82 kepada buruh karena keterbatasan modal pekerjaan yang di upahkan kepada buruh
tani hanya bagian menanam benih padi dan memanennya saja, selain itu pekerjaan seperti merumput, menyemprot, memupuk dan lainnya merka suami istri
kerjakan sendiri.
4.9.2 Modernisasi Pada Sektor Pertanian
Menurut Sediono Tjondronegoro 1989, dan juga Margo Lyon 1970, fenomena modernisasi pertanian ini bisa dilihat dari indikator – indikator yang
menyertainnya yaitu, Penggunaan tenaga dalam produksi padi, sistem pengupahan buruh, sistem panen dengan upah buruh tani dan lain – lainnya.
Modernisasi di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang mendasar pada pola-pola pertanian, dari cara-cara Sistem Kerjaonal menjadi
cara-cara yang lebih maju. Perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam sistem pengerjaan lahan sawah mana petani terdahulu tidak mengenal
istilah pengupahan buruh seingga memunculkan isisniatif untuk gotong royong, berbeda dengan masa sekarang yang sudah mengenal sistem pengupahan buruh,
sehingga menyebabkan memudarnya sistem gotong royong atau Sistem Kerja kearifan lokal pada masyarakat petani. Selain itu, dengan penggunaan alat
teknologi dalam pertanian merupakan salah satu pemicu memudarnya Sistem Kerja kearifan lokal pada petani padi.
Modernisasi pada sektor pertanian bisa berdampak positif maupun negatif, dengan modernisasi maka tentu saja terjadi inovasi – inovasi baru dalam sektor
pertanian yang bisa merubah sistem pertanian menjadi moderen dengan inovaasi tersebut. Seperti, dalam pengolahan lahan sawah yang menggunakan alat
Universitas Sumatera Utara
83 teknologi yang bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat kinerja para
petani dalam mengolah lahan sawahnya. Namun disamping itu, dengan penggunaan alat teknologi secara terus –
menerus dalam segala bidang pada sektor pertanian ini akan dikhawatirkan terjadi pergeseran antara Sistem Kerja, tenaga manusia dan tenaga hewan serta
penggunaan alat Sistem Kerjaonal dalam Sistem Kerja petani secara perlahan mulai memudar dan di khawatirkan punah begitu saja. Semakin banyaknya petani
yang memutar haluan kepada penggunaan alat tekhnologi maka semakin memudarnya Sistem Kerja, nilai – nilai kearifan lokal yang ada. Seperti yang
dikatakan oleh Informan Amat Julik, yaitu: “acik menggunaakan alat teknologi juak dalam mengarjaakan
pakarjaan di pahumaan, kayak Jitur, masin rumput, samprutan, mamanin awan masin geridil juak, dan samuaan nan pakarjaannyak di
upahakan termasuk manaradak. Amun dahuluk menggarap tanah pahumaan acik wan cil lakik mancangkul begimit, imbah tuh berubah
jadi awan malukuk awan lambuk, karnak asa kadak tahan pang asa lapah banar parasaan amun main cangkul. Amun main lukuk pulang
asa alun banar, jadih karnak urang ramik pakai jitur umpatan nai juak pakai jitur, asa lakas juak siapnyak pahumaannyak di garap. Tapi
mimang adak dampak nigatifnyak awan tukang ambilupah. Karnak yang tadihnyak menyuruh tukang lukuk wan lambuk jadik kadak
manyuruh lagik. Hampir ratak-ratak ai hudah patanik Banjar nih mamakai jitur hanggin mangggarap pahumaan”.Hasil wawancara 14
September 2014 Terjemahan:
“Bapak menggunakan alat teknologi juga dalam mengerjakan pekerjaan disawah, seperti Jitur traktor tangan, mesin rumput, alat
semprotan, memanen dengan mesin gerindil mesin perontok padi juga. Dan semua pekerjaan di sawah di upah kan. Kalau dahulu dalam
menggarap lahan sawah Bapak dan istri hanya menggunakan alat cangkul pelan – pelan. Setelah itu tidak pakai canggul lagi dalam
menggarap lahan sawah melainkan dengan melukuk menggarap dengan tenaga hewan kerbau. Karena merasa benar-benar tidak
sanggup kalau menggunakan dengan alat cangkul. Kalau menggunakan lukuk tenaga hewan kerbau merasa lambat dan
penggarapan lahan sawah”. Hasil wawancara 14 September 2014.
