101
dalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan, jika sudah ada yang siap untuk bertanggung jawab dan hal itu legal dalam pandangan syara’ kenapa tidak ?
demikian menurut Imam Jalaludin Suyuthi
128
C. Upaya-Upaya yang Dilakukan Untuk Mencegah Pekawinan Anak di
Bawah Umur
.
Walaupun seperti yang disebutkan di atas, bahwa dalam satu sisi perkawinan di bawah umur ada positifnya namun kenyataannya perkawinan
dibawah umur lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Oleh karena itu perkawinan di bawah umur tersebut harus dicegah untuk kebaikan bersama
khususnya bagi para generasi masa depan bangsa. Adapun cara-cara yang bisa dilakukan antara lain adalah :
1. Membuat kebijakan-kebijakan strategis nasional
Untuk memecahkan masalah sekaligus mencegah perkawinan anak di bawah umur di seluruh bidang, baik hukum, politik, pendidikan, sosial
keagamaan, maupun ekonomi, sebagaimana yang dikutip dalam buku karangan Yusuf Hanafi, sebagai berikut :
129
a. Bidang hukum
1 Pemerintah perlu membuat komitmen politik political will dan pernyataan
yang tegas clear expression untuk menghentikan praktek-praktek tradisi yang berbahaya the harmful tradition practices
128
Ibid, hal. 52
129
Yusuf Hanafi, Op.cit. hal. 133-135
Universitas Sumatera Utara
102
2 Meratifikasi dan menerapkan secara efektif instrumen-intsrumen
international, khususnya semua yang terkait dengan perlindungan terhadap perempuan dan anak, seperti Convention on Concent to Marriage, Minimum
Age for Marriage, and Registration of Marriages Tahun 1964 dan International Convention on the Rights of the Child Tahun 1989.
3 Melakukan reformasi undang-undang perkawinan, antara lain dengan
menghapus institusi dispensasi nikah, rekonsepsi perwalian untuk menghindari kawin paksa ijbar, serta menetapkan usia minimum untuk
menikah bagi anak laki-laki dan perempuan secara sama dan lebih tinggi dari sebelumnya, yakni 18 tahun.
b. Bidang politik
1 Pemerintah dapat membentuk badan-badan governmental committees untuk
memerangi praktik perkawinan anak di bawah umur. 2
Menyediakan bantuan keuangan financial assistance bagi badan dan komite tersebut.
3 Semua pihak yang dapat memberikan sumbangsih atau kontribusi secara nyata
untuk menghapuskan praktek-praktek tersebut harus dimobilisasi. 4
Perlunya fokus dan konsentrasi pemerintah untuk memberantas praktek perkawinan di bawah umur di daerah-daerah kantong, khususnya di desa-desa
yang miskin. c.
Pendidikan 1
Peningkatan kualitas dan penyediaan layanan pendidikan yang visioner dan prospektif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pedesaan.
Universitas Sumatera Utara
103
Pada gilirannya, hal itu diharapkan dapat menunda terutama para gadis menapaki jenjang perkawinan dengan menahan mereka labih lama di bangku
sekolah. 2
Penelitian dan penelaahan terhadap kurikulum dan buku sekolah teks book harus dilakukan dengan maksud untuk menghapus prasangka terhadap
perempuan prejudices againt women yang sangat stereotip dan bias gender. d.
Sosial keagamaan 1
Perlunya kerja sama dengan lembaga-lembaga agama dan adat religious and traditional institutions beserta para pemimpin dan pemukanya dalam rangka
menghapus praktik perkawinan anak di bawah umur. Tujuannya adalah : a
Reinterpretasi teks-teks agama yang selama ini disalahpahami memberikan justifikasi formal atas keabsahan perkawinan di bawah umur.
b Mengikis dan mendekonstruksi nilai adat dari mindset mayarakat yang
memposisikan anak sebagai hak milik dan asset yang dapat diperlakukan sekehendak orang.tua.
e. Ekonomi
Mendorong akselerasi perbaikan ekonomi dan kesejahteraan lewat penyediaan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai. Pasalnya, keluarga-
keluarga ekonomi lemah lazimnya menikahkan anaknya sedini mungkin agar terbebas dari beban pembiayaan. Hal itu dilakukan dengan diiringi harapan agar
anak gadisnya segera mengalami perbaikan ekonomi pasca perkawinan. Meski dalam kenyataannya, mereka tetap berada dalam lingkaran kemiskinan the circle
of poverty bahkan lebih buruk dan tragis lagi.
