Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra

xxviii pengalaman, pengertian, dan penyesuaian diri dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju arah pertumbuhan dan perekembangan Soedomo Hadi 2003: 18. J. Sudarminta dalam http:www.atmajaya.ac.idcontent.asp?f=0id=3 mengatakan bahwa nilai-nilai kehidupan sebagai bagian integral kegiatan pendidikan pada umumnya adalah upaya sadar dan terencana membantu anak didik mengenal, menyadari, menghargai, dan menghayati nilai-nilai yang seharusnya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku sebagai manusia dalam hidup perorangan dan bermasyarakat. Pendidikan nilai akan membuat anak didik tumbuh menjadi pribadi yang tahu sopan-santun, memiliki cita rasa seni, sastra, dan keindahan pada umumnya, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap keluhuran martabat manusia, memiliki cita rasa moral dan rohani. Berdasarkan pendapat di atas, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa untuk mengembangkan potensi-potensi dalam diri anak didik menuju ke arah kedewasaan, melalui pengajaran dan pelatihan, sehingga anak didik tumbuh menjadi pribadi yang mengetahui dan memahami sopan-santun, memiliki cita rasa seni, sastra, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap keluhuran martabat manusia, memiliki cita rasa moral serta rohani.

c. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra

Karya sastra mengandung nilai-nilai pendidikan yang harus dikembangkan. Nyoman Tushi Eddy 1983: 15 mengatakan bahwa sastra harus bersifat mendidik. Karya Sastra harus bisa dijadikan sebagai wahana untuk meneruskan dan mewariskan tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi berikutnya, yang berupa gagasan, pemikiran, bahasa, pengalaman, sejarah, nilai moral, dan budaya. xxix Nilai sastra menyajikan suatu formula yang mampu memberikan rasionalisasi terhadap reaksi pembaca. Hal ini berarti jika sebuah proposisi mampu merasionalisasikan reaksi evaluatif pembaca dalam kaitannya dengan sebuah teks tertentu, proposisi itu menyatakan sesuatu tentang nilai yang dilekatkan pembaca terhadap teks T. Segers, 2000: 61 −62. Nilai yang terdapat dalam karya sastra harus mampu membuat manusia pembaca mencapai hidup yang lebih baik sebagai manusia yang mempunyai akal, pikiran, dan perasaan. Selain itu, karya sastra harus memberikan kenikmatan estetis dan hiburan, meningkatkan kepekaan estetik, serta memperluas pengalaman dan cara berpikir. Suyitno 1986: 3 berpendapat sastra sebagai produk kehidupan, mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi dan sebagainya, sehingga secara umum nilai pendidikan dalam karya sastra adalah: 1 nilai religiusagama; 2 nilai sosial; 3 nilai moraletika; dan 4 nilai budaya.

1 Nilai ReligiusAgama

Nilai religius menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan. Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar, tidak sombong, dan tidak angkuh kepada sesama. Manusia akan saling mencintai dan menyayangi. Dengan kata lain, manusia akan mampu menjalin hubungan baik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia maupun manusia dengan mahluk lain. Dojosantoso dalam Tirto Suwondo, 1994: 63 menyatakan bahwa religius merupakan keterkaitan antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber ketenteraman dan kebahagiaan. Manusia religius berarti mempunyai keterkaitan dengan Tuhan baik jasmani maupun rohani. Salah satu cara untuk menumbuhkan nilai religius adalah dengan mempelajari atau mengapresiasi karya satra. Mangunwijaya dalam Burhan Nurgiyantoro, 2007: 327 berpendapat bahwa kehadiran unsur religius dan xxx keagamaan sesuai keberadaan sastra itu sendiri. Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius dan awal mula segala sastra adalah religius. Berdasarkan pendapat di atas nilai religiusagama adalah nilai yang menjalin hubungan manusia sebagai mahluk Tuhan yang bertakwa. Hal ini berarti manusia mampu menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya, sehingga manusia menjadi tenteram dan bahagia.

