HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN SIKAP BAHASA DENGAN KETERAMPILAN MENULIS RINGKASAN SISWA KELAS V SEMESTER 2 SDN KECAMATAN SUKARAME KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

commit to user

DAN SIKAP BAHASA DENGAN KETERAMPILAN MENULIS

RINGKASAN SISWA KELAS V SEMESTER 2

SDN KECAMATAN SUKARAME

KOTA BANDAR LAMPUNG

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh

Mardiyah

NIM : S 840209111

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user xiv

ABSTRAK

Mardiyah, S840209111. Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dan Sikap

Bahasa dengan Keterampilan Menulis Ringkasan Siswa Kelas V Semester 2 SDN Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta, September 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara: (1) kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis ringkasan, (2) sikap bahasa dan keterampilan menulis ringkasan, dan (3) kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan.

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Sukarame, SD Negeri 2 Permata Biru Kecamatan Sukarame, dan SD Negeri 1 Waydadi Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung, bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2010. Penelitian ini menggunakan metode survai jenis deskriptif korelasional. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung.

Sampel berjumlah 125 orang yang diambil dengan cara simple random sampling.

Instrumen untuk mengumpulkan data adalah tes keterampilan menulis ringkasan, tes kemampuan membaca pemahaman, dan angket sikap bahasa. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik regresi dan korelasi (sederhana, ganda).

Hasil analisis menunjukkan bahwa: (i) ada hubungan positif antara

kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis ringkasan (rx1y =0,68

pada taraf nyata α =0,05 dengan N=125 pada rt= 0,174); (ii) ada hubungan positif

antara sikap bahasa dan keterampilan menulis rinkasan (rx2y = 0,69 pada taraf nyata α

=0,05 dengan N=125 pada rt= 0,174); dan (iii) ada hubungan positif antara

kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan

keterampilan menulis ringkasan (Ry12 = 0,90 pada taraf nyata α =0,05 dengan N=125

pada rt= 0,174),

Dan hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama memberikan sumbangan yang berarti terhadap keterampilan menulis ringkasan siswa SD Negeri di Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel bebas (kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa) dapat menjadi prediktor yang baik bagi variabel terikat/respon (keterampilan menulis ringkasan).


(3)

commit to user xv

ABSTRACT

Mardiyah, S840209111. The correlation between the fifth year students’ reading

comprehension skill and language outlook and their skill of resume writing at elementary schools at Sukarame subdistrict of Bandar Lampung. Thesis, Surakarta: Indonesia Education Department for master degree, Sebelas Maret University of Surakarta, September 2010

The objectives of this research are to find out whether there is a or there is not correlation between:

1. reading comprehension and the skill of resume writing,

2. language attitude and the skill of resume writing, and

3. the ability of reading comprehension, language attitude together, and the

skill of resume writing.

This research was conducted in the elementary public school 1 Sukarame, elementary public school 2 Permata Biru Sukarame subdistrict , and the elementary public school 1 Waydadi Sukarame subdistrict Bandar Lampung, from March to May 2010. The research uses survey method of the type of correllation descrptive. The population in this research were the fifth year students of public elementary school sukarame subdistrict bandar lampung. The samples were 125 students chosen using simple random sampling. The instruments used to collect the data were (i) test for the skill of resume test writing; (ii) reading comprehension ability test; and (iii) language outlook quetionair. The data were analysed using regression statistic technique and correlation (simple, double).

The result of analysis shows that (i) there is a positive correlation between reading comprehension ability and the skill of resume writing (rx1y=0,68 with significant level a=0.05; (ii) there is a positive correlation between language outlook and the skill of resume writing (rx2y=0,69 with significant level a=0,05, N=125 on rt=0,174); and (iii) there is a positive correlation between reading comprehention ability and language attitude together and the skill of resume writing (ry12=0,90 with significant level a=0,05, N=125 on rt=0,174)

From the results of the research above can be concluded that reading comprehension ability and individual or collective language outlook had a significant contribution to the skill of resume writing the elementary public school at Sukarame Subdistrict Bandar Lampung. I

In other words, the two independent variables (reading comprehension ability and language outlook) could be a good predictor for dependent variables (the skill of resume writing).


(4)

commit to user

viii

JUDUL... i

PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN TESIS ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 8

A. Kajian Teori ... 8

1. Keterampilan Menulis Ringkasan ... 9

2. Membaca Pemahaman ... 24

3. Sikap Bahasa ... 38

B. Penelitian Yang Relevan ... 48

C. Kerangka Pikir... 49

1. Hubungan Antara Kemampuan Membaca Pemahaman dan Keterampilan Menulis Ringkasan ... 49


(5)

commit to user

ix

Sikap Bahasa secara bersama-sama dengan Keterampilan

Menulis Ringkasan ... 50

D. Hipotesis Penelitian ………. . 51

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 52

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

B. Metode Penelitian ... 53

C. Variabel Penelitian ... 53

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Instrumen Penelitian ... 55

G. Uji Coba Instrumen ... 59

H. Hasil Uji Coba Instrumen... 62

I. Teknik Analisis Data... 63

J. Hipotesis Statistik... .. 67

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 68

A. Deskripsi Data ... 68

B. Pengujian Prasyaratan Analisis... 73

C. Pengujian Hipotesis... 77

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 84

E. Keterbatasan Penelitian... 89

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 92

A. Simpulan ... 92

B. Implikasi... 97

C. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 107


(6)

commit to user

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah agar siswa memiliki (1) keterampilan berbahasa Indonesia; (2) pengetahuan yang memadai mengenai ringkasan; dan (3) sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sedangkan untuk mencapai tujuan pokok pengajaran bahasa Indonesia diarahkan pada empat aspek keterampilan berbahasa dasar yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Pengajaran menulis diberikan dengan tujuan agar siswa mampu menuangkan gagasanya dalam bahasa tulis yang lancar dan tertib. Berdasarkan standar kompetensi pembelajaran ringkasan para siswa diharapkan: (1) mampu menyampaikan pikiran, perasaan; (2) kemampuan memahami kaidah-kaidah bahasa Indonesia; dan (3) merasa bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia. Dengan hal tersebut, pengajaran bahasa khususnya menulis dapat melahirkan atau membuat seorang siswa bertambah daya pikir, daya khayal dan sampai pada tingkat kecerdasannya; Hal ini disadari bahwa kompetensi kebahasaan tidak terlepas dari kemampuan membaca pemahaman karena dalam membaca pemahaman seorang penulis dituntut untuk memahami ide pokok atau gagasan penulis yang terdapat dalam bacaan. Kemampuan dan kemauan seseorang akan berpengaruh terhadap keterampilan menulis ringkasan siswa.

Menulis terdapat beberapa macam dan beberapa tujuan, diantaranya menulis untuk mengambil suatu intisari atau pokok pikiran, selanjutnya intisari itu ditulis secara singkat dalam kata-katanya sendiri yang sering disebut menulis


(7)

commit to user

keterampilan menulis Ringkasan di Sekolah Dasar belum sesuai dengan yang kita harapkan.

Sampai saat ini, walaupun siswa sudah dituntut dapat terampil menulis tetapi hasilnya belum begitu menggembirakan atau belum memadai. Penyebab rendahnya kemampuan keterampilan menulis ringkasan siswa diduga oleh beberapa faktor yaitu meliputi faktor dari guru, siswa, maupun lingkungan. Faktor dari guru dapat dimungkinkan karena kurang optimalnya proses belajar mengajar menulis yang diselenggarakan; Pemilihan metode yang kurang tepat serta kurang memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih hal tersebut yang merupakan sebagian dari faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya kualitas tulisan siswa.

Faktor dari dalam diri siswa karena rendahnya pengetahuan tentang kaidah bahasa yang berlaku, minimnya jumlah kosa kata yang dimiliki, dan minimnya pengetahuan tentang materi yang akan dibahas dalam tulisan.

Apabila dicermati, sebagian faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya kualitas tulisan siswa di atas berhubungan erat dengan kemampuan membaca pemahaman mereka. Dengan kata lain faktor-faktor tersebut bersumber pada rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa. Dengan demikian kemampuan membaca terutama membaca pemahaman diduga mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan keterampilan menulis ringkasan siswa.


(8)

commit to user

membaca pemahaman, juga harus didasari oleh sikap positif terhadap bahasa yang dimiliki siswa. Sayangnya tidak semua siswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif ini belum tentu dimiliki oleh semua siswa, mengingat latar belakang bahasa mereka berbeda, lingkungan mereka berbeda dan sebagainya. Kebiasaan perbedaan pemakaian bahasa Indonesia yang campur aduk dengan bahasa daerah dan bahasa gaul saat mereka berkomunikasi dengan sesamanya. Akibat banyak siswa yang menggunakan bahasa secara serampangan dalam tulisan siswa.

Jadi, selain faktor guru, siswa, dan lingkungan banyak mempengaruhi kualitas berbahasa tulis mereka. Lingkungan kontak bahasa seperti keluarga dan teman bermain yang kurang mendukung dalam kegiatan berbahasa siswa yang positif, dimungkinkan akan menjadi penyebab kurang berkualitas hasil tulisan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya diadakan penelitian yang berkaitan dengan keterampilan menulis ringkasan siswa dalam kaitannya dengan kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Kurang optimalnya pelaksanaan belajar mengajar menulis di kelas. 2. Siswa sangat kurang di dalam latihan menulis.


(9)

commit to user

pilihan kata atau diksi, kalimat efektif, dan pengembangan paragraf.

4. Belum semua siswa memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik. 5. Belum semua siswa bersikap positif terhadap ringkasan.

6. Bahasa ibu siswa yang beragam dan lingkungan kontak bahasa yang kurang mendukung aktifitas bahasa siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat lebih mendalam, maka masalah yang akan dibahas terbatas pada:

1. Kemampuan membaca pemahaman siswa dengan keterampilan menulis ringkasan;

2. Sikap bahasa siswa dengan keterampilan menulis ringkasan;

3. Kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama dalam kaitannya dengan keterampilan menulis ringkasan. Keterampilan menulis ringkasan siswa dibatasi pada menulis rangkuman/ringkasan isi buku ilmu pengetahuan dengan memperhatikan penggunaan kaidah bahasa.

D. Perumusan Masalah.

Bertolak pada pembatasan masalah tersebut masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis ringkasan?

2. Apakah terdapat hubungan antara sikap bahasa dan keterampilan menulis ringkasan?


(10)

commit to user

sikap bahasa secara bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan menulis keterampilan menulis ringkasan.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya: a. hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan keterampilan menulis

ringkasan siswa.

b. hubungan antara sikap bahasa dan keterampilan menulis ringkasan siswa. c. hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara

bersama-sama dengan keterampilan menulis ringkasan siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi guru dan siswa SDN Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung, serta masyarakat pembaca pada umumnya.

1. Manfaat Teoretis

Dari segi teoritis, hasil penelitian ini dapat bertujuan untuk:

1) Memberikan masukan atau informasi mengenai ada tidaknya hubungan positif antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa dengan keterampilan menulis ringkasan baik secara sendiri maupun bersama-sama.


(11)

commit to user

antara variabel bebas (kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa) dan variabel terikat (keterampilan menulis ringkasan).

3) Memberikan sumbangan kepada teori pembelajaran, yaitu variabel yang berkenaan dengan menulis serta variabel-variabel yang berperan dalam hubungannya dengan keterampilan menulis ringkasan. Adapun sumbangan variabel-variabel yang berhubungan dengan keterampilan menulis ringkasan tersebut antara lain: kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa.

4) Memperkaya khasanah ilmu khususnya dalam bidang pengajaran dan mendorong peneliti lain untuk melaksanakan penelitian sejenis yang lebih luas dan mendalam pada masa-masa mendatang.

2. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak terkait diantaranya:

a. Bagi Guru

1) Hasil penelitian ini bagi guru dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, apakah dalam mengembangkan keterampilan menulis ringkasan siswa, variabel kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa dapat diabaikan atau tidak. Hal ini dapat diketahui setelah guru memperoleh tentang seberapa kadar kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut.

2) Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukan tentang besarnya sumbangan kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa terhadap keterampilan menulis ringkasan. Besarnya sumbangan kedua variabel tersebut


(12)

commit to user

keterampilan menulis ringkasan.

3) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya variabel lain yang mempengaruhi keterampilan menulis ringkasan.

4) Hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada guru, sekolah dasar, khususnya di wilayah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung dalam menentukan strategi pengajaran keterampilan menulis ringkasan dapat dicapai.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui kemampuan atau kondisi potensinya dalam hal keterampilan menulis ringkasan, kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa. Dengan mengetahui kondisi potensinya tersebut, mereka dapat mengukur seberapa baik kemampuan yang dimiliki.

c. Bagi Pengelola Pendidikan

Hasil penelitian ini, oleh para pengelola pendidikan bermanfaat sebagai bahan masukan atau informasi awal tentang kondisi faktual pengajaran keterampilan menulis ringkasan di Sekolah Dasar. Setidaknya para pengelola pendidikan dapat mempertimbangkan bagaimana motivasi bagi guru lain, agar dapat mempertimbangkan dalam menyusun buku teks atau materi ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa dan keberadaan siswa di kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung.


(13)

commit to user

8 BAB II

KAJIAAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoretis

1. Keterampilan Menulis Ringkasan

a. Hakikat Menulis

Menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat rumit. Dikatakan rumit, sebab menulis merupakan muara dari keterampilan berbahasa yang lain dan masih perlu didukung oleh pengetahuan kebahasaan yang memadai. Hal ini senada dengan pendapat Bell dan Burnaby bahwa menulis merupakan aktivitas kognitif yang kompleks, sebab pada waktu yang bersamaan penulis harus mengatur sejumlah variabel (dalam Nunan,1989: 57). Variabel dalam tingkat kalimat terdiri dari pengaturan isi, susunan, struktur kalimat, kosa kata, tanda baca, dan ejaan, sedangkan variabel di luar kalimat adalah penyusunan dan penggabungan kalimat menjadi sebuah paragaraf.

Menulis, menurut Mc Crimmon (1976: 2), merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskan sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2009: 96) berpendapat bahwa menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis.


(14)

Suriamiharja (1997: 2) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan. Menulis merupakan kegiatan berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain. Akhadiah (1997: 9) juga berpendapat bahwa menulis merupakan suatu proses pemikiran, dimulai dengan pemikiran tentang apa yang disampaikan. Menulis merupakan ajang komunikasi yang perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelas serta aturan-aturan ejaan dan tanda baca. Sejalan dengan pendapat Suriamiharja dan Akhadiah, John Harris dalam bukunya Introducing Writing mengungkapkan bahwa ” writing is a process that occurs over a

period of time,...” ( menulis merupakan suatu proses yang terjadi melalui sebuah

periode waktu,..). Hal ini membuktikan menulis bukanlah suatu hal yang mudah. Keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks (Heaton, 1983: 146). Sejalan dengan pendapat tersebut St. Y. Slamet (2003: 96) bahwa keterampilan menulis dikuasai seseorang sesudah menguasai keterampilan berbahasa lain. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, jika seseorang akan mahir dalam menulis apabila sudah berkemampuan menguasai keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca.

Selain pendapat tersebut, Tarigan (1986: 3) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak bertatap muka dengan orang lain. Lebih lanjut Tarigan menjelaskan bahwa menulis merupakan suatu proses menirukan, melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan bahwa suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut.


(15)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan aktivitas manusia yang terarah dan sadar untuk menuangkan ide, gagasan, pikiran, perasaan, atau pengalaman dalam bentuk tulisan yang diorganisasikan secara sistematis dengan menggunakan kalimat yang logis, sehingga orang lain dapat memahami maksud yang disampaikan sesuai dengan tujuan penulis.

b. Maksud dan Tujuan Menulis

Pada prinsipnya fungsi utama dari menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Maksud dan tujuan menulis yang dimaksudkan adalah respons atau jawaban yang diharapkan dapat diperoleh dari pembaca, atau perubahan yang diharapkan akan terjadi pada diri pembaca. Sehubungan dengan hal ini, Hugo Hartig dalam Henry Guntur Tarigan (1983: 24-25) mengemukakan tujuan penulisan, yaitu

(1) Assignment purpose (tujuan penugasan). Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak

mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa diberi tugas merangkum buku; sekretaris

yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat). (2) Altruistic purpose (tujuan

altruistik). Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalaranya, serta ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang akan dapat menulis secara tepat guna, kalau dia percaya baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca

atau penikmat karyanya itu adalah ”lawan” atau ”musuh”. Tujuan altruistik adalah


(16)

yang bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. (4) Informasional (tujuan penerangan). Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau

keterangan/penerangan kepada para pembaca. (5) Self expressive (tujuan pernyataan

diri). Tulisan ini bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang

kepada para pembaca. (6) Creative purpose (tujuan kreatif). Tujuan ini erat

hubunganya dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi ”keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai

artistik, nilai-nilai kesenian. (7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan

masalah). Dalam tujuan seperti ini sang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Seorang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi, serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasanya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

c. Fungsi dan Kegunaan Menulis

Menulis sebagai kegiatan berbahasa yang produktif menghasilkan tulisan.

Asul Wiyanto (2006: 4) menyatakan bahwa tulisan adalah rekaman peristiwa, pengalaman, pengetahuan, ilmu serta pemikiran manusia. Tulisan dapat menembus ruang dan waktu, artinya tulisan dapat dibaca oleh orang yang berbeda di berbagai tempat pada waktu sekarang dan yang akan datang. Dengan tulisan itu orang lain yang tinggal ditempat lain yang jauh dapat menangkap dan memahami pengetahuan dan pikiran tersebut dalam kurun waktu sekarang atau bahkan sampai kapanpun.


(17)

Pendapat lain yang disampaikan oleh Henry Guntur Tarigan (1994: 22) menyatakan pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Komunikasi yang terjadi searah antara penulis dan pembaca. Sebagai alat komunikasi, tulisan harus mampu menyajikan pikiran penulis secara jelas hingga mudah dipahami oleh pembaca. Lebih lanjut Sri Hastuti PH (1982: 1) mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang kompleks dengan melibatkan cara berfikir teratur serta berkemampuan mengungkapkan dalam bentuk tulisan. Dengan demikian tulisan seseorang dapat menunjukkan keteraturan berpikir penulisnya.

Penjelasan pendapat yang senada mengenai menulis adalah sesuatu yang lebih jauh dan dalam sekedar menguasai tata bahasa dan tanda baca. Menulis adalah proses yang dapat mengembangkan dalam berpikir dinamis, kemampuan analitis dan kemampuan membedakan berbagai hal secara kuat dan valit. Menulis akan meningkatkan rasa percaya diri, dari rasa percaya dirilah yang akan memunculkan

berbagai kreativitas dan rasa bahagia, Anonim (dalam

http://www.indodigest.com/index.htm,1/10/2007) Tulisan dapat membantu menjelaskan pola pikir seseorang dan besar kegunaanya bagi kehidupan seseorang. Menurut Sabarti Akadiah, dkk (1996: 1-2) menyatakan ada delapan kegunaan menulis yaitu: (1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. (2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan; (3) Penulis dapat lebih banyak menyerap mencari serta menguasi informasi sehubungan dengan topik yang ditulis; (4) Penulis dapat terlatih mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkanya secara tersurat; (5) Penulis akan dapat meninjau serta


(18)

menilai gagasanya sendiri secara lebih objektif; (6) Dengan menulis di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret; (7) Dengan menulis, penulis terdorong terus untuk belajar secara aktif; (8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Selain kegunaan menulis seperti tersebut di atas, Rosemary T, Frunchling dan N.B Oldman (1996: 7) menyatakan bahwa kita menulis untuk berkomunikasi. Agar tulisan dapat dipahami maka seseorang harus mampu membuat pernyataan dalam bentuk kalimat yang efektif. Hal ini untuk menghindari ketidakjelasan pesan yang disampaikan. Oleh karena itu latihan menulis harus sesering mungkin dilakukan agar dapat menulis dengan baik.

d. Faktor Kebahasaan dalam Ringkasan.

Dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, kedudukan bahasa sangat penting. Hal ini dapat dipahami sebab bahasa merupakan alat komunikasi, lebih-lebih dalam komunikasi tulis. Seorang penulis sangat berhati-hati di dalam menggunakan bahasa, dengan harapan gagasan yang disampaikan dapat dipahami oleh para pembaca. Unsur unsur yang harus diperhatikan oleh para penulis meliputi: (1) ejaan dan tanda baca; (2) pilihan kata atau diksi; (3) kalimat efektif, dan (4) pengembangan paragraf.


(19)

1) Ejaan

Dalam kegiatan tulis menulis, penulis dituntut untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hal tersebut perlu ditunjang oleh penerapan ejaan yang berlaku dalam ringkasan, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan.

Agar gagasan dan pesan yang disampaikan oleh penulis dapat diterima secara jelas, ejaan dan tanda baca sangat besar peranannya. Penulis harus memperhatikan penulisan huruf yang sudah dituangkan dalam Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan.

Penulisan kata yang tertuang pada Pedomam Ejaan Yang Disempurnakan juga perlu diperhatikan. Penulis harus menyadari bahwa penulisan kata dasar dan kata berimbuhan.

Dalam perkembangannya, ringkasan banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain. Unsur serapan tersebut ada yang sudah disesuaikan dengan kaidah ringkasan, baik penguasaan maupun penulisannya, tetapi ada pula yang belum sepenuhnya disesuaikan. Itulah perlunya penulis, memperhatikan cara penulisan kata serapan yang sudah dituangkan dalam Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan.

2) Pilihan Kata atau Diksi

Seseorang penulis harus teliti di dalam memilih kata sebab kata-kata harus digunakan secara tepat dan sesuai dengan konteksnya. Ketepatan dan kesesuaian ini perlu diperhatikan karena penulisan ilmiah menghendaki ketepatan dan keajekan baik dalam makna maupun dalam bentuk. Hal ini diharapkan agar tidak terjadi kesalahan di dalam penafsiran (Akhadiah dkk, !991: 82).


(20)

Untuk memilih kata yang tepat dalam menulis, bukan pekerjaan yang mudah. Bahkan Hemingway (dalam Akhadiah, 1991: 82) mengatakan bahwa memilih kata secara tepat dan sesuai merupakan bagian yang paling sulit dalam proses penulisan. Dalam memilih kata harus memperhatikan persyaratan: (1) ketepatan, yang menyangkut makna dan logika kata-kata; dan (2) kesesuaian, yang menyangkut kesesuaian antara kata yang dipakai dengan situasi dan keadaan pembaca.

Dalam memilih kata, penulis juga harus memperhatikan: (1) kata yang bermakna denotatif dan konotatif, (2) sinonim, homofon, homograf, (3) kata abstrak dan konkret; (4) kata umum dan khusus; (5) kata populer dan kata jadian; dan (6) kata asing dan kata serapan. Kesemuanya ini harus diperhatikan oleh penulis agar gagasan yang disampaikan dapat diterima secara tepat oleh pembaca.

3) Kalimat

Seorang penulis harus mampu menuangkan gagasan yang akan disampaikan dalam kalimat yang efektif. Kalimat efektif harus memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pendengar seperti apa yang ada pada pikiran penulis (Akhadiah, 1991: 116).

Senada dengan pendapat Akhadiah, Razak (1983: 116) menjelaskan bahwa kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna. Kalimat harus mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan penulis tergambar lengkap dalam pikiran pembaca. Dengan demikian kalimat efektif harus memenuhi syarat: (a) secara tepat dapat mewakili gagasan atau


(21)

perasaan penulis; dan (b) sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pembaca seperti yang dipikirkan penulis.

Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. kesepadanan dan kesatuan, maksudnya paling tidak kalimat terdiri dari subjek ,

predikat dan melahirkan keterpaduan arti;

2. kesejajaran bentuk, maksudnya menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang sama

dapat dipakai dalam susunan serial;

3. penekanan, menggunakan bagian yang penting dan ditulis pada bagian depan

kalimat;

4. kehematan, maksudnya hemat dalam pemakaian kata dan frase; dan

5. kevariasian dalan struktur kalimat

(Akhadiah dkk.,1991:117).

Gorys Keraf (1983: 117) juga berpendapat bahwa kalimat efektif juga harus: (a) memiliki kesatuan gagasan; (b) koherensi yang kompak; (c) penekanan; (d) variasi; (e) pararelisme; dan (f) penalaran.

4) Paragraf

Paragraf merupakan himpunan dari beberapa kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah ide. Sebuah ide paragraf akan membangun satuan pikiran sebagai kajian dari pesan yang disampaikan oleh penulis (Sakri, 1992: 4). Dengan demikian, paragraf yang baik harus memenuhi syarat: (1) kesatuan, maksudnya semua kalimat yang membina paragraf itu secara bersama-sama menyatakan suatu hal; (2) koherensi, maksudnya kekompakan hubungan antara


(22)

sebuah kalimat dengan kalimat lain yang membentuk paragraf; dan (3) perkembangan paragraf, maksudnya penyusunan atau rincian daripada gagasan yang membina paragraf (Keraf, 1985: 67).

Semi (1990: 55) berpendapat, paragraf mempunyai fungsi: (1) memudahkan pengertian dan pemahaman dengan memisahkan satu topik dengan topik yang lain; dan (2) memisahkan dan menegaskan pengertian secara wajar dan formal, untuk memungkinkan pembaca berhenti lama dari penghentian diakhir kalimat. Dengan demikian pembaca akan mempunyai kesempatan memusatkan pikiran terhadap topik atau tema paragraf tersebut.

Gagasan utama dalam paragraf, biasanya dituangkan dalam sebuah kalimat topik. Kalimat topik perlu didukung oleh kalimat-kalimat penjelas. Menurut Keraf 1985: 70) kalimat topik dapat ditempatkan pada: (1) awal paragraf; (2) pada awal paragraf kemudian ditegaskan pada akhir paragraf; (3) pada akhir paragraf ; dan (4) pada seluruh kalimat dalam paragraf tersebut.

Berdasarkan letak kalimat utama, paragraf dibedakan menjadi paragraf: (1) deduktif, kalimat utama pada awal, (2) induktif, kalimat utama dibagian akhir, (3) campuran/deduktif/induktif, kalimat utama ada pada bagian awal dan akhir, dan (4) naratif/deskriptif, yaitu paragraf yang tanpa kalimat utama.

Seperti diungkapkan oleh Gorys Keraf, Akhadiah (1991: 156) berpendapat bahwa paragraf yang baik juga harus dapat dikembangkan. Artinya inti paragraf dituangkan pada kalimat utama dari kalimat tersebut harus diperjelas oleh kalimat-kalimat penjelas. Namun perlu diingat bahwa kalimat-kalimat-kalimat-kalimat penjelas tersebut harus


(23)

selalu koheren. Mengenai banyaknya kalimat penjelas sangat bergantung pada kalimat utamanya.

e. Menulis Ringkasan

Ringkasan berarti suatu catatan ringkas, yaitu dari suatu uraian teori atau kajian yang terlalu luas ruang lingkupnya, namun tidak mempengaruhi makna atau arti yang secara konseptual. The Liang Gie (1986: 114) menyatakan bahwa membuat ringkasan adalah menulis dengan berusaha mengambil intisari suatu uraian atau pokok pikiran, kemudian intisari itu ditulis dengan singkat dalam kata-katanya sendiri. Sementara itu Gorys Keraf (1997: 261) mendefinisikan bahwa membuat ringkasan berarti suatu keterampilan untuk mengadakan reproduksi dari hasil-hasil karya yang sudah ada, meringkas merupakan suatu cara efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat.

Kegiatan menulis ringkasan dalam hal ini diperlukan kemampuan membaca pemahaman yang cukup. Sebab untuk menulis ringkasan yang komprehensif, penulis ringkasan harus pandai-pandai menangkap pokok pikiran yang ada dalam bacaan yang diringkasnya. Selain itu, dituntut harus dapat mengenali kalimat utama yang terdapat pada masing-masing paragraf. Pada setiap paragraf , penulis ringkasan harus bisa menafsirkan antara ide pokok dan ide penjelas serta mana paragraf utama dan mana paragraf pengembang, sehingga secara kompetensi diharapkan ringkasan yang dibuatnya akan efektif mewakili teks bacaan yang diringkasnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis ringkasan adalah usaha menulis dalam bentuk singkat intisari atau pokok pikiran atau uraian karangan


(24)

yang panjang dengan kata-katanya sendiri. Dalam ringkasan, keindahan gaya bahasa, ilustrasi, serta penjelasan-penjelasan yang terperinci dihilangkan, sedangkan seni karangannya dibiarkan tanpa hiasan. Walaupun bentuknya ringkas, namun tetap mempertahankan isi, paragraf, dan pandangan pengarang aslinya.

Sedangkan Walter Pauk mengembangkan untuk para mahasiswa Cornell

University suatu sistem yang disebut” The five R’s of note taking” (pembuat catatan

lima R). Kelima R itu singkatan dari : Record (Rekam), Reduce(Ringkas/Resume),

Recite (Resitasi), Reflect (Renung), Review (Reviu) (dalam The Liang Gie. 1995:

198).

Berdasarkan dari Lima R, untuk Reduce/Ringka s/Resume maksunya adalah

pelajaran siswa meringkas fakta-fakta, gagasan, teorei-teori dan konsep-konsep. Aktivitas membuat ringkasan ini akan memperjelas teori, hubungan antara teori, memperkuat kesinambungan gagasan dan mempertajam ingatan. Meringkas juga berguna sebagai persiapan setapak demi setapak dalam menghadapi tes atau ujian.

C. Tujuan Menulis Ringkasan

Kegiatan berlatih menulis ringkasan atau sebuah artikel atau sebuah karya adalah suatu cara yang paling berguna untuk mengembangkan ekspresi serta ketepatan dalam pemilihan kata. Latihan-latihan yang itensif akan mengembangkan daya kreasi dan konsentrasi, serta mempertajam kemungkinan pemahaman karya asli secara baik, sehingga karya ringkasan itu tampaknya seolah-olah hasil pematangan dalam diri penulis ringkasan itu. Suatu ringkasan yang cermat dan teliti tidak akan


(25)

diperoleh jika tanpa mempelajari dengan cermat serta memahami apa yang dibaca atau didengar.

Ringkasan sebagai suatu keterampilan untuk mengadakan reproduksi, sebenarnya sudah diperkenalkan sejak seorang murid berada di sekolah dasar. Sebagai suatu bentuk reproduksinya dan sebagai suatu cara untuk mengetahui apakah seorang siswa benar-benar mengetahui dan memahami isi sebuah buku atau karangan, maka sebuah ringkasan memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Adanya kegiatan menulis ringkasan, sebenarnya seseorang mempelajari bagaimana penulis yang baik dalam menyusun karangannya, bagaimana ia menyampaikan gagasan-gagasanya ke dalam bahasa yang baik, serta bagaimana ia dapat memecahkan suatu masalah.

Menulis ringkasan bertujuan untuk memahami dan mengetahui isi sebuah karangan, maka latihan-latihan untuk maksud tertentu akan membimbing dan menuntun seseorang agar dapat membaca karangan dengan cermat dan bagaimana harus menulisnya dengan tepat (Gorys Keraf, 1997: 262).

Berdasarkan dari pendapat tersebut maka untuk mendapatkan hasil atau tujuan yang memuaskan dalam menulis ringkasan, seseorang siswa dituntut untuk membaca buku atau karangan asli dengan cermat, mendengar atau menyimak penjelasan guru dengan penuh konsentrasi serta bagaimana harus menulisnya kembali dengan tepat suatu ringkasan karangan atau catatan materi pelajaran.

Seseorang tidak akan dapat menulis ringkasan dengan baik jika ia kurang cermat dalam membaca dan juga jika ia tidak mampu membedakan antara gagasan


(26)

utama dengan gagasan-gagasan tambahan. Kemampuan membedakan tingkat-tingkat gagasan dalam karangan akan membantunya mempertajam gaya bahasa, serta menghindari gagasan-gagasan panjang lebar yang dapat membuat suatu kerancuan dalam karangan tersebut.

D. Cara Menulis Ringkasan

Beberapa pedoman yang dipergunakan untuk menulis ringkasan yang baik dan teratur adalah sebagai berikut: 1) membaca naskah asli; 2) mencatat gagasan utama; 3) membuat reproduksi; 4) melaksanakan ketentuan tambahan (Gorys Keraf, 1995: 263).

Uraian keempat pedoman tersebut sebagai berikut:

1) Membuat Naskah Asli

Seorang penulis ringkasan harus membaca naskah asli hingga berulang kali supaya dapat mengetahui kesan umum tentang karangan yang dibaca secara menyeluruh, selain itu untuk mengetahui kesan umum dan maksud sudut pandang pengarangnya.

Untuk membantu mencapai hal tersebut, penulis harus memperhatikan judul dan daftar isi, karena perincian daftar ini akan memberikan petunjuk yang jelas bahwa sebuah karangan mempunyai hubungan pertalian dengan judul atau tidak. Dengan memperhatikan hal ini, penulis akan mudah mendapatkan kesan umum, maksud pengarang serta sudut pandang pengarang yang tersirat dalam karangan itu.


(27)

Langkah kedua ini penulis kembali membaca karangan, bagian demi bagian, alenia demi alenia sambil mencatat semua gagasan yang penting. Tujuan terpenting dari pencatatan ini adalah agar tanpa ada ikatan teks asli, jika seorang penulis akan

kembali memulai menulis untuk menyusun sebuah ringkasan dengan

mempergunakan pokok-pokok yang telah di catat itu. Pada langkah ini yang menjadi sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alenia. Semua gagasan utama atau gagasan penting yang berada di dalamnya dicatat atau digarisbawahi.

3) Membuat Reproduksi

Dalam reproduksi seorang penulis ringkasan menyusun kembali suatu karangan singkat berdasarkan gagasan utama sebagaimana yang dicatat dalam langkah sebelumnya, ia harus menyusun kalimat-kalimat baru, merangkaikan semua gagasan ke dalam suatu wacana yang jelas dan dapat diterima akal sehat sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.

4) Melaksanakan Ketentuan Tambahan

a. Sebaiknya dalam menyusun ringkasan mempergunakan kalimat tunggal daripada

kalimat majemuk karena kalimat majemuk ada dua gagasan atau lebih yang bersifat pararel.

b. Bila memungkinkan ringkaslah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Begitu

juga rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentral saja.

c. Alinea yang mengandung gagasan ilustrasi, contoh deskripsi dan sebagainya


(28)

d. Bila mungkin kata keterangan dan kata sifat dibuang, kecuali keterangan atau kata sifat yang dipergunakan untuk menjelaskan gagasan umum.

e. Pertahankan gagasan asli serta ringkasan gagasan-gagasan itu dalam urutan

seperti naskah asli.

E. Penilaian Hasil Karangan

Tes kemampuan menulis karangan yang paling sering diberikan kepada siswa adalah dengan menyediakan tema atau sejumlah tema yang harus dipilih salah satu diantaranya. Penyediaan tema yang lebih dari sebuah kiranya lebih memberi kesempatan siswa untuk memilih tema yang menarik untuk dikuasai masalahnya.

Bentuk-bentuk tugas menulis ringkasan dilihat dari adanya tujuan untuk memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Penilaian terhadap hasil ringkasan mempunyai kelemahan pokok, yaitu rendahnya kadar objektifitas. Bagaimanapun juga dan berapapun kadarnya, unsur subjektivitas penilai pasti berpengaruh. Sebuah karangan yang dinilai oleh dua orang atau lebih biasanya tidak akan sama sekornya. Masalah yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita mendapatkan atau memilih model teknik penilaian yang memungkinkan penilai untuk memperkecil kadar subjektifitas.

Penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holiatis, impresif, dan selintas. Jadi penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan secara selintas. Penilaian yang demikian jika dilakukan oleh orang yang ahli dan berpengalaman memang (sedikit banyak) dapat


(29)

dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, keahlian itu belum tentu dimiliki oleh para guru di sekolah.

2. Kemampuan Membaca Pemahaman

a. Pengertian Membaca Pemahaman

Kegiatan membaca, khususnya membaca pemahaman sangat penting bagi setiap siswa dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan oleh siswa melalui aktivitas membaca (Nurgiyantoro, 1987: 226). Kemampuan membaca seseorang akan mempengaruhi keluasan pandangan mengenai berbagai masalah. Bahkan kemampuan dan kemauan membaca seseorang juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan studi mereka.

Ada beberapa fungsi tentang membaca. Eddie Williams (1990: 6) dalam bukunya yang berjudul Reading in The Language Classroom menjelaskan ”A simple (and provisional) difinition of reading is that it is a process where by one looks a understands what has been written. The keyhere is understand...” . Menurut Eddie Williams, membaca merupakan suatu proses dimana seseorang melihat dan memahami apa yan telah ditulis. Kata kuncinya adalah memahami. Jadi pembaca harus memahami ide-ide yang ditulis.

Dalam kegiatan membaca pemahaman, pembaca dituntut untuk memahami ide pokok atau gagasan penulis yang terdapat dalam bacaan. Kemampuan memahami gagasan penulis dapat dbedakan menjadi tiga jenis yaitu: (1) kemampuan mengenai maksud dan menangkap gagasan pokok yang disampaikan pengarang; (2)


(30)

kemampuan memahami gagasan yang mendukung gagasan pokok; dan (3) kemampuan menarik kesimpulan yang betul dan penalaran yang tepat mengenai gagasan yang disampaikan penulis (Modul Akta V, 1985:19). Membaca pemahaman menitikberatkan pada kemampuan memahami isi bacaan secara tepat dan cepat.

Membaca merupakan interaksi aktif antara pembaca dan teks, oleh karenanya diperlukan pengetahuan tentang bahasa dan topik bacaan yang cukup (Grabe, 1997 dalam Keyko Hayashi, 200). Senada dengan pendapat di atas, Smith dalam guntur Tarigan (1991: 42) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses pengenalan, penafsiran, dan penilaian terhadap gagasan-gagasan yang berkenaan dengan bobot mental ataupun kesadaran total diri pembaca. Dengan demikian membaca dapat diartikan sebagai suatu proses yang bersifat kompleks yang bergantung pada perkembangan bahasa seseorang, latar belakang pengalaman, kemampuan kognitif, dan sikap pembaca terhadap bacaan. Kemampuan membaca dengan demikian dapat diartikan sebagai penerapan faktor-faktor tersebut di atas oleh pembaca dalam rangka mengenali, menginterpretasi, dan mengevaluasi gagasan atau ide yang terdapat dalam bacaan.

Berdasarkan pada sudut pandang psikolinguistik, Goodman dalam Dubin (1988: 26) berpendapat bahwa membaca merupakan diskusi jarak jauh antara pembaca dan pengarang yang didalamnya terdapat interaksi antara bahasa dan pikiran. Dengan kata lain, penulis menyandikan pikiranya ke dalam bahasa, sedangkan pembaca menguraikan sandi bahasa tersebut ke dalam pikiranya. Pendapat yang lain disampaikan oleh Utari Nababan (1993: 164) yang menyatakan bahwa


(31)

membaca adalah aktivitas yang rumit atau kompleks karena bergantung pada keterampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penalaranya. Ini berarti membaca merupakan suatu proses yang memerlukan partisipasi aktif pembaca.

Sebagai suatu proses, membaca terdiri dari atas tahap-tahap yang saling berkaitan. Tahapan-tahapan membaca pada hakikatnya terdiri atas lima tahapan yaitu:

(1) mengidentifikasikan pernyataan isi teks dan kalimat topik, (2)

mengidentifikasikan kata-kata dan frasa-frasa kunci, (3) mencari kosa kata baru, (4) mengenali organisasi tulisan, dan (5) mengidentifikasikan teknik pengembangan paragraf.

Berkaitan dengan tahapan membaca Goodman dalam Dubin (1988: 126) menyatakan bahwa kegiatan membaca adalah suatu permainan tebak-tebakan psikolinguistik (”a psycholinguistic guessing game”) yang terdiri atas tahap-tahap tertentu. Artinya dalam proses penguraian sandi atau pemberian makna suatu teks tertulis pembaca harus melalui tahap-tahap tertentu secara berurutan. Tahap pertama yang harus dilakukan pembaca dalam proses pemberian makna suatu bacaan adalah mengenai keserbaragaman penanda linguistik serta menggunakan mekanisme pemrosesan data linguistik yang dimilikinya untuk menentukan susunan atau urutan penanda-nada linguistik tersebut. Tahap berikutnya, pembaca memilih di antara semua informasi yang ada, data-data yang sekiranya cocok, koheren, dan bermakna. Dari gambaran di atas, Brown (1994: 284) menyatakan bahwa membaca dapat dikatakan sebagai permainan tebak-tebakan karena dalam memahami suatu tulisan melalui proses pemecahan masalah, pembaca dapat membuat inferensi atau


(32)

kesimpulan atas makna-makna tertentu, menentukan apa yang harus diterima atau ditolak dan seterusnya yang semuanya mengandung resiko.

Bertolak dari pendapat tersebut, untuk menghasilkan suatu tebakan yang tepat pembaca perlu memanfaatkan informasi, pengetahuan, perasaan, pengalaman, dan budaya yang dimilikinya sehingga dapat memaknai pesan-pesan yang terdapat dalam suatu bacaan dengan tepat. Begitu juga seorang pembaca, perlu juga memiliki strategi yang tepat untuk dapat menemukan pesan yang terkandung dalam bacaan.

Strategi yang dimaksud dapat berbentuk membuat out line dan ringkasan dengan kata-kata sendiri, mencari kata kunci, mengidentifikasikan ide pokok, membuat catatan-catatan khusus, menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting atau pun membuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan.

Berdasarkan uraian di atas, membaca merupakan aktivitas komunikatif yang memiliki hubungan timbal balik antara pembaca dan isi teks, sehingga faktor pendidikan, intelegensi, sikap, dan kemampuan berbahasa akan sangat menentukan proses penyerapan bahan bacaan (Sartinah Hardjono, 1988: 49).

Selanjutnya dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses psikolinguistik di mana pembaca menggunakan segala kemampuannya untuk menyimpulkan makna sesuai dengan maksud penulis. Dengan demikian membaca merupakan kegiatan yang bersifat aktif reseptif.


(33)

b. Jenis Membaca

Membaca pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Henry Guntur Tarigan (1987: 13) mengklasifikasikan membaca sebagai berikut:

1) Membaca nyaring

2) Membaca dalam hati yang terbagi atas:

a. Membaca ekstensif yang terdiri atas (membaca survey, membaca sekilas, dan

membaca dangkal).

b. Membaca intensif yang terdiri atas (1) membaca telaah isi, yang terdiri dari

membaca teliti, memba ca pemahaman, membaca kritis dan membaca gagasan. (2)

membaca telaah bahasa terdiri atas membaca bahasa dan membaca sastra.

Lebih lanjut berkaitan dengan variabel bebas yang dikaji dalam penelitian ini, pembahasan selanjutnya akan terfokus pada membaca pemahaman.

c. Hakikat Membaca Pemahaman

Kemampuan membaca seseorang akan mempengaruhi keluasan pandangan mengenai berbagai masalah. Bahkan kemampuan dan kemauan membaca seseorang juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan studi seseorang.

Kata pemahaman oleh Mackey (1969: 127) diartikan sebagai masalah penafsiran (interpretation) dan harapan (expectancy), yaitu penafsiran tentang apa yang diperoleh pembaca dari tulisan yang dibaca dan harapan pembaca untuk menemukan serta menggunakan hal-hal yang ditemukan dalam bacaan yang dibacanya. Clark dan V. Clark (1977: 43) senada dengan Mackey memberikan


(34)

pembentukan pengertian. Senada dengan dua pendapat tersebut, Smith dalam Tarigan

(1987: 43) mengartikan pemahaman atau comprehension sebagai suatu penafsiran

atau penginterpretasian pengalaman, menghubungkan informasi baru dengan

informasi yang telah diketahui, dan menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kognitif yang terdapat dalam bacaan.

Bagian lain dari bukunya, Clark dan V. Clark (1977: 45) memandang pemahaman dari dua proses yang berbeda. Kedua proses tersebut oleh Clark di sebut

”construction proses” dan ”utillization proses”. Construction process adalah sebagai

proses pembentukan pengertian berdasarkan kalimat-kalimat yang diperoleh pembaca

dari bahan bacaan, sedangkan utillzation process diartikan sebagai proses bagaimana

pengertian yang telah dibentuk dipakai oleh pembaca sebagai aplikasi dari pengertian yang diperoleh.

Berdasarkan pendapat di atas, dapatlah dikatakan bahwa inti kegiatan dari membaca adalah suatu pemahaman. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Grellet (1986: 3) menyatakan bahwa mengerti suatu teks bacaan tidak hanya sekedar mengerti apa yang ada, tetapi lebih dalam lagi yakni diperlukan pemahaman.

Menguraikan lebih lanjut tentang membaca pemahaman, Lado (1977: 223) menyatakan bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan memahami arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa Lado menekankan adanya dua hal pokok dalam membaca pemahaman, yaitu bahasa dan simbol grafis. Lado lebih lanjut menyatakan bahwa


(35)

hanya orang yang telah menguasai bahasa dan simbol grafislah yang dapat melakukan kegiatan membaca pemahaman.

Menurut Grellet (1986: 13) yang menyatakan bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan menyimpulkan informasi yang diperlukan dalam bacaan. Sejalan hal tersebut, Goodman (1980: 15) mendukung pendapat Grellet

menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses

merekonstruksikan pesan yang terdapat dalam teks yang dibaca. Goodman lebih lanjut menerangkan bahwa proses rekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan didalamnya terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis. Selanjutnya hasil dari pengujian hipotesis tersebut akan dipakai oleh pembaca sebagai dasar menarik kesimpulan mengenai pesan atau informasi yng disampaikan oleh penulis.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca pemahaman terjadi apabila terdapat suatu ikatan yang aktif antara daya pikir dan kemampuan yang diperoleh pembaca melalui pengalaman membaca mereka. Membaca pemahaman dengan demikian merupakan proses pengolahan informasi secara intensif, kritis, kreatif, dan apresiatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh.

d. Teknik membaca pemahaman.

Agar membaca dapat memahami isi bacaan secara baik, Francis P. Robinson (dalam Sudarso, 1989:60-64) menyodorkan sistem membaca dengan teknik SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review). Teknik SQ3R tersebut meliputi langkah-langkah sebagai berikut:


(36)

1) Survey

Dalam tahap ini, pembaca melakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran sepintas mengenai isi bacaan, termasuk ide-ide penting yang disampaikan dan cara mengorganisasikan bahan. Dengan tujuan agar pembaca mengetahui panjangnya teks, judul bagian (heading), judul subbagian (sub-heading), istilah dan kata kunci. Juga menyiapkan seperti pensil, kertas, dan stabilo untuk menandai bagian-bagian tertentu.

2) Question

Ketika melakukan survey dapat juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yang jelas, singkat, dan relevan dengan maksud agar dapat pemahaman isi.

3) Read

Pada kegiatan ini, konsentrasi ditujukan pada penguasaan ide pokok dan ide-ide penjelasan pada setiap paragraf, yang diperkirakan mengandung jawaban-jawaban relevan dengan jawaban.

4) Recite

Setelah selesai membaca suatu bagian alinea, sebaiknya berhenti sejenak sambil memperhatikan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan teks/alinea tersebut.

5) Review

Review dilakukan setelah selesai membaca secara keseluruhan perlu diulangi untuk menelusuri bagian-bagian yang penting yang perlu diingat dan dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tersedia.


(37)

Hasil membaca, yang menggunakan teknik SQ3R lebih efektif dengan hasil pemahaman bacaan sangat memuaskan, karena dengan ini pembaca menjadi aktif dan terarah langsung pada intisari atau kandungan-kandungan pokok yang tersirat dan tersurat dalam teks.

e. Pendekatan Dalam Membaca Pemahaman

Proses membaca pemahaman pada hakikatnya tidak terlepas dari adanya penerapan pendekatan yang digunakan. Secara umum adanya dua konsep pendekatan dalam membaca pemahaman yakni pendekatan bottom-up dan pendekatan top-down.

Pendekatan bottom-up, membaca dipandang sebagai suatu proses menafsirkan simbol-simbol tertulis yang memulai dari satuan-satuan yang lebih kecil (huruf) dan kemudian mengarah kesatuan-satuan yang lebih besar (kata, klausa, dan kalimat). Jadi pembaca menggunakan strategi menafsirkan bentuk-bentuk tertulis guna memperoleh pemahaman makna suatu bacaan.

Pendekatan top-down sebaliknya lebih menekankan pada rekonstruksi makna

dari pada sekedar penafsiran sandi-sandi bentuk bahasa. Dalam pendekatan top-down, interaksi antara pembaca dan teks merupakan inti kegiatan membaca. Proses interaksi tersebut pembaca akan membawa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya tentang subjek yang dibacanya. Pembaca akan memanfaatkan pengetahuan kebahasaan, motivasi, minat serta sikapnya terhadap isi teks untuk merekonstruksikan makna

suatu bacaan. Nunan (1989: 65-66) menyatakan bahwa dalam pendekatan top-down


(38)

membentuk hipotesis-hipotesis tentang unsur yang terdapat dalam teks dan kemudian menggunakan teks tersebut sebagai semacam sampel untuk menemukan betul tidaknya hipotesis yang telah diajukan.

Nunan lebih lanjut menyatakan bahwa pendekatan top-down sangat

diperlukan dan merupakan koreksi atas pendekatan bottom-up, karena dalam

kenyataan sehari-hari proses membaca mengikuti urutan terbalik dari pendekatan bottom-up yaitu menafsirkan makna terlebih dahulu kemudian mengidentifikasikan kata dan huruf (1989: 33). Jadi dalam hal ini Nunan berpendapat bahwa dalam membaca seseorang perlu memahami makna terlebih dahulu agar dapat mengidentifikasi kata-kata dan perlu mengenal kata-kata untuk mengidentifikasi huruf dan bukan sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa pendekatan bottom-up maupun top-down

masing-masing memiliki kelemahan. Kelemahan utama dari pendekatan bottom-up

bahwa inisiatif proses pemahaman makna dalam tataran yang lebih tinggi harus menunggu proses penafsiran (decoding) simbol-simbol sandi bahasa seperti huruf dan kata yang berada pada proses tataran yang rendah. Sedangkan kelemahan pendekatan top-down adalah kurang memberikan peluang pada proses tataran yang lebih rendah untuk mengarah proses tataran yang lebih tinggi seperti pemahaman makna global melalui pengetahuan latar.

Beranjak dari dua kelemahan pendekatan di atas, Stanovich dalam Nunan (1989: 67) mengajukan alternatif pendekatan yang berupa intergrasi dua pendekatan


(39)

interactive-compensatory. Dalam pendekatan ini pembaca memproses teks dengan memanfaatkan semua informasi yang tersedia secara simultan dari berbagai sumber yang meliputi fonologis, leksikal, sintaksis, maupun pengetahuan tentang wacana.

Berdasarkan uraian di atas, meskipun dari beberapa pendapat memberikan gambaran yang berbeda-beda tentang proses membaca pemahaman, jika dicermati setidaknya terdapat empat ciri umum yang berkaitan dengan proses membaca pemahaman. Pertama, membaca adalah berinteraksi dengan bahasa yang sudah disandikan dalam bentuk tulisan. Kedua dari hasil interaksi dengan bahasa tertulis harus berupa pemahaman. Ketiga, kemampuan membaca erat kaitanya dengan kemampuan berbahasa lisan. Keempat, membaca merupakan proses yang aktif dan berkelanjutan yang secara langsung dipengaruhi oleh interaksi-interaksi dalam lingkunganya.

f. Tujuan Membaca Pemahaman

Membaca dalam konteks ilmiah merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, karena bisa mengembangkan potensi-potensi intelektual dan bakat-bakat artistik kita, serta dapat mengaktualisasi diri dan memasuki proses sosialisasi diri sebaik-baiknya. (Slamet, 2009: 85). Senada dengan pendapat di atas, Morrow sebagaimana dikutip Utari Subiakto (1993: 164-165) menyatakan bahwa tujuan membaca adalah mencari informasi yang: (1) kognitif dan intelektual yaitu yang digunakan seseorang untuk menambah keilmuanya sendiri; (2) referensial dan faktual, yaitu yang digunakan seseorang untuk mengetahui fakta-fakta yang nyata di


(40)

dunia ini; (3) afektif dan emosional, yaitu yang digunakan seseorang untuk mencari kenikmatan dalam membaca.

Dalam aktivitas berbahasa, membaca pemahaman selalu melibatkan beberapa

psikologis (mental) seperti kegiatan penilaian, penalaran, pertimbangan,

pengkhayalan, dan pemecahan masalah. Selain itu membaca pemahaman memiliki empat faktor landasan psikologis, antara lain (1) kapasitas lisan, yaitu kemampuan bawaan untuk mempelajari bahasa simbol dan kemampuan menangkap konsep-konsep abstrak; (2) pemahaman pendidikan, yaitu keseluruhan gagasan, pengertian dan pengetahuan praktis yang diperoleh melalui kontak pribadi dengan lingkungan; (3) kemampuan berkonsentrasi, yaitu pengarahan pikiran pada pengetahuan tertentu, gagasan-gagasan dan informasi yang berhubungan dengan pemecahan dan analisis; dan (4) adanya tujuan sehingga kemampuan mental dapat difokuskan dalam mempelajari hal-hal tertentu.

Berpijak pada uraian di atas, maka pembaca pemahaman dituntut dapat melibatkan dirinya secara aktif dalam bacaan, mengolah informasi visual dan non visual, serta mengkonstruksikan isi yang tersurat dan tersirat dalam bacaan.

g. Pengukuran Kemampuan Membaca Pemahaman

Tes yang bersifat subjektif maupun berbentuk objektif dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman seseorang. Menurut Soenardi Djiwandono (1996: 64-65) bahwa tujuan pokok penyelenggaraan tes membaca adalah mengetahui dan mengukur tingkat kemampuan memahami makna tersurat, tersirat maupun implikasi dari isi suatu bacaan, oleh karenanya dapat dipilih tes bentuk


(41)

subjektif maupun objektif. Tes bentuk subjektif dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan yang dijawab melalui jawaban panjang dan lengkap atau sekedar jawaban pendek. Sedangkan tes objektif dapat disusun dalam bentuk tes melengkapi, menjodohkan, pilihan ganda atau bentuk-bentuk gabungan.

Burhan Nurgiantoro (1988: 248) berpendapat bahwa pengukuran kegiatan membaca dapat mencakup dua segi yaitu kemampuan dan kemauan. Kemampuan membaca lebih berkaitan dengan aspek kognitif yang mencakup enam tingkatan sedangkan faktor kemauan berkaitan dengan aspek afektif. Lebih lanjut Burhan Nurgiantoro (1988: 249) menyatakan bahwa tes esai maupun objektif dapat dipilih, hanya saja untuk mengukur tingkat sintesis dan evaluasi bentuk tes esai lebih mudah disusun.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kemampuan membaca pemahaman dapat dilakukan melalui tes bentuk esai ataupun objektif dengan memperhatikan beberapa indikator. Berbicara tentang indikator kemampuan membaca pemahaman, David Russel yang dikutip Dikjen Dikti (1985: 65-66) menyatakan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan memberi respon yang tepat dan akurat terhadap tuturan tertulis yang dibaca. Sementara itu Imam Syafi’ie (1993: 48-49) membedakan pemahaman atas empat tingkatan yaitu (1) tingkat pemahaman literal, yaitu pemahaman arti kata, kalimat, serta paragraf dalam bacaan; (2) tingkat pemahaman interpretatif, yaitu pemahaman isi bacaan yang tidak langsung dinyatakan dalam teks bacaan; (3) tingkat pemahaman kritis, yaitu pemahaman isi bacaan yang dilakukan pembaca dengan berfikir secara kritis terhadap


(42)

isi bacaan; (4) tingkat pemahaman kreatif, yaitu pemahaman terhadap bacaan yang dilakukan dengan kegiatan membaca melalui berfikir secara interpretatif dan kritis untuk memperoleh pandangan-pandangan baru, gagasan-gagasan baru, gagasan yang segar dan pemikiran-pemikiran orisinal.

Sedangkan Anderson (1980: 106) membedakan tingkatan membaca pemahaman atas tiga tingkatan yaitu (1) membaca barisan, (2) membaca antarbarisan, dan (3) membaca di luar barisan. Untuk tiga tingkatan tersebut, Anderson (1990: 106), menyatakan terdapat tujuh keterampilan yang terkandung di dalam tingkat pemahaman yaitu (1) pengetahuan makna kata, (2) pengetahuan tentang fakta, (3) pengetahuan menentukan tema pokok, (4) kemampuan mengikuti hal yang mengatur sebuah wacana, (5) kemampuan memahami hubungan timbal balik, (6) kemampuan menyimpulkan, dan (7) kemampuan melihat tujuan pengarang.

Sehubungan dengan kompetensi yang dituntut dalam membaca pemahaman, menurut Henry Guntur Tarigan (1987: 37) mengatakan bahwa sesuai dengan tujuan pengajaran membaca pemahaman, maka indikator kemampuan membaca pemahaman siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam (1) menetapkan ide pokok; (2) memilih butir-butir penting; (3) mengikuti petunjuk-petunjuk; (4) menentukan organisasi bahan bacaan; (5) menentukan citra visual dan citra lainya dalam bacaan; (6) menarik kesimpulan-kesimpulan; (7) menduga dan meramalkan dampak dan kesimpulan; (8) merangkum bacaan; (9) membedakan fakta dari pendapat; (10) memperoleh dari aneka sarana khusus seperti ensiklopedi.


(43)

Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Alan Davies dan Widdowson (1974: 167-175) menyatakan bahwa indikator-indikator untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman terdiri atas: (1) acuan langsung yang dirinci dalam kemampuan memahami makna kata, istilah, ungkapan, kemampuan menangkap informasi dalam kalimat, dan kemampuan menjelaskan istilah; (2) penyimpulan yang dirinci dalam kemampuan menemukan sifat hubungan suatu ide dan kemampuan menangkap isi bacaan yang tersurat maupun tersirat; (3) dugaan yang dirinci dalam kemampuan menduga pesan yang terkandung dalam bacaan dan kemampuan menghubungkan teks dengan situasi.

3. Sikap Bahasa

a. Pengertian Sikap

Sebelum menjelaskan pengertian sikap bahasa, terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian sikap secara umum. Pergertian tentang sikap sudah banyak

dikenal dibidang psikologi. Istilah sikap terjemahan dari bahasa inggris attitude,

artinya tindakan atau tingkah laku. Banaji, menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek-objek sosial seperti masyarakat, daerah, dan kebijakan. Juga sikap adalah perpaduan antara persepsi dan perimbangan yang seringkali menghasilkan orientasi emosi terhadap suatu fenomena

(What is an attitude. Anonim (http://www.gwu.edu/-tip/roger.html).

Poerwadarminta (1985: 944) memberikan batasan sikap sebagai perbuatan yang didasarkan pada pendirian, pendapat, atau keyakinan. Kemudian Fishbein dan Ajzen (dalam Basuki Suhardi, 1966: 22) mendefinisikan sikap sebagai


(44)

kecenderungan untuk menanggapi secara taat asas tata cara yang disukai atau tidak disukai dalam kaitanya dengan suatu objek tertentu.

Ada empat alasan, mengapa kita memiliki sikap. Keempat alasan tersebut yaitu : (1) sikap membantu kita memahami dunia sekeliling; (2) sikap dapat melindungi rasa harga diri kita karena sikap dapat membantu menghindari diri dari kenyataan yang tidak menyenangkan terhadap diri kita; (3) sikap dapat membantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia di sekitar kita; (4) sikap memberikan kemungkinan kepada kita untuk menyatakan nilai asasi (Triandis dalam Basuki, 1996:32).

Pengertian tentang sikap ada bermacam-macam pendapat, Rokeach (dalam

Basuki, 1996:28) memberikan definisi sikap adalah ”... a relatively enduring

orgnization of beliefs around an object or situation prediposing one to respon in

some preferential monner”(... tata kepercayaan yang secara relatif berlangsung lama

mengenai suatu objek atau dengan cara tertentu yang disukainya. Dengan demikian tata kepercayaan harus berlangsung lama dan kecenderungan yang bersifat sementara tidak dapat disebut sikap.

Menurut Allport ( dalam basuki, 1996 :14) sikap adalah ”....through experience, exerting a directive adynamic influence upon the individual’s response to

all object and situations with which it is related” . (....kesiagaan mental dan saraf,

yang tersusun melalui pengalaman, yang memberikan arah atau pengaruh dinamis kepada tanggapan seseorang terhadap semua benda dan situasi yang berhubungan


(45)

dengan kesiagaan itu). Menurut Allport sikap tidak dapat diamati secara langsung tetapi harus disimpulkan melalui instropeksi dari subjek.

Dari sudut pandang psikologi sosial, sikap pada hakikatnya mempunyai ciri-ciri (1) bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan otak tersebut dalam hubunganya dengan objeknya; (2) dapat berubah-ubah, karena dapat dipelajari; (3) tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek; (4) objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut; (5) mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. (Gerungan, 1996: 152).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah organisasi pendapat atau keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang disertai perasaan suka atau tidak suka. Sikap pada hakikatnya memberikan dasar kepada seseorang untuk merespon sesuatu, mendukung atau tidak mendukung, suka ataupun tidak suka.

b. Komponen- komponen Sikap

Komponen-komponen dalam sikap saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Komponen sikap terdiri dari: afeksi (perasaan), kognisi (pengertian), dan behavior

(perilaku). Setiap komponen sangat penting dalam pembentukan sikap seseorang. Gardner (dalam Sandra, 1996: 5) menyatakan bahwa sikap mempunyai komponen kognitif, afektif, dan konatif (mencakup kepercayaan, reaksi, emosi, dan kecenderungan psikologi untuk bertindak atau menilai tingkah laku dengan cara tertentu).


(46)

Ryan dan Parke (1991) kaitanya dengan sikap, berpendapat ”....atiituge can be viewed as evaluations of various objects that are store in memory. According to the tri-component model, an attitude includes affect (a feeling), cognition (a thought), and behavior (an a ction). (....sikap dapat dipandang sebagai evaluasi terhadap beragam objek yang tersimpan dalam memori. Menurut model trikomponen, sikap

mencakup afektif (perasaan), kongnisi (pikiran), dan perilaku (tindakan). (Attitude

Defined:file///A/Attitude.htlm).

Krech dan Crutchfild (1969) mengemukakan bahwa sikap terdiri dari tiga

komponen, yaitu; (1) pengertian dan pemahaman (cognition); (2) perasaan (feeling);

dan (3) kecenderungan bertindak (a ction tendencies). Ketiga komponen tersebut

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Komponen kongnisi berhubungan erat dengan pertimbangan rasional dan tanggapan-tanggapan logis terhadap sasaran (setuju atau tidak setuju). Komponen afeksi berhubungan erat dengan perasaan emosional (senang tidak senang) terhadap sasaran. Komponen action berhubungan erat dengan bagaimana kecenderungannya bertindak terhadap sasaran. Ketiga komponen tersebut akan membentuk sikap seseorang. Dengan demikian sikap seseorang terhadap suatu objek akan berbeda dengan sikap orang lain terhadap objek tersebut.

c. Pembentukan Sikap

Seperti dikatakan oleh Bimo Walgito (1997:55) bahwa sikap tidak terbawa sejak lahir, tetapi terbentuk dalam perkembangan individu. Pembentukan sikap akan


(47)

dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam pada diri individu yang bersangkutan. Selain kedua faktor tersebut, faktor pengalaman juga ikut menentukan.

Dalam menanggapi dunia luar, setiap individu bersikap selektif. Maksudnya tidak semua yang dari luar diterima begitu saja, tetapi selalu diseleksi terlebih dahulu. Dalam menerima atau menolak faktor dari luar tersebut, persepsi individu yang bersangkutan sangat berperan. Persepsi individu termasuk faktor dari dalam, sedangkan faktor dari luar, yaitu keadaan di luar individu yang merupakan rangsangan untuk membentuk atau mengubah sikap. Karena unsur menerima dan menolak itu ada pada setiap aspek, maka reaksi seseorang di dalam suatu situasi merupakan hal yang sangat penting di dalam pembentukan sikap.

Slameto (1986: 191) berpendapat, bahwa pembentukan sikap seseorang dapat dilaksanakan dengan cara: (1) melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan mendalam; (2) melalui tiruan atau imitasi baik disengaja maupun tidak disengaja; (3) melalui sugesti, maksudnya sikap terbentuk karena pengaruh yang datang dari seseorang; (4) melalui identifikasi, maksudnya individu meniru orang lain atau orang tertentu yang didasari keterikatan emosional.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap, antara lain adalah: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan, dan faktor emosional. Sikap dapat terbentuk melalui pengalaman yan berulang, imitasi atau tiruan, sugesti, dan identifikasi.


(48)

d. Sikap Bahasa

Sikap bahasa pada dasarnya berhubungan dengan sikap pada umumnya, yaitu merupakan keadaan dalam individu yang berhubungan dengan proses motif, emosi, persepsi, dan kognisi yang mendasari seseorang dalam bertingkah laku, khususnya dalam objek bahasa.

Menurut Anderson dalam Basuki (1996: 35), sikap bahasa adalah tata kepercayaan yang berhubungan dengan bahasa yang secara relatif berlangsung lama, mengenai objek suatu bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang disukainya. Anderson membedakan sikap menjadi dua jenis, yaitu sikap bahasa dan sikap bukan bahasa, seperti sikap politik, sikap sosial, dsb. Namun kedua jenis sikap tersebut sama-sama dapat terdiri atas kepercayaan-kepercayaan,diantaranya kepercayaan tentang bahasa.

Menurut Amran Halim (1978 : 138), sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.

Pap (dalam Basuki Suhardi, 1996: 35) beranggapan bahwa di dalam arti sempit sikap bahasa mengacu kepada (a) penilain orang terhadap suatu bahasa, bahasa tersebut indah atau tidak indah, kaya atau miskin, efisien atau tidak efisien; (b) penilaian penutur suatu bahasa tertentu sebagai suatu kelompok etnis dengan watak kepribadian khusus. Dalam arti luas sikap bahasa oleh Pap merupakan pemilihan


(49)

yang sebenarnya atas suatu bahasa dan pembelajaran atau perencanaan bahasa yang sebenarnya.

Menurut pendapat Cooper dan Fishman sebagaimana dikutip oleh Basuki Suhardi (1996: 34) menyatakan pengertian sikap bahasa berdasarkan referennya. Referen sikap bahasa menurutnya meliputi perilaku bahasa, dan hal lain yang berkaitan dengan bahasa atau perilaku bahasa yang menjadi penanda atau lambang. Knops (1987: 24) sebagaimana dikutip oleh Basuki Suhardi (1996: 37) mendefinisikan sikap bahasa sebagai suatu sikap yang objeknya dibentuk oleh bahasa. Meskipun Knops memberikan batasan dalam bahasa yang berbeda dengan Cooper dan Fishman, namun dia sependapat dengan Cooper dan Fishman yang menyatakan bahwa sikap bahasa haruslah dianggap luas. Pengertian tersebut selanjutnya meliputi juga sikap penutur bahasa terhadap pemakaian bahasa terhadap pemakaian bahasa atau terhadap bahasa sebagai lambang kelompok.

Sejalan dengan pendapat tersebut I Gusti Ngurah Oka (1974: 158) menjelasakan, bahwa unsur kejiwaan yang termasuk ke dalam sikap mental bahasa yaitu: (1) rasa setia bahasa; (2) rasa bangga terhadap bahasa; dan (3) rasa hormat bahasa; dan (4) rasa prihatin akan norma bahasa.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur yang ada dalam sikap bahasa adalah; (1) adanya kesetiaan bahasa; (2) adanya kebanggaan bahasa; dan (3) adanya kesadaran dan rasa prihatin akan norma bahasa.


(50)

e. Sikap Positif dan Sikap Negatif

Setiap orang mempunyai pandangan terhadap bahasanya sendiri (ringkasan). Adanya pandangan tersebut akan menimbulkan sikap, bagaimana ia bertingkah laku dalam menggunakan bahasanya. Bila seseorang memiliki pandangan yang baik terhadap bahasanya, ia akan mempunyai sikap dan tingkah laku yang baik pula dalam penggunaan bahasanya.