Universitas Sumatera Utara
104
2. Membuat program-progam strategis untuk pencegahan perkawinan anak di
bawah umur Setiap masalah yang muncul itu untuk dihadapi, bukan untuk dihindari.
Sebab setiap kali kita menghindari masalah yang menghadang, di depan kita akan dihadapkan pada beragam persoalan lain pula. Oleh karena itu, bagaimana pun
wujud masalah itu, wajib dicari jalan keluarnya. Dalam kaitannya dengan perkawinan di bawah umur, harus ditentukan program yang strategis untuk
menganggulangi dan mencegah agar perkawinan di bawah umur tersebut tidak terulang kembali, sebagaimana yang dikutip dalam buku karangan Yusuf Hanafi
berikut :
130
a. Pengubahan perilaku hukum masyarakat melalui program sadar hukum
1 Peningkatan taraf pengetahuan dan wawasan warga masyarakat pedesaan yang
berekonomi lemah melalui program “Kejar” bekerja sambil belajar yang disajikan dalam bentuk paket-paket.
2 Program “Wajar” Wajib Belajar bagi anak-anak usia sekolah lebih di
perketat pelaksanaannya. 3
Program penyuluhan hukum di bidang perkawinan. b.
Sosialisasi program pendidikan seks dan kesehatan reproduksi 1
Pendidikan seks dan kesehatan reproduksi perlu di masukkan ke dalam kurikulum sekolah untuk menciptakan kesadaran di antara anak muda tentang
bahaya dan resiko dari perkawinann di bawah umur.
130
Ibid, hal 139-141.
Universitas Sumatera Utara
105
2 Program audiovisual, seperti sketsa, sandiwara, dan paket pendidikan tentang
praktek-praktek tradisi berbahaya yang mempengaruhi kesehatan perempuan dan anak-anak, khususnya perkawinan anak di bawah umur, harus pula
digarap dan dipersiapkan. 3
Media massa perlu dimobilisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya dan resiko perkawinan di bawah umur menuju prakarsa “self
motherhood”. 4
Pemerintah harus mengakui dan memajukan hak reproduksi perempuan, termasuk hak mereka untuk menentukan jumlah dan jarak usia anak-anak
mereka. c.
Perluasan akses pendidikan yang terjangkau 1
Penyediaan layanan pelatihan kejuruan dan program magang bagi gadis-gadis belia dari keluarga-keluarga miskin untuk memberdayakan mereka secara
ekonomi. 2
Perlunya program pelatihan yang efektif bagi pembantu kelahiran tradisional bidan dan paramedis untuk membekali mereka dengan keahlian dan
pengetahuan baru yang dibutuhkan. Hal ini penting untuk mengurangi angka kematian ibu maternal mortality yang hingga kini masih reltif tinggi.
d. Perbaikan manajemen dan administrasi perkawinan
1 Pendaftaran dan pencatatan perkawinan harus diwajibkan demi mengantisipasi
praktek perkawinan di bawah umur secara sirri, pemalsuan umur, dan identitas-identitas lainnya.
Universitas Sumatera Utara
106
2 Sinergi pihak-pihak berwenang yang terkait dengan administrasi perkawinan,
seperti kelurahandesa, kecamatan, dan Kantor Urusan Agama KUA, sangat diperlukan. Dengan terwujudnya sinergi yang kolektif ini, setiap permohonan
perkawinan yang tidak prosedural dan cacat hukum kepada instansi pemerintah, semisal usia calon mempelai perempuan masih di bawah 18
tahun, dapat dibatalkan dan ditolak. Bertolak dari hasil penelitian di Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo bahwa sebagian dari narasumber yang diwawancarai belum tahu adanya aturan tentang batas usia menikah. Seharusnya pemerintah melakukan
sosialisasi dan penyuluhan hukum tentang adanya aturan tersebut terutama di desa-desa. Selain itu mereka juga tidak tahu adanya bahaya menikah di bawah
umur ini oleh karena itu diperlukan juga penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan bahaya perkawinan di bawah umur terutama bagi muda mudi di desa.