2 Nilai Sosial

Nilai sosial memberi gambaran bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Santi Utami dalam http:santy2l.blogspot.com . Ia mengatakan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai sosial akan membawa kesadaran tentang manusia tidak akan terlepas dari bantuan orang lain. Kesadaran itu mutlak diperlukan agar dalam setiap tindakan, manusia memperhatikan batas-batas tertentu dan selalu mengukur semua perbuatan dengan kacamata kemanusiaan. Ukuran tindakan tersebut dilihat dari masyarakat secara keseluruhan, bukan tindakan yang menguntungkan kepentingan pribadi. Karya sastra sebagai salah satu wadah ekspresi manusia untuk menuangkan nilai-nilai kemanusiaan atau kemasyarakatan mempunyai peranan yang penting. Karya sastra diharapkan mampu menggugah dan memberi penghayatan tentang nilai-nilai sosial, kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Burhan Nurgiyantoro 2007: 330 mengatakan karya sastra mengandung pesan kritik sosial. Ia menegaskan karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan lantaran pesan itu, namun ditentukan oleh koherensi semua unsur intrinsiknya. Atar Semi 1993: 22 berpendapat bahwa karya sastra juga mempunyai dorongan sosial. Dorongan ini berkenaan dengan pembentukan dan pemeliharaan jenis-jenis tingkah laku dan hubungan antarindividu dan masyarakat, yang dengan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan xxxi semua yang berkepentingan. Dorongan sosial pada umumnya melahirkan berbagai macam aktivitas kehidupan, seperti aktivitas sosial, ekonomi, politik, etika, kepercayaan dan lain-lain. Ia menambahkan dorongan sosial pada akhirnya mendorong penciptaan sastra yang mau tidak mau memperjuangkan berbagai bentuk aktivitas sosial tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karya sastra mengandung nilai social. Nilai sosial mengacu pada nilai kemanusiaan atau tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat. Artinya, manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan bantuan orang lain, sehingga ia juga harus memperhatikan kebutuhan masyarakat di atas kebutuhan atau kepentingan pribadi.

3 Nilai MoralEtika

Nilai moral merupakan nilai baik dan buruk, benar dan salah berdasarkan adat kebiasaan individu atau masyarakat tersebut tinggal. Burhan Nurgiyantoro 2007: 320 −321 mengatakan bahwa pengertian baik dan buruk itu relatif, artinya suatu hal yang dipandang baik oleh orang yang satu atau bangsa pada umumnya, belum tentu sama dengan orang lain atua bangsa lain. Pandangan seseorang tentang moral, nilai-nilai atau kecenderungan-kecenderungan biasanya dipengaruhi oleh pandangan hidup bangsanya. Nilai moral atau etika menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku manusia yang dipandang dari nilai baik dan buruk, benar dan salah serta berdasarkan adat kebiasaan individu itu berada. Pengembangan nilai moral sangat penting agar manusia memahami dan menghayati etika berinteraksi dan berkomunikasi di masyarakat, sehingga terjalin hubungan yang selaras, harmonis dan seimbang Wiwit Sulistyo, 2008: 28. Nilai moral dalam karya sastra diidentikkan dengan pesan atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang. Melalui cerita dan tingkah xxxii laku tokohnya, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan- pesan moral yang disampaikan atau yang diamanatkan Burhan Nurgiyantoro, 2007: 321. Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro 2007: 321 menambahkan nilai moral dalam cerita dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat ditafsirkan oleh pembaca. Saran tersebut merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku dan sopan santun sebagaimana yang ditampilkan oleh tokoh-tokohnya. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral merupakan nilai baik dan buruk, benar dan salah berdasarkan adat kebiasaan individu atau masyarakat tersebut tinggal. Nilai moral dalam karya sastra merupakan nilai baik atau buruk, benar dan salah berdasarkan adat kebiasaan individu atau masyarakat tersebut tinggal, yang terdapat dalam cerita, yang secara sengaja dilukiskan pengarang melalui sikap, tingkah laku dan sopan santun tokoh-tokohnya atau secara terselubung dapat diketahui setelah membaca seluruh cerita. 4 Nilai Budaya Budaya merupakan sebuah sistem lambang. Budaya sebagai sistem lambang berkenaan atau bersangkutan dengan kompleksitas hayatan, renungan, gagasan, pikiran, pandangan, dan nilai yang pada hakikatnya merupakan ekspresi dan eksternalitas kegiatan budi manusia dalam menjalani, mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya di dunia Kleden dalam Djoko Saryono http;www.hermenunikabudaya.com. Ia menambahkan budaya sering dipersepsi, dipahami dan dipandang sebagai sistem makna atau pengetahuan dan sistem nilai. Koentjaraningrat 1990: 190 mengatakan bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. xxxiii Hal ini karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga, mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga tersebut. Lebih lanjut ia menjelaskan meskipun nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, nilai budaya bersifat umum, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. Berdasarkan pendapat di atas nilai budaya adalah sistem nilai yang terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pemikiran, dianggap baik, berharga dan menjadi pedoman tertinggi bagi kelakuan atau tingkah laku masyarakat tersebut. Nilai budaya mencakup tradisi lisan, bahasa, festival budaya, ritus dan kepercayaan, musik dan lagu-lagu, seni pertunjukan, pengobatan tradisional, olahraga dan permainan tradisional Nilai budaya bisa dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa, tetapi belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain. Oleh sebab itu, karakteristik nilai budaya tiap kelompok masyarakat tidak sama Rosyadi, 1995: 74.

4. Hakikat Analisis Struktural