Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Suatu Perkawinan

42 kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” Adapun dalil dari hadis di antaranya adalah sabda Nabi yang berasal dari Sahal bin Sa’ad al-Sa’idi dalam suatu kisah panjang dalam bentuk hadis mutaffaq alaih yang artinya : 53 Dari adanya perintah Allah dan perintah nabi untuk memberikan mahar itu, maka ulama sepakat menetapkan hukum wajibnya memberi mahar kepada istri. Tidak ditemukan adanya literatur ulama yang menempatkannya sebagai rukun. Mereka sepakat menempatkannya sebagai syarat sah bagi suatu perkawinan, dalam arti perkawinan yang tidak pakai mahar tidak sah. Bahkan ulama Zhahiriah mengatakan bahwa bila dalam akad nikah dipersyaratkan tidak pakai mahar, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. “Ya Rasul Allah bila anda tidak punya keinginan untuk mengawininya, maka kawinkan saya dengannya. Nabi berkata:” Apa kamu memiliki sesuatu”. Ia berkata :”tidak ya Rasul Allah”. Nabi berkata:”Pergilah kepada keluargamu mungkin kamu akan mendapatkan sesuatu. Kemudian ia pergi dan segera kembali dan berkata:”Tidak saya memperoleh sesuatu ya Rasul Allah”. Nabi berkata:”carilah walaupun hanya sebentuk cincin besi”. 54

C. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Suatu Perkawinan

Hak adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga 53 Sebagaimana yang dikutip oleh Amir Syarifuddin, Op.cit. hal. 86 54 Ibid , hal. 87. Universitas Sumatera Utara 43 suami mempunyai hak begitu juga dengan istri. Di balik itu suami mempunyai beberapa kewajiban dan begitu pula dengan istri mempunyai beberapa kewajiban. UU Perkawinan memberikan aturan yang jelas berkenaan dengan hak dan kewajiban suami istri. Hak dan kewajiban suami isteri ini diatur di dalam Pasal 30 sampai Pasal 34. 1. Dalam UU Perkawinan, ketentuan tentang hak dan kewajiban suami istri dirumuskan dalam Pasal 30 yang berbunyi : “Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi dasar dari sususnan masyarakat.” Dari ketentuan pasal ini dapat dipahami bahwa perkawinan yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga merupakan satu perbuatan yang luhur. Perkawinan dianggap sebagai suatu perbuatan pentint dalam kehidupan seseorang.Tujuan perkawinan yang luhur itu adalah untuk menegakkan keluarga atau rumah tangga. Dalam rumah tangga ini merupakan sendi yang mendasari struktur masyarakar. Apabila tiap-tiap rumah tangga sudah terbina dengan baik, maka hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekelilingnya. 55 2. Tentang hak dan kedudukan suami istri dalam rumah tangga dan masyarakat di atur dalam Pasal 31. a. Pasal 31 ayat 1 menentukan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang, dengan hak dan kedudukan suami dalam rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa 55 Neng Djubaedah, Op.cit, hal.112 Universitas Sumatera Utara 44 kedudukan suami istri adalah sama, baik dalam kedudukannya sebagai manusia maupun dalam kedudukannya dalam membina keluarga. Dengan adanya ketentuan ini akan membuka peluang seorang istri dapat menduduki jabatan-jabatan penting dalam mayarakat, yang semula diduduki oleh pria saja. Namun yang perlu diperhatikan oleh istri adalah walaupun ia memangku jabatan tinggi dalam masyarakt, ia tidak bolah melupakan kewajibannya sebagai itri dan ibu rumah tangga. Ia harus dapat menyeimbangkan antara kesibukan di luar rumah dan kewajiban pokok yang harus dilaksanakan di dalam rumah tangga. b. Pasal 31 ayat 2 menetapkan bahwa masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa seorang istri diizinkan melakukan tindakan-tindakan hukum tanpa bantuan suami. Artinya istri boleh bertindak dalam hukum tanpa harus mendapat izin dan pertolongan dari suaminya. c. Pasal 31 ayat 3 mengatur tentang suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.Ketentuan ayat ini mengatur tentang pembagian tugas antara suami dan istri dalam membina rumah tangga. Perbedaan kedudukan ini semata-mata hanyalah didasarkan atas perbedaan secara fungsional, bukan perbedaan dalan hal persamaan hak dan kedudukan. Artinya kedudukan suami sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga, mempunyai alasan yang kuat baik secara hukum maupun fungsinya dalam rumah tangga. Seorang suami, lazimnya lebih banyak menggunakan rasio dibanding dengan istri. Di samping itu, dilihat Universitas Sumatera Utara 45 dari segi fisik, seorang suami lebih kuat dan mempunyai daya juang lebih tinggi. Sebaliknya, seorang istri memiliki kejiwaan atau emosi yang lembut dan fisik yang tidak sekuat pria. Istri sebagai seorang wanita dan sebagai ibu, memiliki perasaan yang halus, sabar, teliti, tabah dan sifat- sifat inilah yang dibutuhkan untuk merawat dan memelihara anak atau keturunan. d. Pasal 32 ayat 1 dan 2 menentukan tentang tempat kediaman bersama. Pada dasarnya, suami istri harus mempunyai kediaman yang tetap, dan kediaman itu ditentukan oleh sumai istri bersma. Ketentuan ini apabila dikaitkan dengan tujuan perkawinan seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1 UU Perkawinan, yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal bersasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka wajarlah apabila suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. Tempat kediaman ini adalah tempat mereka hidup bersama dan membina rumah tangga. e. Pasal 33 dan Pasal 34 mengatur tentang kewajiban suami istri dalam rumah tangga. Pengaturannya adalah sebgai berikut : 1 Suami istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, dan memberi bantuan lahir batin yang satu pada yang lain. Perasaan saling cinta-mencintai ini merupakan ikatan batin kedua belah pihak, sebab, perkawinan tidak hanya ikatan lahir tetapi juga ikatan batin. Kewajiban saling menghormati merupakan akibat dari kedudukan suami istri yang sama dan sederajat, baik dalam rumah tangga maupun dalam masyarakt. Keharusan saling setia antara suami istri berkaitan dengan Universitas Sumatera Utara 46 kesucian rumah tangga. Kedua belah pihak mampu memelihara dan mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan, baik bersifat moral, maupun material. Artinya masing-masing pihak tidak berlaku serong atau menyeleweng dengan wanita atau pria lain. Demikian pula dalam penggunaan uang nafkah yang diberikan oleh suami, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa sepengetahuan suami. Dalam hal saling membantu lahir batin mempunyai makna bahwa antara keduanya harus dapat bekerja sama dan saling mengingatkan, serta saling menasehati dalam membina rumah tangga. 2 Suami wajib melindungi istrinya dan dan memberi segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Keharusan suami ini meliputi kebutuhan primer bagi kehidupan rumah tangga. Termasuk dalam kebutuhan ini adalah tempat kediaman, keperluan hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan pemeliharan anak. Namun, suami tidak dapat dituntut di luar kesanggupannya, artinya pemenuhan kebutuhan itu sesuai dengan kemampuan suami. 3 Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Hal ini memang sesuai dengan kedudukan istri sebagai ibu tumah tangga. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bila istri berkewajiban dan mampu mengatur rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Pengaturan rumah tangga ini meliputi penyediaan makanminum untuk keluarga, mengatur belanja, mengasuh dan memlihara anak. 56 56 Ibid, hal 112-115 Universitas Sumatera Utara 47 Demikianlah hak dan kewajiban suami istri yang ditentukan dalam Pasal 30- Pasal 34 UU Perkawinan. Apabila ketentuan ini bila dibandingkan dengan ketentuan dalam Hukum Islam dalam Al-Qur’an dan Hadis, maka pada prinsipnya tidak ada perbedaan. Dengan perkataan lain, pengaturan dalam UU Perkawinan sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Hukum Islam. 57 1. Pada bagian pertama merupakan ketentuan umum, meliputi Pasal 77 dan Pasal 78. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pada dasarnya pengaturan tentang hak dan kewajiban suami istri dalam KHI merupakan gabungan dari ketentuan dalam Hukum Islam Al-Qur’an dan Hadis dan ketentuan dalam UU Perkawinan. Mengenai hak dan kewajiban suami istri menurut KHI, terdapat dalam Bab XII dan terdiri dari enam bagian. a. Suami istri wajib menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddan dan rahmah, yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. b. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kapada yang lain. c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak- anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya. d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya. 57 Ibid. Universitas Sumatera Utara 48 e. Jika suami atau istri memalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama. f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap sesuai dengan Pasal 32 ayat 1 UU Perkawinan. g. Rumah kediaman tersebut ditentukan oleh suami istri bersama sesuai dengan Pasal 32 ayat 2. 2. Bagian kedua mengatur tentang kedudukan suami istri Pasal 79. a. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam msyarakat. c. Masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Bagian ketiga menentukan tentang kewajiban suami Pasal 80. a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangga diputuskan bersama. b. Suami harus melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. c. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. d. Sesuai dengan kemampuan suami menganggung nafkah, tempat kediaman bagi istri, biaya rumah tangga, perawatan dan pengobatan bagi istri dan anak dan biaya pendidikan bagi anak. Universitas Sumatera Utara 49 e. Kewajiban suami terhadap istri mengenai nafkah dan tempat kediaman mulai berlaku setelah ada tamkin sempurna dari istrinya. f. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya tersebut di atas. g. Kewajiban suami seperti huruf e di atas dapat gugur apabila istri nusyuz. 4. Bagian keempat menetapkan tentang tempat kediaman Pasal 81. a. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dana anak-anaknya, atau mantan istri yang masih dalam masa iddah. b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang pantas untuk istri salama pernikahan, atau masa iddah. c. Tempat kediaman disiapkan untuk melindungi istri dan anak-anak, agar mereka merasa aman dan tenteram. d. Suami wajib melengkapai tempat kediaman sesuai dengan kemampuan dan disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat kediamannya. 5. Bagian keenam mengatur tentang kewajiban istri Pasal 83 dan Pasal 84 a. Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Hukum Islam. b. Istri menyelanggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. c. Istri dapat dianggap nusyuz apabila ia tidak mau melaksanakan kewajiban- kewajibannya, kecuali ada alasan yang sah. Universitas Sumatera Utara 50 d. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istri yang ditentukan dalam Pasal 80 ayat 4 huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. e. Kewajiban suami pada huruf d di atas berlaku kembali setelah istrinya tidak nusyuz. f. Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari istri harus didasarkan pada bukti yang sah. 58 Demikianlah uraian tentang ketentuan hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan menurut UU Perkawinan dan KHI.

D. Pencegahan Perkawinan