ulang, sehingga komponen
karbohidrat dalam lateks menjadi berkurang. Sebelum melakukan pemekatan ulang ini maka dilakukan pengenceran terhadap lateks pekat.
Tujuan pengenceran ini untuk mendapatkan penurunan karbohidrat yang maksimal. Pada waktu proses sentrifugasi, ada bahan-bahan non karet
seperti karbohidrat yang ikut terbuang bersama dengan serum. Menurut Alfa 2008, kadar karbohidrat di dalam lateks pekat sekitar 0,16, sedangkan
pada lateks DS yang telah mengalami pemekatan ulang memiliki karbohidrat sebesar 0,07. Dengan kadar karbohidrat yang rendah tersebut
79 yaitu sebesar 0,07, lateks DS hasil sentrifugasi ganda relatif tidak
menghambat setting semen dan kekuatan lebih baik dibandingkan dengan lateks pekat dan lateks DPNR. Semakin sedikit kandungan karbohidrat di
dalam mortar, maka semakin baik kekuatannya. Sentrifugasi berulang juga mampu mengurangi protein yang terdapat
dalam lateks sampai 30 Subramaniam, 1992. Hal ini dapat dilihat pada analisis lateks terhadap uji kadar nitrogen. Pada Lateks DS didapatkan kadar
nitrogen sebesar 0,06 yang lebih kecil dibandingkan dengan lateks pekat. Kadar nitrogen ini berkurang sekitar 30 yang sesuai dengan pernyataan
Subramaniam. Kadar protein yang dikandung oleh lateks tidak mempengaruhi kuat lentur dari mortar. Hal ini dapat dilihat dari uji lanjut
tersebut yang menyatakan bahwa lateks pekat tidak berpengaruh nyata terhadap lateks DPNR dan menghasilkan nilai kuat lentur yang hampir
sama. Lateks DPNR yang mengandung paling kecil kadar proteinnya dibandingkan dengan lateks pekat ternyata tidak mempengaruhi nilai kuat
lenturnya. Uji lanjut Duncan untuk dosis karet terhadap kuat lentur mortar dapat
dilihat pada Lampiran 20.1.2. Uji lanjut ini menunjukkan bahwa dosis karet 1 yaitu sebesar 36,77 kgcm
2
memberikan nilai kuat lentur paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Pada dosis karet 1 ini, nilai kuat lentur
berbeda nyata dengan dosis karet 3, 5, 7 dan 9. Nilai kuat lentur pada dosis 7, 3 dan 5 tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya dan
mempunyai nilai yang relatif hampir sama. Pada dosis karet 9 dengan nilai kuat lentur sebesar 23,17 kgcm
2
berbeda nyata dengan dosis karet 1, 3, 5 dan 7 dan pada dosis ini pula, nilai kuat lentur yang dimiliki paling
terendah dibandingkan dengan dosis lainnya.
80 Gambar 30. Grafik antara kuat lentur kgcm
2
dan dosis karet yang ditambahkan
Persamaan hubungan antara kuat lentur dan dosis karet yang ditambahkan ke dalam mortar yaitu y = -1,342x + 35,95 dengan nilai R
2
sebesar 78,5 Gambar 30. Penambahan dosis karet sebanyak satu persen akan menurunkan kuat lentur mortar sebesar 1,342 kgcm
2
. Dosis karet di dalam lateks mempengaruhi kuat lentur mortar sebesar 78,5, sementara
21,5 lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan penambahan lateks ke dalam campuran mortar maka partikel
karet tersebut akan menjembatani kekosongan atau rongga-rongga udara yang ada dalam adonan semen tersebut. Dengan begitu kuat lentur yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Lateks termasuk ke dalam polimer dan mempunyai matriks polimer organik. Selain itu, semen mempunyai matriks
gel semen. Apabila keduanya digabungkan akan membentuk monolithic co- matriks
. Semen bila dicampurkan dengan air akan membentuk pasta semen. Ketika lateks ditambahkan ke dalam adonan ini, maka partikel karet akan
menyebar. Di samping itu, di dalam pasta semen ini akan terjadi proses hidrasi dan terbentuk matrik gel semen. Selama proses hidrasi ini akan
terbentuk juga senyawa kalsium hidroksida [CaOH
2
]. Senyawa tersebut akan bereaksi dengan permukaan agregat yang mengandung silika dan
membentuk lapisan senyawa yang bernama kalsium silikat. Senyawa
81 tersebut akan membentuk kekuatan mortar dan berjalan secara
berkelanjutan. Hal ini berarti semakin lama umur mortar, maka semakin kuat, karena semakin banyak senyawa kalsium silikat yang terbentuk.
Agregat akan diikat pada fase co-matriks. Fase co-matriks dibentuk oleh hidrasi semen dan pembentukan film polimer. Pada fase ini sudah terjadi
penggabungan antara matriks polimer dengan matriks gel semen. Polimer akan membentuk film di daerah sekitar gel semen yang telah terhidrasi dan
berikatan dengan agregat. Hal ini membuat mortar yang dihasilkan akan lebih lentur karena semen yang telah terhidrasi terbungkus oleh polimer dan
menjembatani antar agregat yang ada sehingga tidak terjadi kekosongan. Lateks pekat dan lateks DPNR mempunyai kandungan karbohidrat
masih tinggi. Kandungan karbohidrat yang masih tinggi ini akan menghambat proses hidrasi lebih lama dibandingkan dengan lateks DS. Hal
ini membuat pembentukan kalsium silikat sedikit. Selain itu, polimer yang membentuk film di sekitar semen yang terhidrasi lebih sedikit, karena semen
belum banyak yang terhidrasi sehingga kuat lentur yang dihasilkan lebih rendah.
82
V. KESIMPULAN DAN
SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi bahan penstabil dan dosis yang menghasilkan waktu setting terbaik adalah Kasein
dengan dosis 7. Waktu setting yang dihasilkan adalah 208,67 menit karena mendekati 210 menit.
Semakin banyak dosis karet yang ditambahkan ke dalam campuran mortar maka bobot yang dihasilkan akan semakin ringan. Mortar dengan
penambahan lateks tersebut akan lebih ringan dibandingkan dengan kontrol. Selain itu juga, bobot akhir mortar lebih berat dibandingkan dengan bobot
awal mortar. Lateks DS memiliki nilai kuat tekan paling tinggi dibandingkan
dengan lateks DPNR dan lateks pekat, tetapi lebih rendah dari kontrol. Dosis karet 1 memberikan nilai kuat tekan tertinggi. Kandungan lateks
yang mempengaruhi kuat tekan adalah karbohidrat, sedangkan protein di dalam lateks tidak memberikan pengaruh terhadap kuat tekan mortar yang
dihasilkan. Lateks DS menghasilkan kuat lentur tertinggi dibandingkan dengan
lateks pekat dan lateks DPNR. Dosis karet 1 menghasilkan nilai kuat lentur tertinggi. Kandungan lateks yaitu karbohidrat akan mempengaruhi
kuat lentur mortar, sedangkan protein di dalam lateks tidak memberikan pengaruh terhadap kuat lentur mortar yang dihasilkan.
Kuat lentur tertinggi diihasilkan oleh lateks DS dengan dosis karet 7, yakni sebesar 38,98 kgcm
2
. Namun, untuk mendapatkan mortar yang kuat tetapi lentur dapat menggunakan lateks DS dengan dosis 1.
5.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya dapat mencoba menggunakan lateks depolimerisasi sebagai bahan tambahan pada mortar, karena lateks
tersebut mempunyai bobot molekul dan viskositas mooney yang lebih