Universitas Sumatera Utara
84 Jadi ketika orang mulai ramai menggunakan alat teknologi jitur traktor
tangan, maka Bapak pun ikut juga menggarap lahan sawah dengan alat tersebut. Karena dengan menggunakan alat tersebut akan lebih cepat selesainya. Tapi
memang ada dampak negatif nya juga, dengan menggunakan alat jitur traktor tangan maka buruh tani yang menggunakan tenaga hewan kerbau menjadi
kehilangan pekerjaannya. Karena yang tadinya di panggil untuk menggarap lahan sawah menjadi tidak lagi dan hampir rata – rata petani Etnis Banjar telah memakai
jitur traktor tangan untuk menggarap lahan sawahnya. Dengan pernyataan diatas, bahwa sedidit – demi sedikit dan perlahan
Sistem Kerja yang menggunakan alat Sistem Kerjaonal dalam menggarap lahan sawah yang menggunakan Malukuk menggunakan tenaga hewan kerbau sudah
mulai tergeser dengan adanya alat teknologi penggarap lahan sawah yang bernama Jitur traktor tangan. Dengan demikian terlihat nampak sangat jelas
secara perlahan penggunaan alat teknologi sangat berpengaruh besar unuk menggeser Sistem Kerja kearifan lokal yang ada. Seperti Malukuk menggunakan
tenaga hewan kerbau. Namun hal ini tidak terlepas dengan dampak positif dan negatifnya,
dampak positif dengan adanya penggunaan alat teknlogi pada sektor pertanian seperti Jitur traktor tangan maka semakin mempermudah dan mempercepat
kinerja penggarapan lahan sawah, namun disamping itu tidak terlepas pula dengan dampak negatifnya yaitu dengan adanya penggunaan alat Jitur traktor tangan
maka para peggarap dengan tenaga hewan kerbau perlahan akan kehilangan mata pencahariannya sebagai seorang Malukuk menggunakan tenaga hewan kerbau .
Universitas Sumatera Utara
85
Dan dikhawatirkan akan punah begitu saja. Hal ini juga dijelaskan oleh Informan
H. Samsuni, yaitu: “wayah nayak nih uwak mamakai Jitur hanggin manggarap,
amun dahuluk tuh kadak, karnak balum adak pang. Tapik masan nayak urang hudah pakai jitur ran pang, umpatai juak amun kadak
kainak tatinggal kadak saraampak pahumaannyak paninnyak, jitur, garindil, traktor pemanin. Amun daulukacik lukuk ai. Amun mamakai
alat tuh nyaman lakas imbah. Gegara adanyak Jitur mimang kadak tapian aadak lagik urang mamakai malukuk, habisam tukang lukuk
kadak malukuk lagik juak. Dangan mamakai Jitur, garindil wan traktor pamanin tuh mimang hampir kebanyakan patanik Banjar
daintuk hudah, tapi kadak samuaan”.Hasil wawancara 15 September 2014
Terjemahan:
“Pada masa ini Bapak memakai alat Jitur traktor tangan untuk menggarap lahan sawah, kalau dulu itu sih nggak. Karena dulu belum
ada Jitur nya. Tapi saat sekarang ini orang-orang sudah memakai alat Jitur traktor tangan semua,maka dari itu ibu pun memakai alat
tersebut juga karena kalau tidak ibu bisa ketinggalan dalam menggarap lahan sawahnya dan tidak serempak panennya nanti. Ibu
menggunakan alat teknolologi seperti Jitur traktor tangan, garindil perontok padi, traktor pamanin traktor pemanen. Kalau duahulu
ibu juga memakai Malukuk tenaga hewan kerbau, namun sekarang pakai alat biar cepat selesai. Karena adanya Jitur traktor tangan
memang orang menjadi beralih dan karena itu maka buruh tani penggarap yang menggunakan tenaga hewan kerbau tersebut menjadi
kehilangan mata pencahariannya. Dengan adanya alat- alat teknologi tersebut maka hampir rata-rata petani beralih menjadi
menggunakannya, tetapi tidak semua petani”.Hasil wawancara 15 September 2014
Maraknya penggunaan alat teknologi ini seakan menjamur dan menular kepada para petani yang ada di Desa Kota Datar khusunya pada petani Etnis
Banjar. Sistem Kerja yang telah ada sejak pada zaman nenek moyang Seolah akan dilupakan begitu saja, yang mana seharusnya dipertahankan dan dilestarikan agar
tidak punah keberadaannya. Semakin lajunya modernisasi pada sektor pertanian maka akan berdampak semakin memudarnya Sistem Kerja bearian pada petani
padi Etnis Banjar. Seperti pemaparan yang di sampaikan oleh informan Ibu Lambrah, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
86 “patanik Banjar mimang biasak awan Sistem Kerjak tulung
manulung dalam pakarjaan, tarutamak dipahumaan. Bagaginian, bagagantian mangarjaakan pakarjaan di pahumaan, misalnyak bearian
Barincah wan parang bingkuk, bearian Batanjang awan kuku kambing, mamanin acik katam wan ranggaman, imbahtuh hanyar
banihnyak di irik wan batis di pingsar dijajakik. Tapik bearian wayah nih cumak mananam banih awan mamanin hajak”.Hasil wawancara
14 September 2014 Terjemahan:
“Petani Banjar memang biasanya menggunakan Sistem Kerja tolong menolong dalam pekerjaan, terutama pekerjaan di sawah.