Pemerintah juga harus memberdayakan dan mendukung organisasi-organisasi kepemudaan maupun organisasi yang bersifat agama agar pemikiran para pemuda
maju dan tidak mandek seperti organisasi Karang Taruna, atau Ikatan Remaja Mesjid dan sebagainya. Sehingga sosialisasi tentang adanya batas umur dalam UU
Perkawinan dapat dilakukan melalui organisiasi kepemudaan seperti ini. Suatu bangsa dalam membangun sumber daya manusia dan mengurus
rumah tangganya harus mampu membentuk dan membina suatu tata penghidupan serta kepribadiannya. Usaha ini merupakan suatu usaha yang terus menerus dari
generasi ke generasi.
Universitas Sumatera Utara
107
Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar tata masyarakat. Karena itu usaha-usaha untuk memelihara, membina dan
meningkatkan kesejahteraan anak haruslah didasarkan falsafah Pancasila dengan maksud untuk menjamin kelangsungan hidup dan kepribadian bangsa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, narasumber yang menikah
pada usia muda umumnya mereka menyarankan agar sebaiknya jangan menikah pada usia muda, utamakan pendidikan sampai mendapat pekerjaan yang tetap dan
kenali dulu pasangan dengan sebaik-baiknya sebelum memutuskan untuk menikah agar tidak menyesal nantinya. Menurut mereka usia ideal untuk kawin adalah
antara umur 20-25 tahun karena menurut mereka di usia tersebut baru dapat benar-benar siap lahir batin untuk menikah.
Dalam Al-Qu’ran disebutkan, seseorang boleh melangsungkan perkawinan disesuaikan dengan keadaan kedewasaannya, terdapat pada QS an Nisa’ ayat 6,
yang artinya berbunyi :
131
Dari ayat itu jelas tergambar, umur wanita yang boleh kawin adalah anak perempuan berakal sehat yang dianggap telah dewasa. Karena perkawinan adalah
“Hendaklah kamu siasati anak-anak yatim, apabila mereka telah dewasa untuk kawin, maka jika kamu lihat kecerdikan ada pada
mereka, hendaklah kamu serahkan kepada mereka harta-harta mereka, janganlah kamu makan harta mereka dengan boros,
dengan cepat sebelum mereka dewasa”.
131
Departemen Agama RI, Op.cit, hal. 166
Universitas Sumatera Utara
108
suatu ikatan, di mana izin pribadi sangat menentukan sekali, di mana ternyata dari berbagai-bagai ayat dan hadis bahwa izin itu tidak dapat dirampas begitu saja oleh
pihak lain. Jelas umur wanita yang boleh melangsungkan perkawinan, jika ia telah mencapai kedewasaan, yaitu jika seorang wanita telah dapat mengurus harta
bendanya dan dapat menetapkan pilihan terhadap calon suaminya sendiri. Pria atau wanita yang belum dewasa tidak dapat menentukan pendapatnya dalam
persoalan perkawinan.
132
Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen Agama sudah memberantas perkawinan anak-anak di bawah umur. Terakhir Departemen Agama
mengintruksikan agar melarang perkawinan anak-anak di bawah umur melalui suratnya, 21 Oktober 1954 No.AVII14254. Dalam surat itu diinstruksikan
supaya Pegawai Departemen Agama jangan memberikan bantuan perkawinan anak-anak. Dalam surat itu dilampirkan Bijblad No.10945 dimana disebutkan
bahwa perkawinan anak-anak sangat menganggu kesehatan sehingga diminta untuk melapor tiap-tiap enam bulan sekali berapa jumlah perkawinan anak-anak
di Indonesia.
133
132
T.Jefijham,Op.cit, hal. 259.
133
Ibid, hal. 260.
Universitas Sumatera Utara
109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN