18
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
Pendidikan merupakan wadah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak untuk menuju kedewasaannya. Menurut SA. Bratanata dkk.
Pendidikan adalah usaha yang diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya. Maka dari itu
pendidikan merupakan hak setiap manusia. Dengan mendapatkan pendidikan setiap manusia akan mampu mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya
untuk mempertahankan kehidupannya. Pemerintah telah mengatur sistem pendidikan nasional di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama Bab X Pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga,
keterampilan kejuruan, serta muatan lokal. Sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan karena
sekolah memiliki pengaruh yang besar pada jiwa anak. Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolahpun mempunyai fungsi sebagai pusat
pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Pendidikan di sekolah dasar merupakan proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar bagi setiap
siswa.
1
Proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar untuk siswa sekolah dasar adalah berbahasa. Proses pengembangan kemampuan berbahasa
salah satunya adalah Bahasa Indonesia. Dan Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah. Dalam pembelajaran,
bahasa merupakan aspek yang penting dalam pendidikan. Bahasa dalam pendidikan salah satunya berfungsi sebagai pengantar pembelajaran. Tanpa
bahasa yang baik dan benar, proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik dan lancar dan tujuan pembelajaran akan sulit dicapai. Sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 21 Ayat 2 yaitu perencanaan
proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Menurut Tarigan 2008:1, keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu 1. keterampilan menyimak listening skills; 2. keterampilan
berbicara speaking skills; 3. keterampilan membaca reading skills; 4. keterampilan menulis writing skills. Setiap keterampilan tersebut memiliki
hubungan yang erat dengan keterampilan- keterampilan yang lain. Pada hakikatnya pembelajaran bahasa dilaksanakan untuk mencapai keterampilan
berbahasa. Menulis ringkasan merupakan salah satu bentuk dari keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menulis. Latihan menulis jenis lain yang penting
adalah latihan membuat sebuah ringkasan Yeti Mulyati dkk,2009:8.31. Ringkasan sebagai suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang
panjang dalam waktu yang singkat. Keraf dalam Dalman, 2006:84
Dalam membuat ringkasan, pertama- tama harus berlatih menemukan gagasan utama atau tema setiap paragraf dari suatu bahan bacaan. Kemudian
membuat catatan- catatan sehubungan dengan gagasan pokok atau tema bacaan Yeti Mulyati dkk,2009:8.31. Jadi untuk membuat sebuah ringkasan yang harus
dilakukan adalah menemukan gagasan pokok atau tema bacaan, sedangkan umtuk menemukan gagasan pokok atau tema bacaan siswa harus memiliki kemampuan
membaca pemahaman. Kemampuan membaca pemahaman siswa sangat berkaitan dengan kemampuan menulis ringkasan bacaan.
Membaca bukan saja proses mengingat, melainkan juga merupakan suatu proses kerja mental yang mampu memahami dan mengolah bahan bacaannya
secara kritis dan kreatif Nurhadi,2010:29. Dalam suatu kemampuan membaca, pembaca tidak hanya dituntut untuk mampu membaca dan mengingat apa yang
dibaca. Tetapi juga dituntut untuk mampu memahami isi bacaanya dan mengolahnya secara kritis dan kreatif. Kemampuan membaca yang memadai
dapat dicapai dengan cara mengimbanginya dengan pemahaman sehingga menunjukkan pembaca telah memperoleh kemampuan membaca Somadayo,
2011:2. Membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan Dalman, 2013:
5. Hal ini karena membaca merupakan sarana untuk mempelajari dunia sehingga manusia dapat memperluas pengetahuan, wawasan, dan menggali pesan- pesan
yang tertulis dalam bacaan. Menurut Tarigan 2008:58 membaca pemahaman merupakan jenis
membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma
kesastraan literal standars, resensi kritis critical review, drama tulis printed drama, serta pola-pola fiksi patterns of ficion. Sehingga pembaca tidak hanya
memahami dan mengerti isi bacaan tapi juga mampu memperoleh makna yang secara tidak langsung melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh
pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Kemampuan membaca pemahaman ini sangat penting untuk dimiliki siswa. Keterampilan membaca
pemahaman ini sangat berkaitan dengan keterampilan menulis. Kajian PIRLS Progress in International Reading Literacy Study 2011
yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh IEA ini menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada
pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia. Kajian PIRLS ini menempatkan siswa Indonesia kelas IV Sekolah Dasar pada tingkat terendah di
kawasan Asia. Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina skor 52.6; Thailand skor 65.1; Singapura 74.0; dan Hongkong 75.5. Bukan itu saja,
kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, yaitu 30 persen saja dari materi bacaan karena mereka mengalami kesulitan dalam
menjawab soal-soal bacaan yang memerlukan pemahaman dan penalaran Pusat Penilaian Badan Penelitian Kemendikbud.
