117
mata pencaharian. Di dalam aktivitas tradisi Gandai, maka fungsi tradisi ini jelas sebagai sarana ritual, yang menjadi baagian penting dan diutamakan dalam setiap
upacara memeriahkan perkawinan dalam kebudayaan Pekal. Tradisi ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari serangkaian upacara Perkawinan adat masyarakat
Pekal. Selain itu di dalam tradisi ini juga terkandung fungsi presentasi estetik, artinya melalui tradisi ini, setiap penari mengekspresikan keindahan gerakan-
gerakantari yang dipandang estetik menurut tata estetik Pekal, namun demikian tradisi ini memiliki fungsi sekundernya yaitu sebagai sarana ekonomis atau mata
pencaharian. Walaupun bukan fungsi utama, di dalam setiap kegiatan Gandai terdapat fungsi ekonomis, setiap penari atau pemusiknya mengharapkan imbalan
ekonomis. Menurut pengamatan yang penulis lakukan selama ini, seorang penari
dalam rangka menarikan tradisi ini memerlukan dana yaitu untuk sanggul, menyewa pakaian tari, perlengkapan tata rias, serta kebutuhan hidupnya. Selain
itu juga setiap penari tetap mengharapkan rezeki dari jasa ia menari di dalam sebuah pesta perkawinan. Dengan demikian, fungsi tradisi Gandai dalam
kebudayaan masyarakat Pekal memang kompleks juga. Ini dapat ditelusuri melalui kaitan tradisi ini dengan berbagai konteks sosial dan budaya, seperti,
religi, ekonomi, estetik, hiburan, sistem sosial, dan lain-lain.
5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal
Seperti telah diuraikan pada bab I skripsi ini, jelas dikatakan bahwa tradisi Gandai ini awalnya dipertunjukan pada acara pembukaan lahan baru atau pesta
panen. Masyarakat Pekal merasa bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa suka
Universitas Sumatera Utara
118
cita mereka atas lahan yang akan di garap atau panen dari hasil kerja keras mereka. Karena hanya dengan pertunjukan tradisi inilah masyarakat pekal dapat
berkumpul di balai desa sambil menghilangkan penat setelah bekerja. Pada saat itu hanya tradisi inilah yang menjadi hiburan masyarakat Pekal, musik Organ
Tunggal belum ada. Namun untuk dewasa ini tradisi ini sukar ditemukan pada acara buka lahan
tanam atau pesta panen. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikit warga yang bercocok tanam. Sekarang mereka lebih banyak bekerja di perkebunan karet atau
sawit milik negeri ataupun swasta serta bekerja di instansi pemerintahanan sebagai pegawai negeri sipil ataupun honorer. Bagi mereka yang memiliki lahan
sendiri, kebanyakan mengupahkan kepada orang lain untuk mengolahnya atau menggunakan mesin yang dapat membantu. Hal itu juga dikarenakan adanya
sarana pendidikan. Para pemuda-pemudi dahulunya tidak memiliki kegiatan atau menganggur sehingga mereka dapat berkumpul untuk menari di balai desa.
Namun sekarang mereka lebih banyak yang bersekolah sehingga waktu mereka tersita untuk kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jadi waktu untuk
berkumpul sangat terbatas. Masuknya hiburan musik Organ Tunggal pada tahun 1985 juga sebagai
salah satu penyebab tradisi ini tidak dipertunjukan pada pesta buka lahan atau pesta panen lagi. Musik Organ Tunggal ini dibawa para transmigran dari pulau
Jawa ke Kecamatan Ketahun. Musik ini diterima sangat baik oleh masyarakat Pekal karena dapat membuat masyarakat Pekal bernyanyi dan bergoyang.
Mungkin dikarenakan lagu yang disajikan merupakan lagu dangdut.
Universitas Sumatera Utara
119
Tradisi ini sekarang banyak dipertunjukan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, perpisahan sekolah, dan acara pengesahan lembaga lainnya.
Pada upacara perkawinan adatnya tradisi ini dipertunjukan pada malam begandai. Sedangkan pada acara perpisahan sekolah merupakan cara pemerintah daerah
untuk tetap melestarikan kebudayaan ini. Dari segi ragam gerak tradisi ini, juga mengalami perubahan. Dahulunya
yang terdiri dari 36 ragam gerak, sekarang hanya tinggal 26 ragam lagi. Menurut bapak Zhamari A S Djamal, hal ini dikarenakan 10 ragam yang hilang tersebut
hanya diketahui oleh para orang-orang tua jaman dulu. Beliau juga menambahkan bahwa generasi sekarang kurang begitu tertarik untuk mempelajarinya, hanya
segelintir saja.
Universitas Sumatera Utara
120
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan