Sistem Pengerjaan Lahan dengan Sistem Kerja bearian

73 Gotong royong bukan lagi hal yang baru dalam Sistem Kerja sama di dalam masyarakat dalam mengerjakan suatu kepentingan yang bersifat pribadi maupun halayak banyak, begitu pula pada masyarakat Banjar yang mempunyai sifat untuk tolong menolong satu sama lain demi mencapai tujuan pribadi maupun untuk bersama. Seperti bearian ini, yang bersifat kepentingan pribadi namun dikerjakan secara bersama – sama yang kemudian menjadi kepentingan bersama untuk mencapai tujuan bersama.

4.9.1 Sistem Pengerjaan Lahan dengan Sistem Kerja bearian

Masyarakat Desa masih memiliki rasa solidaritas yang tinggi dengan rasa kekerabatan yang terjalin antar satu sama lain. Menimbulkan rasa solider yang tinggi pada masyarakat itu sendiri, seperti yang di katakan Durkheim yaitu masyarakat pedesaan umumnya memiliki rasa solidaritas mekanik. Sistem Kerja yang berbasis gotong royong seperti bearian yang di kerjakan secara berkelompok tentu didalamnya pasti terdapat pembagian kerja dalam mengerjakannya. Namun, seiring perkembangan zaman dan lajunya pertumbuhan ekonomi, dengan sistem pertanian dengan modernisasi teknologi dan komersialisasi pada sektor pertanian dengan adopsi teknologi dan sistem upah buruh dalam pengerjaan suatu pengolahan lahan dengan sistem cepat, yang kemudian merambah ke pedesaan yang kemudian merubah pola fikir petani dengan sistem tersebut. Dalam hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada perubahan pola pengerjaan sawah yang tadinya penduduk pedesaan solidaritas mekanik dengan adany perubahan tersebut berubah menjadi solidaritas organik yang mana lebih mementingkan kepentingan sendiri atau lebih individualis yang tidak lagi memikirkan kepentingan bersama. Universitas Sumatera Utara 74 Dalam hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan memudarnya Sistem Kerja kearifan lokal seperti Sistem Kerja bearian yang berbasis gotong royong. Pada kenyataannya saat ini petani padi Etnis Banjar telah melupakan Sistem Kerja bearian yang mana dahulu sangat erat kaitannya dengan sitem pengerjaan lahan pada petani Etnis Banjar. Namun saat ini, dari beberapa kelompok bearian hanya tersisa satu kelompok bearian dengan jumlah 7 tujuh orang petani yang masih bertahan dan mempertahankan Sistem Kerja bearian. Petani Etnis Banjar yang masih mempertahankan Sistem Kerja bearian Desa Kota Datar dilakukan oleh 1 satu kelompok. Berikut ini adalah hasil kutipan wawancara dengan Ibu Aisah, perempuan yang berusia 51 tahun yang juga sebagai petani padi Etnis Banjar yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “uwak menjadi patanik yang mamakai Sistem Kerjak bearian sajak uwak jadi patanik, karnak urang tuhak uwak juak begituh dahuluk. Yang umpat dalam kalumpuk bearian cumak urang Banjar hajak, karnak patanik Banjar salaluk bemusyawarahan basamak, walaupun pahumaan baparakan awan pahumaan patanik etnis lain, tapik dalam pangarjaannyanyak kamik masing-masing belainnan. Selain karnak urang tuhak yang maanjurakan dan mencontahakan mamakai sistim karjak bearian, juak lebih mairit mudal pangaluaran. Mararan mudal tuh ntah hagin nukar pupuk kah selain itu ibu uwah dah terbiasak payah mahilangakan wan sadap sanang bisak bakumpulan wan kawan sasamak patanik bearian”. Hasil wawancara 1 September 2014. Terjemahan: “ Ibu menjadi petani yang memakai Sistem Kerja bearian sejak Ibu menjadi petani, karena orang tua Ibu dulu juga begitu. Yang ikut serta dalam kelompok bearian cuma hanya orang Banjar saja, karena petani Banjar selalu bermusyawarah bersama, walaupun lahan sawah kami berdekatan dengan lahan sawah petani etnis lain, namun dalam pengerjaannnya berbeda atau berlainan. Selain karena orang tua yang menganjurkan dan mencontohkan untuk memakai bearian, juga lebih mengirit modal. Lumayan modal yang lebih itu untuk bisa dimanfaatkan membeli pupuk, selain itu ibu payah menghilangkannya serta sudah merasa nyaman dan senang bisa