30 Keterangan:
Material yang belum terhidrasi Pori-pori
yang terisi
air Ikatan
C-S-H Kalsium
Hidroksida a. Terjadinya pencampuran pertama
b. Kondisi
beton setelah berumur 7 hari
c. Kondisi beton setelah bermur 28 hari d. Kondisi beton setelah berumur 12 bulan
Gambar 12. Proses terjadinya pengikatan pada beton Mulyono, 2003 Setelah
beton mencapai
final setting , maka langkah terakhir dalam
pengerjaan beton adalah perawatan beton curing. Perawatan dilakukan agar proses hidrasi tidak mengalami gangguan yang dapat mengakibatkan
kehilangan air yang terlalu cepat sehingga beton mengalami keretakan. Proses perawatan ini biasanya dilakukan antara tiga sampai tujuh hari
ataupun lebih. Perawatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki
mutu dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi strukur.
2.10 Beton Karet
Beton karet adalah campuran antara beton yang memiliki sifat dasar keras dengan karet yang memiliki sifat lentur. Kombinasi dari kedua sifat
tersebut dapat memperbaiki sifat jalanan yang terbuat dari beton sehingga lebih nyaman ketika dilalui Roestaman et al., 2007.
Penelitian beton karet ini juga telah dilakukan di luar negeri, seperti Sukontasukkul dan Chaikaew 2005 menggunakan karet bekas crumb
rubber berasal dari ban bekas yang digunakan sebagai bahan untuk
menggantikan sebagian dari agregat kasar dan agregat halus dengan persentase 10 dan 20 terhadap berat. Dari hasil pengujian didapatkan
31 bahwa kekuatan tekan dan kekakuan dari beton yang dihasilkan menurun
tetapi kemampuan penyerapan energi lebih baik, kelenturan yang dihasilkan meningkat, memiliki tahanan gelincir lebih baik dan tahanan abrasi yang
lebih rendah. Penambahan bahan tambahan karet pada beton akan menghasilkan
penurunan pada nilai slump dan kekuatan campuran beton, memiliki kandungan udara yang lebih tinggi, lebih ringan, lebih tahan terhadap
retakan, dan memiliki nilai keteguhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton biasa Naik dan Siddique, 2002; Roestaman et al., 2007.
Menurut Roestaman et al. 2007, laju perkembangan kekuatan beton karet berbeda dengan laju perkembangan kekuatan beton normal tanpa karet. Pada
umur yang sama, beton karet cenderung mencapai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian oleh beton normal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Roestaman et al. 2007 terlihat bahwa campuran beton dengan remah karet menghasilkan
kecenderungan penurunan workability, kuat tekan, maupun kuat lentur. Untuk mengatasi penurunan workability tersebut maka digunakan bahan
tambahan pada semen berupa plasticizer yang dapat memberikan workability
yang lebih baik pada beton segar dengan kandungan air FAS yang lebih rendah.
Dengan menggunakan
admixture tipe plasticizer sebagai bahan
tambah dan serbuk karet sebagai bahan campuran di dalam beton, Roestaman et al. 2007 dapat menghasilkan kuat lentur yang lebih baik
pada penambahan karet sebesar 2,5 dan 5. dibandingkan dengan beton yang normal yang tidak menggunakan bahan tambahan karet. Pada
penambahan karet 7,5; 10; 12,5 dan 15 karet, kuat lentur yang dihasilkan tidak lebih baik jika dibandingkan dengan beton normal yang tidak
menggunakan karet. Menurut Alfa 2008, penyebaran karet alam dalam bentuk padatan
pada beton relatif lebih sulit homogen bila dibandingkan dengan penggunaan lateks. Selain itu juga keuntungan lainnya dengan
menggunakan lateks adalah karena lateks mempunyai sifat lengket lebih
32 baik. Haryadi 2005 mengemukakan bahwa semakin tinggi kadar lateks
yang ditambahkan pada campuran beton maka akan menurunkan kuat tekannya.
Pada penelitian yang telah dilakukan Abdilah 2009 dengan menggunakan lateks pekat, lateks pekat pravulkanisasi semi EV, dan lateks
pekat pravulkanisasi semi ebonit menghasilkan semakin tinggi dosis karet yang digunakan maka semakin menurun kuat tekannya begitupula dengan
kuat lenturnya, tetapi semakin lama umur mortar maka semakin meningkat kuat tekan dan kuat lenturnya. Pada penelitian ini terdapat kekurangan
seperti workability yang rendah dan juga surfaktan yang digunakan belum sesuai dengan campuran semen dan lateks yang digunakan sehingga
campuran yang dihasilkan agak menggumpal. Terdapat penelitian dengan menggunakan lateks acrylic untuk membuat beton. Pada Gambar 13
merupakan gambar tiga dimensi yang mengilustrasikan bagaimana sebuah struktur polimer seperti karet menjembatani kekosongan dalam adonan
semen dari beton semen polimer yang menggunakan lateks acrylic.
Gambar 13. Tiga Dimensi dari Beton Semen Polimer Belie, 1998 Ohama 1995 menyatakan bahwa mortarbeton semen yang
dimodifikasi dengan polimer mempunyai monolithic co-matriks di dalam matriks polimer organik dan matriks gel semen yang telah dihomogenkan.
Modifikasi lateks di dalam mortar dan beton semen diatur oleh hidrasi semen dan proses pembentukan film polimer. Proses hidrasi secara umum
mendahului proses pembentukan polimer. Fase co-matriks dibentuk oleh
33 proses hidrasi semen dan pembentukan film polimer. Fase co-matriks terdiri
dari gel semen dan film polimer secara umum dibentuk sebagai bahan pengikat. Agregat akan diikat oleh fase co-matriks ini. Gambar 14 dibawah
ini merupakan model sederhana dari pembentukan semen polimer co- matriks.
a Pembentukan setelah pencampuran Partikel
semen yang
belum terhidrasi
Partikel polimer Agregat Tempat yang berpori berisi
air b Langkah Pertama
Campuran diantara
partikel semen
yang belum terhidasi dan gel semen Dimana partikel polimer
menempatkan secara
parsial c Langkah Kedua
Campuran dari gel semen dan partikel semen yang belum terhidrasi yang
dibungkus dengan lapisan yang rapat dari partikel polimer
d Langkah Ketiga Hidrat semen yang dibungkus dengan
film polimer atau membran
Rongga udara
Gambar 14. Model sederhana dari pembentukan semen polimer co-matriks
2.11 Bahan Penstabil