Saling membantu, bergantian mengerjakan pekerjaan di sawah, misalnya bearian Barincah membersihkan lahan dari rumput dengan
alat parang Bengkok. bearian Batanjang menanam benih padi dengan alat Kuku Kambing, bearian Marumput membersihkan
rumput di sela-sela tanaman padi. Memanen dengan cara Katam memetong leher padi dengan alat Ranggaman. Setelah itu baru lah
padi nya di Irik di injak-injak dengan kaki di iles dengnan kaki. Tetapi sekarang yang dilakukan hanya bearian menanam benih padi
dan memanen saja”.Hasil wawancara 14 September 2014
Pernytaan dari Ibu Lambrah di atas memperlihatkan bahwa kekayaan Sistem Kerja pada petani Etnis Banjar dengan tata cara melakukan pekerjaan di
sawah, dengan saling tolong menolong dengan bearian serta memakai Sistem Kerja dengan alat – alat Sistem Kerjaonalnya. seperti bearian Barincah dengan
alat Parang Bingkuk. Yaitu beariantolong menolong bergantian dalam membersihkan lahan sawah dari berbagai jenis rumput yang ada di sawah dengan
alat Parang panjang dengan gagang parang yang terbuat dari kayu sepanjang 1 meter dan mata parang yang terbuat dari besi yang tajam.
Kemudian bearian Batanjang dengan alat Kuku Kambing. Yaitu beariantolong menolong bergantian dalam menanam benih padi dengan alat
Kuku Kambung berbentuk bengkok dan lurus yang terbuat dari kayu dan besi dengan ujung mata yang bercabang dua. Kemudian bearian Marumput dengan
alat Karik. Yaitu beariantolong menolong bergantian dalam membersihkan
Universitas Sumatera Utara
87 rumput dari sela-sela padi dengan alat Karik yang terbuat dari gagang kayu dan
Besi yang berbentuk bengkok. Kemudian bearian memanen dengan cara Katam. Yaitu beariantolong
menolong bergantian dalam memanen dengan Katam cara memotong leher padi menggunakan alat Ranggaman yang terbuat dari kayu, bambu dan silet.
Kemudian merontokkan padi dengan cara memijak-mijaknya dengan kaki serta di iles dengnan kaki sampai buturan padi nya rontok dari tangkai nya. Namun
sekarang bearian hanya dilakukan saat menanam padi dan memanen saja. Penggunaan alat – alat tradsional pada petani padi Etnis Banjar
memperlihatkan bahwa, bukan karena hanya fungsinya semata. Namun juga karena nilai – nilai dan makna yang tersimpan, yang menggambarkan bahwa
petani padi Etnis Banjar dengan alat yang sederhana tersebut dapat membantu kinerja petani Etnis Banjar lain dengan menghormati setiap helai padi yang akan
di tanam maupun yang akan di potongpanen adalah suatu yang sangat berharga karena padi adalah salah satu bahan pangan pokok yang wajib masyarakat Etnis
Banjar. Terlihat jelas, jika beberapa Sistem Kerja secara Sistem Kerjaonal di atas
menggambarkan. Bahwa memudarnya nilai – nilai Sistem Kerja lokal tersebut. Hal ini juga berkaitan dengnan pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Amah,
yaitu: “bearian wayah nih hudah jarang di pakai, karnak urang hudah
mulai pakai sistim upah hajak. Karnak amun pakai upah awak kadak riput – riput membayar arian bejuuk ka pahumaan urang. Apalagik
urang hudah pakai alat sagalaknyak di pahumaan jadi bearian hudah mulai kadak diminatik urang lagik mimang, cuntuhnyak hajak
manabas dah wan masin, manjitur, marumput kadak lagik, karnak pakai samprutan, panin dah pakai maasin juak. Jadih urang kadak
patian lagik pakai bearian”.Hasil wawancara 15 September 2014
Universitas Sumatera Utara
88 Terjemahan:
“bearian saat ini sudah jarang di pakai, karena orang sudah mulai memakai sistem upah saja. karena kalau pakai sistem upah tidak
repot – repot membayar bearian kesana kemari kesawah orang. Apalagi orang sudah pakai segala atat di sawah jadi bearian sudah
mulai tidak diminati lagi memang, contohnya saja menebas rumput sudah dengan mesin, memakai Jitur traktor tangan, membersihkan
rumput di sela – sela padi sudah tidak lagi karena sudah memakai semprot racun rumput, panen sudah pakai mesin juga. Jadi petani
sudah kurang pakai bearian lagi”.Hasil wawancara 15 September 2014
Pernyataan di atas merupakan gambaran dari salah satu faktor yang mempengaruhi memudarnya Sistem Kerja bearian. Modernisasi yang sudah
merambah pada sektor pertanian yang ada di Desa Kota Datar berdampak pada terancamnya Sistem Kerja yang ada pada Sistem Kerja nya pada ke naturalan cara
pengolahan lahan yang biasa nya menggunakan alat – alat bertani yang Sistem Kerjaonal perlahan terkikis karena keberadaan mesinalat teknlogi yang
menjanjikan dengan fungsi yang lebih daripada alat Sistem Kerjaonal tersebut. Petani padi Etnis Banjar yang selalu menggunakan alat – alat Sistem
Kerjaonal pada pengolahan lahan sawahnya di khawatirkan perlahan akan mulai tumbuh sifat individualis, karena dengan memakai sistem upah maupun dengan
memakai sistem alat mesin, maka kekerabatan antar petani pun mulai ikut merenggang. Karena yang biasanya mereka dekat dengan satu sama lain yang
diikat dengan Sistem Kerja bearian yang berbasis gotong royong, tentu saja akan selalu terjadi interaksi satu sama lain, terjalinnya tali silaturahmi, saling
berkomunikkasi dan bersosialisasi dalam suatu kesempatan bertemu di setiap saat di waktu kerja bearian. Hal ini tentu saja sangat di sayangkan, mengingat bahwa
masyarakat yang pada umumnya bersifat terbuka dan memiliki rasa solidaritas
Universitas Sumatera Utara
89 yang tinggi. Namun di khawatirkan hanya akan menjadi sebuah cerita sejarah
yang akan di dongengkan pada anak cucu di masa yang akan datang. Situasi ini tidak akan terjadi jika masyarakat petani Etnis Banjar tetap
berkomitmen dalam menjaga dan melestarikan Sistem Kerja sistem bearian agar tetap terjaga nilai – nilai yang ada didalamnya. Akan tetapi Modernisasi pada
sektor pertanian kian melaju seiring perkembangannya, sehingga para petani pun sulit untuk tetap mempertahankan Sistem Kerja yang ada karena menyesuaikan
kondisi lahan sawah yang cukup luas seperti pemaparan dari Informan Amat Julik, yaitu:
“dalam pangarjaan lahan sawah uwak hudah manggunaakan alat teknologi ai juak, kayak Jitur, manyamprut wan samprutan, manabas
wan masin, mamanin gen juak awan masin. Nyaman lakas siap pakarjaan di pahumaan. Manfaatnyak manggunaakan masin, uwak
kadak tapi lapah banar bahumak mangarjaik ini ituk, amun wan masin kan tinggal maupah urang hajak. Pakarjaan lakas siap, tapi banyak
mangaluarakan mudal. Karnak lahan nyak pang luas 3 Ha wan Hudah hampir ratak-ratak patanik Banjar mamakai alat teknologi tapi masih
adak juak yang kadak, tapi dah jarang”. Hasil waawancara tanggal 14 september 2014.