bertemu dan berkumpul dengan sesama petani bearian”. Hasil wawancara 1 September 2014. Universitas Sumatera Utara 75 Hal serupa juga di paparkanoleh Informan Ibu Masitah, petani padi Etnis Banjar yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan bahwa: “cicil memakai bearian sajak cicil manjadik patanik, dahuluk urang tuhak cicil juak damintuk. Jadi karna urang tuhak dahuluk damintuk, cicil pun umpat mancuntuh urang tuhak jaman dahuluk. Alasan cicil memakai bearian gin juak karnak mairit mudal dan marasak sanang mangarjaakannya gagantian ka pahumaan kawan sasamak patanik bearian”.hasil wawancara tanggal 3 September 2014. Terjemahan: “Ibu memakai bearian sejak ibu menjadi petani, dahulu orangtua ibu juga demikian. Jadi karna orang tua begitu ibu begitu juga, mencontoh orang tua jaman dulu. Alasan ibu masih memakai bearian itu juga karena mengirit modal dan merasa senang mengerjakannya bergantian ke lahan sawah sesama petani bearian”. hasil wawancara tanggal 1 September 2014. Hal ini juga mirip dengan pernyataan dari informan Ibu Galuh, petani yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan bahwa: “cicil mamakai bearian dari dahuluk sajak cicil menjadik patanik. Cicil masih mamakai bearian karnak cicil marasak tabantuk, karna mamakai bearian dalam mananam banih, cicil kadak payah – payah mangumpulakan mudal banyak. Dan dalam bearian tuh cicil marasak sanang karnak dilakuakakan sacarak bagaginian, bacandaan basamak kayak kadadak baban amun hudah betamuan awan kawan, kekerabatannya serasak kuat antar sasamak patanik banjar. Hasil wawancara tanggal 2 September 2014. Terjemahan: “Ibu memakai bearian dari dulu sejak Ibu menjadi petani. Ibu masih memakai bearian karena Ibu merasa terbantu, karena memakai bearian dalam menanam benih padi, Ibu tidak payah – payah mengumpulkan modal banyak. Dan dalam bearian itu Ibu merasa senang karena dilakukan secara saling membantu, bercanda bersama seperti tidak ada beban kalau sudah bertemu dengan kawan, kekerabatannya serasa kuat antar sesama petani Etnis Banjar”.Hasil wawancara tanggal 4 September 2014. Pernyataan di atas juga di benarkan oleh informan Ibu Paridah, petani padi Etnis Banjar yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “cicil manjadik patanik yang mamakai Sistem Kerjak bearian hudah dari dahuluk dari waktuk partamak kalik manjadik patanik cicil Universitas Sumatera Utara 76 memakai bearian, karenak urang tuhak cicil jua pang damintuk dahuluk. Istilahnya mancuntuhkaan. Makaknyak cicil juak memakai bearian. Alasan cicil memakai sampai wayah nayak karnak cicil marasak tabantuk mengurangik mudal bahumak, cicil juak hudah tabiasak jadinyak payah di hilangakan. Hudah marasak nyaman, awan kakawanan juak ramik amun batamuan bacandaan tupang tatawaan basamak balulucuan, jadih kayak hudah bakulah. Saling menjalin silaturahmik basamak”. Hasil wawancara tanggal 5 September 2014. Terjemahan: “Ibu menjadi petani yang memakai Sistem Kerja bearian sudah dari dulu dari waktu pertama kali menjadi petani Ibu memakai bearian. Karena orang tua Ibu juga demikian. Istilahnya mencontohkan. Makanya Ibu juga memakai bearian. Alasan Ibu memakai bearian sampai saat ini karena Ibu merasa terbantu mengurangi modal bertani. Ibu juga sudah terbiasa juga jadi susah untuk menghilangkannya. Sudah merasa nyaman dengan kawan – kawan juga ramai kalau sudah bertemu bercanda terus tertawa bersama lucu-lucuan, jadi seperti sudah bersaudara. Saling menjalin tali silaturahmi”. Hasil wawancara tanggal 5 September 2014. Hal di atas tersebut juga hampir serupa dengan pernyataan dari informan Ibu jumaiyah, petani padi yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “cicil memakai bearian sajak menjadik patanik di disak kuta datar, dahuluk pang mintuhak cicil memakai bearian jadi cicil dicuntuhakan mintuhak cicil, cicil memakai bearian sampai wayah nih, karnak amun mamakai bearian mairit pangaluaran mudal. Hudah tabiasak jua satiap bahumak mamakai bearian, kainak bajanjian awan kawan turun bearian basamak.Hasil wawancara tanggal 6 September 2014. Terjemahan: “Ibu memakai bearian sejak menjadi petani di desa kota datar, karna dahulu mertua Ibu memakai bearian jadi Ibu contohkan mertua Ibu, Ibu memakai bearian sampai saat ini, karena kalau memakai bearian mengirit pengeluaran modal. Sudah terbiasa juga setiap bertani memakai bearian bersama”. Hasil wawancara tanggal 6 September 2014. Pernyataan dari Ibu Jumaiyah Juga mirip dengan pernyataan dari Informan Ibu Kakasrah, petani padi Etnis Banjar yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “uwak mamakai bearian dari partamak sajak manjadik patanik, karnak urang tuhak uwak dahuluk pang daintuk. Uwak mamakai Universitas Sumatera Utara 77 bearian sampai wah nih karnak hudah tabiasak dan uwak juak maasak tabantuk di mudal yakan, jadih pangaluaran mudalnya bisak dimanfaatakan hagin biayak yang lainnyak. Uwak awan kekawanan juak dah merasak nyaman dan tarbantuk lah dangan bearian nih”. hasil wawancara Tanggal 7 september 2014. Terjemahan: “Ibu memakai bearian dari sejak pertama bertani, karena orang tua Ibu dahulu juga demikian. Ibu memakai bearian sampai saat ini karena sudah terbiasa dan Ibu juga merasa terbantu di modal yakan, jadi pengeluaran modalnya bisa dimanfaatkan untuk biaya yang lainnya. Uwak dengan kawan – kawan juga sudah merasa nyaman dan terbantu dengan bearian ini”. hasil wawancara Tanggal 7 september 2014. Pernyataan di atas juga hampir sama dengan Informan Ibu Siti aminah, petani padi yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “cicil juak memakai Sistem Kerjak bearian sajak manjadik patanik yang awaklnyak karnak urang tuhak cicil yang hudah dari dahuluk manjadik patanik yang mamakai sistim karjak bearian, alasan cicil masih memakai bearian samapai wayah nih karnak cicil merasak tabantuk di mudal, mengirit pengeluaran dan pakarjaannyak nyaman hagin dikkarjaakan sacarak basamak awan kekawanan yang juak memakai bearian. Disamping tuh labih maaratakan tali silaturahmik antar sasamak patanik banjar”.Hasil wawancara tanggal 8 September 2014. Terjemahan: “Ibu juga memakai Sistem Kerja bearian sejak menjadi petani yang awalnya karena orang tua Ibu yang sudah sejak dahulu menjadipetani yang memakai Sistem Kerja bearian, alasn Ibu masih memakai bearian hinga saat ini karena Ibu merasa terbantu di modal, mengirit pengeluaran dan pekerjaannya nyaman untuk dikerjakan secara bersama – sama dengan kawan – kawan yang juga memakai bearian. Disamping itu lebih mengeratkan tali silaturahmi antar sesama petani padi Etnis Banjar”. Hasil wawancara tanggal 8 September 2014. Pernyataan di atas menggambarkan bahwa ada alasan teretentu oleh petani Etnis Banjar mengapa masih mempertahankan Sistem Kerja bearian. Selain karena faktor kebiasaan yang di turunkan oleh orang tua atau petani terdahulu ternyata petani padi Etnis Banjar yang masih memakai Sistem Kerja bearian ini tedapat sisi nilai ekonomisnya dalam mengeluarkan modal untuk bertani padi. Universitas Sumatera Utara 78 Seperti pernyataan untuk mengirit modal yang kemudian modal tersebut bisa dimanfaatkan untuk membeli pupuk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, 7 orang petani Etnis Banjar ini masih mempertahankan Sistem Kerja bearian. Ke solidtan petani – petani ini di dasari oleh rasa kepentingan dan tujuan yang sama sehingga dapat bersatu membentuk suatu kelompok yang masih solid hingga saat ini. Namun petani padi Etnis Banjar lebih dominan meniggalkan Sistem Kerja ini karena berbagai faktor dan alasan – alasan tertentu, namun bukan hanya petani dari kalangan petani kaya saja yang telah meninggalkan Sistem Kerja ini namun juga dari petani menengah sampai petani miskin. Hal ini sesuai dengan pemaparan oleh Informan Pak Amat Julik sebagai petani padi Etnis Banjar yang bisa di katakan petani menengah ke atas yang sudah tidak memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan bahwa: “uwak dahuluk memakai bearian tapi wayah nih hudah kadak lagik, karna dahuluk lahan uwak masih sedikit dan balum luas sampai sakarang. Jadih uwak hudah kadak mungkin lagik memakai bearian karnak luas lahan uwak kadak sapadan awan patanik biasak, bearian kan di Sistem Kerjanyak bagagantian dan dibayar awan tanagak, sedang kan luas lahan sawah udah hudah 3 Ha, jadih kadak maimbangik kan. Dan labih praktis awan sistim upah walaupun dengan modal yang cukup basar tapi dah tinggal tanang kadak kepikiran hagin mambayar bearian lagik kan dalam mananam banih wan mamaninnyak”. Hasil wawancara Tanggal 10 september 2014. Terjemahan: “Bpk dahulu juga memakai bearian tapi sekarang sudah tidak lagi, karna dahulu lahan sawah Bpk masih sedikit dan belum luas seperti sekarang. Jadi bpk sudah tidak mungkin lagi memakai bearian karena luas lahan Bpk tidak sepadan dengan petani biasa, bearian kan di Sistem Kerjanya dikerjakan secara bergantian dan di bayar pakai tenaga, sedangkan luas lahan sawah Bpk sudah 3 Ha, jadi tidak mengimbangi kan, dan lebih praktis dengan sistem upah walaupun dengan modal yang cukup besar tapi sudah tinggal tenang tidak memikirkan membayar bearian lagi dalam menanam benih padi dan memanennya”. Hasil wawancara Tanggal 10 september 2014. Universitas Sumatera Utara 79 Hal serupa juga di paparkan oleh informan H. Samsuni sebagai petani padi Etnis Banjar yang bisa di katakan petani kaya yang sudah tidak memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan bahwa: “dahuluk mamakai bearian nai juak, tapik karnak luas lahan samakin libar 4 Ha, jadih kadak seimbang awan patanik bearian yang masih mamakai sistim karjak bearian tuh. Selamak lahan luasnyak 4 Ha sakaran hudah mamakai sistim upah hajak dalam menanam banih wan mamanin maupun manggarap, samuaannyak pakai upah buruh patanik dalam mangarjaakan samuaan pakarjaan di pahumaan, tapi yaa mangaluarakan mudal basar, tapik ada kapuasan tasandirik bia hudah salasai pakarjaan di pahumaan asa tanang, karnak kadakparluk lagi mambayar hutang tanagak kayak bearian tuh”. Hasil wawancara tanggal 11 september 2014. Terjemahan: “dahulu juga memakai bearian, tapi karena luas lahan semakin lebar 4 Ha, jadi tidak seimbang dengan petani bearian yang masih memakai Sistem Kerja bearian itu. Selama lahan luasnya 4 Ha sekarang sudah memakai sistem upah saja dalam menanam benih padi dan memanen maupun menggarap, semuanya pakai sistem upah buruh tani dalam mengerjakan semua pekerjaan disawah, tapi yaa mengeluarkan modal besar, tapi ada kepuasan tersendiri kalau sudah selesai pekerjaan di sawah, karna tidak perlu lagi membayar hutang tenaga seperti bearian itu”. Hasil wawancara tanggal 11 september 2014. Dari pernyataan di atas dapat dilihat alasan dari petani yang dulu nya memakai Sistem Kerja bearian yang kini sudah tidak lagi memakai Sistem Kerja bearian, melainkan sudah berganti dengan memakai sistem upah dalam mengerjakan semua pekerjaan penggarapan atau pengolahan lahan sawah yang akan di tanami benih padi. Ke 2 petani di atas merupakan petani mampu atau petani kaya yang memiliki luas lahan sawah di atas 1 Ha, dengan memakai sistem upah petani tersebut merasa memiliki kepuasan tersendiri yaitu merasa tenang kala melihat lahan sawahnya telah siap dikerjakan oleh para buruh tani dengan cepat. Walaupun harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membayar Universitas Sumatera Utara 80 upah kepada buruh, namun tidak perlu memikirkan untuk membayar tenaga kesawah – sawah petani padi yang memakai Sistem Kerja bearian. Hal ini ternyata tidak hanya terjadi pada petani mampu atau kaya yang meninggalkan Sistem Kerja bearian, namun hal ini juga terjadi pada petani padi Etnis Banjar yang mampu atau kelas menengah dan petani yang memiliki luas lahan yang sedikit atau petani miskin seperti pernyataan yang di paparkan oleh Informan Ibu Lambrah, sebagai petani padi Etnis Banjar kelas menengah yang sudah tidak memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “uwak kadak memakai bearian selamak sawah uak betambah 0,2 Ha2.000 M 2 . Uwak sibuk awan pakarjaan lain wan uwak marasak lapah juak bejuuk ke pahumaan kawan bearian, jadih uwak pakai sistim upah hajak wayah nih, karnak hudak kulir membayar bearian, lapah rasaknyak uwak. Uwak samuaanan pakai upah mimang tarasak agak banyak mangaluarakan mudal, tapik asa tanang imbah siap pakarjaan di pahumaan. Amun pakai sistim upah capat wan praktis, tinggal suruh hajak urang mangarjaakan dah salasai”. Hasil wawancara Tanggal 12 September 2014. Terjemahan: “Ibu tidak memakai bearian selama lahan sawah Ibu bertambah 0,2 Ha2.000 M 2 dan sekarang sudah 1 Ha. Ibu sibuk dengan pekerjaan lain dan Ibu merasa capek juga pergi ke sawah – sawah kawan bearian, jadi Ibu pakai sistem upah saja sekarang ini, karna sudah malas membayar bearian, capek rasanya Ibu. Semua pekerjaan di sawah Ibu pakai sistem upah, memang terasa agak banyak mengeluarkan modal, tapi rasanya tenang setelah selesai pekerjaan di sawah. Kalau pakai sistem upah lebih cepat dan praktis, tinggal suruh saja buuruh tani mengerjakannya dah selesai”. Hasil wawancara Tanggal 12 September 2014. Hal ini juga di paparkan oleh Informan Ibu Amah sebagai petani padi Etnis Banjar kelas menengah yang sudah tidak memakai Sistem Kerja bearian ini menyatakan: “dahuluk memakai bearian nai juak, tapik wayah nih kadak. Wayah nih hudah mamakai sitim upah hajak, karnak labih capat siapnyak. Karnak asa lapah amun memakai bearian kan harus mambayar hutang tanagak begeginian, makaknya labih mamilik pakai sistim upah hajak, tapi yang diupahakan Cuma pakarjaan mananam Universitas Sumatera Utara 81 banih wan mamanin hajak, amun pakarjaan yang lainnya dua lakik binik karjaakan beduak hajak. Misalnyak kayak marumput, manyamprut, memupuk. Kamik karjaakan saurang, kadak pakai upah”. Hasil wawancara tanggal 13 September 2014. Terjemahan: “dahulu memakai bearian juga, tapi sekarang ini sudah tidak. Sekarang ini sudah memakai sistem upah saja, karena lebih cepat siapnya. Karena rasanya capek kalau memakai bearian kan harus membayar hutang tenaga secara bergantian, makanya lebih memilih pakai sistem upah saja, kalau pekerjaan yang lainnya kami kerjakan berdua suami istri. Misalnya seperti merumput, menyemprot, memupuk, Kami kerjakan sendiri suami istri, tidak pakai upah”. Hasil wawancara tanggal 13 September 2014. Pernyataan dari Ibu lambrah yang sebagai petani Etnis Banjar yang di sebut dengan mampu atau kelas menengah dan ibu Amah yang sebagai petani Etnis Banjar yang kurang mampu atau petani miskin dengan lahan yang sedikit. Menyatakan alasan mengapa ke dua nya tidak memakai Sistem Kerja bearian lagi, yaitu karena kesibukan sehingga tidak sempat unutuk mengikuti bearian yang menyita waktu mengerjakan pekerjaan atau membayar hutang tenaga di sawah milik petani bearian lainnya. Selain itu ke dua nya merasa lelah dengan pekerjaan yang harus membayar dengan tenaga seperti Sistem Kerja bearian tersebut, dan mereka lebih memilih untuk memakai sistem upah. Karena menurut ke dua nya dengan menggunakan sistem upah akan lebih cepat mudah dan praktis dalam mengerjakan pekerjaan lahan sawah, karena tinggal menyuruh buruh tani saja yang mengerjakannya walaupun terasa sedikit berat untuk mengeluarkan modal untuk menbayar upah buruh. Namun bagi Informan Ibu Amah,yang sebagai petani Etnis Banjar yang sudah tidak memakai Sistem Kerja bearian lagi ini, walaupun lahan sawahnya hanya 0,2 ha yang tergolong petani kurang mampu ini meskipun lebih memilih menggunakan sistem upah, namun tidak semua pekerjaan di sawah di upah kan Universitas Sumatera Utara 82 kepada buruh karena keterbatasan modal pekerjaan yang di upahkan kepada buruh tani hanya bagian menanam benih padi dan memanennya saja, selain itu pekerjaan seperti merumput, menyemprot, memupuk dan lainnya merka suami istri kerjakan sendiri.

4.9.2 Modernisasi Pada Sektor Pertanian