Berdasarkan penelitian yang disampaikan oleh Sri Wahyuni dalam Diklat Pembelajaran Membaca bagi Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Pacitan tanggal
31 Januari 2010 menjeaskan bahwa studi internasional mengenai literasi membaca yang dilakukan OECD Organization for Economic Co-operation Development
bisa dijadikan cermin peta kemampuan literasi siswa Indonesia dibandingkan
siswa lain seusia mereka di tataran internasional. OECD sendiri mencoba memetakan profil literasi membaca siswa dalam ruang lingkup internasional
melalui kajian PISA Programme for International Student Assessment. PISA adalah studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang
kemampuan siswa usia 15 tahun kelas III SMP dan kelas I SMA dalam membaca reading literacy, matematika mathematics literacy, dan sains
scientific literacy. Studi PISA melaporkan bahwa 25 – 34 dari siswa
Indonesia masuk dalam tingkat literasi-1. Artinya, sebagian besar siswa kita masih memiliki kemampuan membaca pada taraf „belajar membaca‟. Siswa pada tingkat
literasi-1 hanya mampu untuk membaca teks yang paling sederhana, seperti menemukan informasi yang ada di dalam bacaan sederhana, mengidentifikasi
tema utama suatu teks atau menghubungkan informasi sederhana dengan pengetahuan sehari-hari. Sedangkan untuk taraf tingkat literasi-5, kurang dari 1
siswa Indonesia berada pada taraf tertinggi dari studi PISA ini. Artinya, hanya sedikit dari siswa kita memiliki kemampuan membaca yang canggih, seperti
menemukan informasi yang rumit dalam teks yang tidak dikenal sebelumnya, mempertunjukkan pemahaman yang terperinci, menarik kesimpulan dari
informasi yang ada di dalam teks, dan mengevaluasi dengan kritis, membangun hipotesis, serta mengemukakan konsep yang mungkin bertentangan dengan
harapannya sendiriwww.yuniunisma.blogspot.com. Dengan adanya data dari berbagai sumber di atas menunjukkan bahwa
tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa di Indonesia masih rendah. Dengan kemampuan membaca pemahaman siswa yang rendah, hal tersebut secara
tidak langsung mempengaruhi kemampuan menulis siswa, terutama pada kemampuan menulis ringkasan suatu bacaan.
Namun berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru kelas IV SDN Gugus Robert Wolter Monginsidi Kaliwungu Kendal, pada pembelajaran siswa
dituntut untuk mengerjakan soal pilihan ganda dan membuat sebuah ringkasan berdasarkan bacaan yang sudah guru kelas sediakan. Dalam mengerjakan soal
pilihan ganda siswa masih kurang memahami bacaan sehingga terdapat beberapa siswa masih salah dan kurang teliti dalam menjawab soal dan pada menulis
ringkasan siswa
membuatnya berdasarkan
pemikiran mereka
tanpa memperhatikan kesesuaian isinya ringkasan siswa dengan isi bacaan. Gurupun
kurang memperhatikan kegiatan membaca siswa. Sehingga hasil belajar siswa masih kurang sempurna. Maka hal ini dipandang perlu untuk dilakukan penelitian
pengaruh kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap hasil belajar menulis ringkasan suatu bacaan.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Samirun tahun 2012 yang berjudul “Korelasi Penguasaan Kosa Kata dan Membaca Pemahaman
dengan Kemampuan Menulis Karangan Siswa Kelas V SDN Margomulyo 1 Ngawi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan antara membaca pemahaman dengan kemampuan menulis karangan siswa kelas V SDN Margomulyo 1 Ngawi thun 20122013; dan terdapat
hubungan positif yang signifikan antara penguasaan kosakata dan membaca pemahaman dengan kemampuan menulis karangan siswa kelas V SDN
Margomulyo 1 Ngawi thun 20122013.
Penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Mulyono tahun 2013 yang be
rjudul “Korelasi Antara Kebiasaan Membaca Dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas VI SDN 1 Josari Kabupaten Ponorogo”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1 kebiasaan membaca siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 20132014 dalam
kategori B baik, yaitu 92,22 76,85; 2 kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun
pelajaran 20132014 dalam kategori B baik, yaitu 22,63 75,42; 3 terdapat korelasi positif yang signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan
membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 20132014 dengan tingkat korelasi yang sangat kuat,
yaitu 0,856. Penelitian lain juga dilakukan oleh Yeni setiati, dkk tahun 2013 yang
berjudul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Ringkasan Dengan Metode Cooperative Script
”. Yang dilakukan pad siswa kelas V sekolah Dasar Negeri 18 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Tahun Pelajaran 20122013. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa metode cooperative scriptberhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis ringkasan. Pada siklus 1 diperoleh rata-rata
68,13 dan ketuntasan belajar 43,75, dapat digolongkan masih rendah, pada siklus 2 meningkat dengan rata-rata 77,93 dan ketuntasan belajar 75, masih
terdapat siswa yang belum tuntas maka masih perlu peningkatan, dan pada siklus 3 dapat dicapai rata-rata 96,04 dan ketuntasan belajar 100 dikatakan
pembelajaran sudah berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan paparan diatas penulis memfokuskan pada penelitian dengan judul “Pengaruh Kemampuan Membaca Pemahaman Terhadap Hasil Belajar
Menulis Ringkasan Siswa Kelas IV SDN Gugus Robert Wolter Monginsidi Kaliwungu Kabupaten
Kendal”.
1.2 Rumusan Masalah