Terjemahan:
“Dalam pengerjaan lahan sawah Bapak sudah menggunakan alat teknlogi juga, seperti Jitur traktor tangan, semprotan, mesin rumput,
mesin pemanen. Supaya cepat siap pekerjaan disawah. Manfaat menggunakan mesin, Bapak jadi gak capek kali ngerjain pekerjaan
dilahan sawah itu. Kalau dengan mesin kan tinggal nyuruh orang buruh tani dengan alat mesin. Pekerjaan cepat siap. Tetapi banyak
mengeluarkan modal. Karena lahannya sudah luas 3 Ha dan Sudah hampir merata petani Banjar menggunakan alat teknologi, tapi masih
ada juga yang tidak. Tetapi sudah jarang”.Hasil waawancara tanggal 14 september 2014.
Hal ini juga di pertegas oleh H. Samsuni, yaitu “penggunaan alat teknologi sabanarnyak sangat mambantuk
bagik patanik, tapik tulah inyak amun acik manggunaakan alat teknologi karnak asa kadak sanggup manggawik kalalibaran lahan
sawah yang 4 Hektar tuh. Yah harus disasuaiakan juak lah awan kondisi fisik, amun di upahakan awan tukang ambil upah yang pakai
alat Sistem Kerjaonal maupang tatinggaltalambat behumak, urang
Universitas Sumatera Utara
90 hudah badahuluk an, amun tatinggal takutannya kinak lakas datang
musim hujan sadangkan banihnyak masih hanyar ditanam, maupang tinggalam kanak banjir. Makaknyak acik sistim ancap hajak gituk,
pakai masin hajak samuaan mangarjaakannyak. Nyaman lakas imbah. Dahuluk sabalum libar pahumaan acik, memakai Sistem Kerjak
bearian nai juak. Namun sakarang kan kadak mungkin lagik karnak hudah libar pahumaan acik, maupang kadak tabayar hutang bearian
awan urang, hahahaha...mimang di sayangakan juak amun Sistem Kerjak nih samakin mamudar, tapi handak dinaang tuai yaa acik pun
kan harus manyasuaiakan juak awan kabutuhan”.Hasil wawancara tanggal 15 September 2014
Terjemahan:
“Penggunaaan alat teknologi sebenarnya sangat membantu bagi petani, tapi itulah dia kalau Bapak menggunakan alat teknologi karena
merasa tidak sanggup mengerjakan luasnya lahan sawah yang 4 Hektar itu. Yah harus di sesuaikan juga lah dengnan kondisi fisik,
kalau di upah kan dengan tukang upah buruh tani Sistem Kerjaonal bisa-bisa ketinggalanterlambat mengolah lahannya, sedangkan petani
sudah pada duluan, kalau ketinggalan nanti takutnya cepat datang musim hujan, sedangkan padi nya baru selesai di tanam. Bisa-bisa
tenggelam kena banjir, makanya Bapak pakai sistem cepat aja gitu. Memakai mesin saja mengerjakan semuanya, supaya cepat selesai.
Dahulu sebelum lebar lahan sawah Bapak, memakai Sistem Kerja bearian juga. Namun sekarang kan sudah tidak mungkin lagi, karena
sudah lebar luas lahan sawah Bapak. Bisa-bisa tidak terbayar hutang bearian sama petani, hahaha...memang disayangkan juga kalau Sistem
Kerja ini semakin memudar. Tapi mau gimana lagi, bapak pun harus menyesuaikan dengan kebutuhan”.Hasil wawancara tanggal 15
September 2014
Penggunaan alat teknologi para Sistem Kerja petani padi Etnis Banjar yang tidak memakai Sistem Kerja sistem bearian pada dasarnya pernah makakai
Sistem Kerja ini, namun seiring perkembangan dan kemajuannya petani Etnis Banjar yang umumnya tidak memakai Sistem Kerja sistem bearian adalah petani
yang memiliki lahan yang lebih luas dibandingkan dengan petani Etnis Banjar yang memakai Sistem Kerja bearian. Petani hanya menyesuaikan tingkat
kesulitan dalam mengerjakan lahan sawah petani yang luas, sehingga mereka mengeembil langkah tepat untuk menyesuaikan kekompakan dalam menanam
padi.