Orang yang bersikap positif, ditandai dengan adanya kemauan

mempertahankan kemandirian bahasanya, kemauan menjadikan bahasa sebagai lambang identitas pribadinya, dan kemauan menggunakan bahasa secara cermat, korek, santun, dan layak. Dengan istilah lain dapat dikatakan, seseorang memiliki kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan norma bahasa.

Orang yang bersikap negatif, yaitu orang yang tidak memiliki ketiga unsur sikap bahasa; (setia, bangga, dan kesadaran akan norma bahasa). Sikap yang mencampuradukan ringkasan dengan bahasa asing, dengan anggapan tanpa bahasa asing pembicaraan tidak berbobot, termasuk sikap negatif terhadap ringkasan (Pateda, 1987: 30).

Sikap berbahasa seseorang dapat dikenali melalui bagaimana distribusi perbendaharaan bahasa, kecermatan pemakaian bentuk dan struktur bahasa, dan dapat juga dikenali melalui bagaimana seseorang menghadapi perbedaan dialektual dan problem-problem yang timbul dari interaksi antara individu.


(51)

Sikap positif terhadap bahasa dan berbahasa menghasilkan perasaan memiliki bahasa. Bahasa sudah merupakan kebutuhan pribadi yang esensial, milik pribadi, perlu dijaga, dan dipelihara.

Kita harus berusaha agar ringkasan benar-benar menjadi milik kita. Bahasa adalah sesuatu yang kita dapat dengan proses belajar yang kemudian harus kita sadari bahwa bahasa itu milik kita. Dengan merasa memiliki, berarti kita akan membinanya dan mempelajari secara baik.

f. Upaya Menumbuhkan Sikap Positif terhadap Ringkasan

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengajaran bahasa. Faktor psikologis dan sosiologis memegang peranan penting. Menurut Suwito (1985: 10) untuk menumbuhkan motivasi, sikap, dan minat telah tumbuh pada diri siswa terhadap pelajaran ringkasan, merupakan usaha yang sangat penting. Apabila motivasi, sikap, dan minat telah tumbuh pada diri siswa, mereka akan mengerahkan usahanya secara optimal di dalam belajar bahasa.

Menurut suwito, keberhasilan belajar bahasa sebagai salah satu usaha pembinaan dan pengembangan bahasa sangat tergatung kepada motivasi siswa yang sedang menguasai bahasa tersebut (1985:92).

Sikap positif terhadap ringkasan harus diwujudkan secara nyata dalam prilaku bahasa. Hal ini berhubungan erat dengan sikap memiliki terhadap bahasa tersebut. Pateda berpendapat bahwa perasaan memiliki bahasa menimbulkan tanggung jawab dan kegiatan pribadi. Bukti keikutsertaan itu terlihat pada pemakaian bahasa yang tertib. Dengan demikian, jika seseorang selalu berhati-hati dalam berbicara dan


(1)

Lampiran 3B

ANGKET SIKAP BAHASA

Petunjuk Umum

1.

Angket (Soal) ini bertujuan ingin mengetahui seberapa tinggi/ posilif sikap

anda terhadap ringkasan.

2.

Tulislah yang dahulu identitas Anda pada kolom yang telah disediakan pada

koloni yang telah disediakan pada lembar jawab !

3.

Bacalah dengan seksama terlebih dahulu sebelum Anda menjawab !

4.

Tulislah jawaban Anda pada lembar jawab yang telah disediakan dengan cara

menyilang salah satu alternative jawaban, Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) yang anda anggap

paling tepat.

5.

Perlu diketahui bahwa kuesioner ini tidak akan mempengaruhi prestasi Anda.

6.

Jumlah soal sebanyak 40 butir dan harus anda kerjakan semua.

7.

Apabila Anda merasa kurang yakin atas jawaban Anda dan ingin menggantinya,

berilah tanda garis sejajar pada jawaban yang telah Anda silang, kemudian

silanglah jawaban yang Anda yakini betul.

Contoh

SS

S

R

TS

STS

8.

Apabila Anda telah selesai menjawab, serahkan jawaban lebar jawab dan soal

kepada guru.

9.

Terima kasih atas partisipasi Anda.


(2)

Sambungan Lampiran 3B

Lembar Angket / Kuesioner dan Lembar Jawaban

Nama

: ………..

Nomor

: ………..

Petunjuk Khusus

Pilihlah jawaban yang Anda anggap paling tepat dan berilah tanda silah (x)

PERNYATAAN

Pilihan

1.

Ringkasan telah berkembang dengan pesat

sejalan

dengan perkcmbangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang canggih.

SS S

R TS STS

2.

Orang yang meremehkan ringkasan sebagai bahasa

Nasional dan bahasa resmi harus ditentang kalau perlu

dihukum.

SS

S

R

TS

STS

3.

Untuk berringkasan yang baik dan benar, seseorang

perlu penguasaan kaidah atau aturan ringkasan.

SS

S

R

TS

STS

4.

Pemakaian ringkasan yang tidak baik yang dilakukan

pejabat tidak perlu ditiru

SS S

R TS STS

5.

Penggunaan ringkasan perlu kita gunakan terlebih

dalam ruang kelas.

SS

S

R

TS

STS


(3)

situasi dan kondisi adalah cermin orang Indonesia yang

baik.

7.

Saya merasa malu bila di dalam bermain menggunakan

ringkasan.

SS

S

R

TS

STS

8.

Penggunaan kosakata bahasa asing dan bahasa daerah

dalam berringkasan meremehkan ringkasan.

SS

S

R

TS

STS

9.

Dalam situasi resmi akan lebih terhormat bila

menggunakan ringkasan baku.

SS

S

R

TS

STS

10.

Suatu

kenyataan

yang

menggembirakan

bahwa

penggunaan ringkasan sudah dirintis sejak kelas 1 SD

SS

S

R

TS

STS

11.

Kosakata ringkasan masih banyak menggunakan bahasa

daerah dan asing terutama untuk mengembangkan

ringkasan. Hal ini terbukti masih banyak orang

menggunakan bahasa daerah dan asing.

SS

S

R

TS

STS

12.

Jika anak berbicara dengan orang tua menggunakan

ringkasan, kurang baik.

SS

S

R

TS

STS

13.

Saya bangga bila ringkasan dapat menjadi bahasa

pengantar antarbangsa di dunia.

SS

S

R

TS

STS

14.

Ringkasan terasa sangat sulit bagiku karena banyak

istilah yang membingungkan.


(4)

15.

Pengindonesiaan kebudaya daerah contoh wayang

merupakan upaya sia-sia karena maknanya sulit

dipahami.

SS

S

R

TS

STS

16.

Saya tidak senang terhadap teman akrabku bila ia selalu

berringkasan dalam bermain sehari-hari.

SS

S

R

TS

STS

17.

Penggunaan bahasa daerah dalam pelajaran (selain

bahasa daerah) sebaiknya tidak dilakukan.

SS

S

R

TS

STS

18.

Dalam pertemuan pelajar tingkat nasional dibenarkan

menggunakan bahasa daerah.

SS

S

R

TS

STS

19.

Dalam kegiatan resmi misalnya dalam pelajaran di kelas

saya selalu menggunakan ringkasan dengan baik dan

benar.

SS

S

R

TS

STS

20.

Saya lebih mudah menerima materi pelajaran yang

disampaikan dengan ringkasan.

SS

S

R

TS

STS

21.

Dengan menguasai ringkasan lebih mudah menguasai

materi pelajaran.

SS

S

R

TS

STS

22.

Saya lebih sering menggunakan ringkasan di rumah

maupun di tempat tetangga.

SS

S

R

TS

STS


(5)

menerangkan pelajaran.

24.

Film berbahasa asing lebih mudah dipahami daripada

ringkasan.

SS

S

R

TS

STS

25.

Ringkasan harus dipakai oleh seluruh murid di kelas,

yang tidak berringkasan dihukum.

SS

S

R

TS

STS

26.

Karangan ringkasan sulit dipahami daripada karangan

bahasa daerah/ asing.

SS

S

R

TS

STS

27.

Menyusun kalimat dengan Ringkasan sulit dipahami

daripada dengan bahasa lain.

SS

S

R

TS

STS

28.

Kosakata ringkasan lebih sedikit daripada bahasa

daerah.

SS

S

R

TS

STS

29.

Saya lebih senang mendengarkan ceramah yang

berbahasa daerah daripada berringkasan.

SS

S

R

TS

SIS

30.

Saya lebih senang berbicara dengan ringkasan daripada

bahasa daerah kita, karena lebih mudah.

SS

S

R

TS

SIS

31.

Murid yang baik saat berbicara dengan bapak atau ibu

guru di kelas menggunakan ringkasan.

SS

S

R

IS

STS

32.

Dalam kegiatan Pramuka saya lebih senang berbahasa

daerah daripada ringkasan.


(6)

33.

Semua kegiatan di sekolah harus menggunakan

ringkasan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

SS

S

R

TS

STS

34.

Sebaiknya bahasa daerah selalu digunakan di sekolah

setiap hari.

SS

S

R

TS

STS

35.

Saya setiap menulis surat menggunakan ringkasan dan

tetap memperhatikan aturan ringkasan.

SS

S

R

TS

SIS

36.

Cerita yang ditulis dalam ringkasan sulit dipahami

SS

S

R

TS

STS

37.

Bacaan ringkasan yang tanda bacanya benar akan

mudah dipahami.

SS

S

R

TS

STS

38.

Setiap bertemu orang yang belum aku kenal aku senang

menggunakan ringkasan.

SS

S

R

TS

STS

39.

Ringkasan tidak akan dapat menjadi bahasa persatuan di

wilayah Indonesia.

SS

S

R

TS

STS

40.

Saya lebih percaya diri menggunakan ringkasan di

dalam kelas daripada menggunakan bahasa daerah.