59
VI. ANALISIS LINGKUNGAN PERUSAHAAN
6.1. Lingkungan Eksternal Dalam melakukan analisis lingkungan eksternal dapat diperoleh faktor-faktor
yang menjadi peluang yang menguntungkan sebuah perusahaan dan ancaman yang perlu dihindari sehingga tidak merugikan perusahaan. Analisis lingkungan eksternal
ini dapat memberikan faktor-faktor yang menjadi kunci utama bagi perusahaan untuk dapat memberikan respon sehingga dapat merumuskan strategi yang bisa
menguntungkan bagi perusahan. Faktor-faktor eksternal yang akan dianalisis meliputi kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, budaya, demografis, lingkungan, kekuatan
politik, pemerintahan, hukum, kekuatan teknologi, dan kekuatan kompetitif. Hasil dari identifikasi faktor eksternal ini didapat dari pengumpulan data sekunder yang
dikumpulkan dari beberapa sumber dan data primer sebagai penguat informasi dari data sekunder yang dianggap dapat memberikan informasi tentang perkembangan
pola konsumsi masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Jawa Barat. Faktor-faktor yang akan diuraikan dibawah ini akan menggambarkan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan makanan dan minuman serta kekuatan hukum yang harus dimiliki yang berdampak pada tingkat penjualan pada
suatu perusahaan.
6.1.1. Kekuatan Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah perekonomian suatu perusahaan. Pada umumnya kondisi ekonomi secara tidak langsung memiliki
pengaruh terhadap perkembangan suatu pelaku usaha yang terdapat pada suatu daerah, maka perusahaan harus mempertimbangkan tren ekonomi. Adapun beberapa
faktor yang berkaitan dengan kondisi ekonomi suatu daerah antara lain: 1
Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran masyarakat kota Bogor terus meningkat setiap tahunnya.
Pengeluaran non makanan penduduk kota Bogor jauh lebih tinggi daripada pengeluaran makanan. Peningkatan pengeluaran non makanan terjadi pada tahun
2007, hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat kota
60 Bogor. Untuk pengeluaran makanan, makanan jadi dan minuman non alkohol
menempati proporsi tertinggi yaitu sebesar 32 persen dan pengeluaran untuk padi sebesar 14 persen. Tabel 21 menunjukkan pengeluaran rata-rata per kapita untuk
makanan dan non makanan. Pengeluaran non makanan terkecil pada pajak, hal ini disebabkan karena
adanya subsidi pemerintah dalam hal pendidikan dan kesehatan maka pengeluaran di sektor ini tidak terlalu tinggi. Tabel 20 menunjukkan tingkat kenaikan pengeluaran
rata-rata per kapita dalam kurun waktu satu bulan selama tahu 2009-2010.
Tabel 20 . Tingkat Kenaikan Setahun Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan
Tahun 2009-2010
Pengeluaran per Kapita Sebulan Rp Tingkat kenaikan setahun
2009 2010 2009-2010
Jawa Barat 444.186
487.681 9,79
Indonesia 430.065 494.845 15,09
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Tabel 21 .
Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan Makanan tahun 2009-2010
Konsumsi Makanan Konsumsi Non Makanan
2009 2010 2009 2010 Jawa Barat
49,51 52,33
50,49 47,67
Indonesia 50,62 51,43 49,38 48,57
Sumber : Badan Pusat Statistik, susenas panel 2011
2 Tingkat Inflasi
Melemahnya nilai rupiah menyebabkan harga barang-barang impor menjadi naik. Kenaikan harga barang-barang impor. Indeks harga konsumen sering digunakan
sebagai indikator kenaikan harga. IHK per kelompok pengeluaran secara umum menurun. Penerunan paling signifikan terjadi pada kelompok pengeluaran dan paling
rendah penurunannya pada kelompok kesehatan. Laju inflasi bulanan kota Bogor
61 pada Tahun 2008 mengalami fluktuasi yang cukup signifikan bahkan menyentuh nilai
negatif pada akhir tahun 2008 yaitu sebesar -0,26, hal ini lebih dipicu oleh penurunan harga BBM per 1 Desember 2008. Pengeluaran laju inflasi pada bulan Mei 2008
disebabkan oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada pertengahan Mei. Pada Tabel 22 dapat dilihat secara rinci perkembangan tingkat inflasi di Indonesia
dari tahun 2005-2011. Pada akhir tahun 2008 inflasi Indonesia mencapai 11,06 persen, namun pada tahun 2009 inflasi Indonesia turun menjadi 2,78 persen. Hal ini
sejalan dengan dikeluarkannya peraturan menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2009 yang menurunkan harga eceran BBM.
Tabel 22. Tingkat Inflasi di Indonesia dari Tahun 2005-2011
Tahun Tingkat Inflasi Persen
2005 17,11 2006 6,6
2007 6,59 2008 11,06
2009 2,78 2010 6,96
2011 1,7
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011
3 Pendapatan Regional Daerah
PRDB merupakan ukuran produktivitas yang mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu tahun. Nilai PRDN
tertinggi disumbangkan oleh sektor perdagangan yaitu sekitar 39 persen senilai Rp. 4.528.576,96 juta, dan sektor industri pengolahan sebesar 25 persen senilai
Rp. 3.044.078,40 juta dari total PRBD 2009 kota Bogor sebesar Rp. 11.904.599,66 juta..Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,01 persen tahun 2009, taraf hidup
masyarakat kota bogor terus mengalami peningkatan seirig meningkatnya laju pertumbuhan kota Bogor.
62
6.1.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, Lingkungan