Universitas Sumatera Utara
91 Agar jika turunnya musim hujan padi mereka sudah besar dan kuat
akarnya, agar tidak mudah mati karena datangnya air hujan yang terus menerus dikala musim hujan. Sedang kan kalau petani Etnis Banjar yang tidak
menggunakan Sistem Kerja bearian menggunakan sistem bearian, mereka mengkhawatirkan padi nya akan terkena Banjir, karena lahan sawah mereka
petani yang luas dengan Sistem Kerjanya tidak sesuai. Petani padi Etnis Banjar dengan kesolidtannya, namun juga beragam
dalam Sistem Kerja menurut mereka dan dengan cara mereka masing – masing, namun masih tetap bergabung dalam melakukan berian pada lahan sawah masing-
masing meski meskipun itu dulu dan sekarang ada petani padi yang tidak memakai Sistem Kerja ini lagi karena faktor luas lahan dan waktu Sistem Kerja
yang tidak sesuai, dalam pengolahan lahan sawah masing – masing terdapat perbedaan, karena ada yang menggunakan alat teknologi meskipun juga tetap
melakukan bearian namun juga ada yang memakai sistem upah terhadap buruh tani. Tanpa di sadari bahwa apa yang mereka lakukan akan berdampak baik
maupun buruk bagi kelangsungan kelestarian Sistem Kerja bearian. Misalnya petani yang menggunakan alat Sistem Kerjaonal dalam
pengolahan dalam pengerjaan di lahan sawahnya, bahwa petani secara sadar maupun tidak petani telah ikut serta menjaga dan melestarikan Sistem Kerja
kearifan lokal dengan memakai alat-alat Sistem Kerjaonal tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika seorang petani menggunakan alat teknologi terus-menerus dalam
pengerjaan pengolahan lahan sawahnya bahwa sesungguhnya secara sadar maupun tidak ia petani sedidit demi sedikit menggeser nilai kearifan lokal, dan
memudarkan trdisi lokal yang ada.
Universitas Sumatera Utara
92 Hal ini seharusnya disadari oleh petani Etnis Banjar, karena jika tidak
adanya ke pekaan pada petani Etnis Banjar terhadap kelangsungan kelestarian Sistem Kerja lokal yang ada. Maka di khawatirkan akan terjadi semakin
memudarnya Sistem Kerja bearian pada masyarakat Etnis Banjar dan nilai-nilai Sistem Kerja tersebut. Modernisasi dan inovasi pada sektor pertanian yang bisa
memberikan dampak positif dan negatif hendaknya di perhatikan oleh para petani agar tidak kebablasan dalam menggunakan alat teknologi terus-menerus sehingga
dapat menyebabkan ketergantungan dan hal ini dapat menghambat kreatifitas dan kemandirian masyarakat petani dalam berdikari untuk mengolah lahan sawah.
Petani padi Etnis Banjar yang sejatinya adalah masyarakat petani yang memiliki rasa solidaridas yang tinggi, hal ini tergambar saat mereka melakukan
bearian dimana mereka sangat bahagia dengan saling bercanda sepanjang melakukan bearian, ketika waktu istirahat tiba mereka saling berbagi makanan
satu sama lain. Peneliti melihat petani padi Etnis Banjar seperti orang petani yang merdeka dalam hidupnya, walaupun rasa lelah pasti terasa di sekujur tubuh
mereka petani, akan tetapi seperti tidak terasa karena mereka merasa senang melakukannya bearian.
Jika hal tersebut semakin lama semakin memudar, maka amat sangat disayangkan. Karena bearian yang semakin memudar karena modernisasi yang
semakin mewabah pada sektor pertanian di Desa Kota Datar. Dengan adanya sistem upah dan penggunaan alat teknologi seperti mesin-mesin yang dapat
menggeser keberadaan alat-alat Sistem Kerjaonal yang ada. Ini semakin memperburuk keadaan pada kebiasaan petani Etnis Banjar yang biasa dengan
kebiasaan tolong menolong seperti Sistem Kerjanya yang berbasis gotong royong
Universitas Sumatera Utara
93 dan partisipasi yang selalu mereka lakukan untuk saling membantu satu sama lain,
kini mulai terkikis adanya, dikarenakan modernisasi yang ada.
4.9.3 Solidaritas Sosial