Universitas Sumatera Utara
kepada peneliti sehingga peneliti dapat mengetahui identitas mereka yang nantinya akan dijadikan calon informan.
4.1.2 Hasil Temuan Peneliti
Informan 1
Nama :
Amee HariTgl. Wawancara :
Selasa, 10 Februari 2015 Pukul
: 18.00 WIB
Amee merupakan informan pertama yang diwawancarai oleh peneliti. Peneliti telah mengenal Amee sejak acara
sharing pada Oktober 2014 lalu. Pada acara tersebut, Amee secara terbuka menyatakan bahwa dirinya merupakan
seorang lesbian, sehingga peneliti memilih Amee sebagai informan pertama. Mengingat observasi yang dilakukan peneliti masih dalam tahap pra penelitian,
sehingga peneliti belum dapat mewawancarai Amee pada saat itu juga. Setelah beberapa kali mengikuti acara yang digelar oleh Cangkang Queer
Medan, akhirnya peneliti dapat menjalin koneksi yang cukup baik dengan para informan yang salah satunya adalah Amee. Bertepatan dengan hari jadi Cangkang
Queer Medan, peneliti berkesempatan untuk mewawancarai Amee usai acara. Amee merupakan sosok yang ramah dan
easy going. Saat dimintai wawancara, Amee tanpa ragu menyetujuinya meskipun belum melihat daftar pertanyaan yang
akan diajukan. Saat ditanyai namanya, Amee langsung menyebut namanya, nama panjangnya, dan juga asal muasal panggilan nama Amee yang hingga kini melekat
padanya. Tak hanya itu, tanpa ditanya, Amee langsung menjelaskan sejarah identitas dirinya. Ternyata, sejak kecil Amee sudah menyadari bahwa dirinya
telah berbeda dengan perempuan pada umumnya. “Dari TK Taman Kanak-Kanak umur tiga empat tahun sudah
merasa berbeda. Artinya begini, aku perempuan. Aku tahu aku perempuan. Aku lebih cenderung memperhatikan perempuan,
karena memang dari kecil aku tombo i.”
Menurut pengamatan peneliti, Amee merupakan seorang perempuan yang sudah memiliki wawasan yang lebih baik sehingga dia dapat berbicara dengan
Universitas Sumatera Utara
terbuka bahwa dirinya sendirilah yang memang memiliki naluri untuk menyukai perempuan lain. Sebab, sebelum terjun ke lapangan, peneliti dibekali pengetahuan
tentang SOGIE oleh Cangkang Queer Medan dan mengetahui bahwa mayoritas lesbian masih mencari alasan bahwa dirinya menjadi seorang lesbian karena putus
cinta, broken home
, atau “ketularan” dari perempuan lain. Padahal, sebenarnya itu tidak akan terjadi jika nalurinya berkata lain. Artinya, dia tidak akan menjadi
lesbian jika dirinya sendiri tidak memiliki ketertarikan dengan perempuan lain. Lebih lanjut, Amee terus bercerita tentang dirinya dan penampilannya.
Ternyata, sejak dulu dia memang perempuan bergaya tomboi. “Dari kecil aku memang udah agak beda. Karena dari kecil aku
memang udah tomboi ya kan. Akan tetapi, saat dikaitkan dengan identitasnya saat ini, Amee
menjelaskan bahwa gayanya yang tomboi tidak memiliki hubungan dengan orientasi seksualnya.
“Nah, kalo bicara pada umumnya itu malah membuat kami terpuruk. Kayak misalnya. Aku bisa membuktikan ada kawan aku
yang tomboi tapi gak lesbian. Makanya aku harapkan kalian dari bidang akademisi bisa meluruskan pandangan umum seperti itu.
” Menurut pengamatan peneliti, Amee sudah memiliki pemikiran dewasa
sehingga penampilan yang selama ini melekat pada dirinya merupakan hasil dari kenyamanannya saja, sehingga tidak ada atribut-atribut khusus yang
digunakannya sebagai tanda bahwa dia adalah seorang lesbian. “Penampilan itu proses kenyamanan kita pada diri kita. Kan
gitu. Aku kadang mau berpenampilan feminim. Artinya bukan femimim pakek rok. Cuma mungkin, mau bedakan. Rambut pendek
ini karena aku udah coba untuk panjang tapi semak kali kurasa. ”
Kemudian, Amee juga menegaskan bahwa dia juga tidak menggunakan gerakan maupun sentuhan khusus sebagai tanda bahwa dia merupakan seorang
lesbian. “Nah, ini dia. Itu biasanya di kalangan... di kalangan teman-
teman gay. Kalo lesbian itu hm... gadak sih yang khusus .”
Universitas Sumatera Utara
Saat ditanyai gerakan tubuhnya ketika memiliki ketertarikan dengan perempuan lain, Amee menjelaskan bahwa dia bersikap biasa saja. Tidak ada
gerakan yang berlebihan selain menatap perempuan tersebut. Mengenai perannya dalam lesbian, Amee yang berpenampilan tomboi
dengan jalan layaknya lelaki pada umumnya memiliki ciri-ciri yang sama dengan butchy. Akan tetapi, saat wawancara Amee menyinggung tentang perannya yang
bukanlah butchy, melainkan transman.
“Kalo butchy itu lebih identik dengan kostum, begitu juga dengan femme. Sementara aku nih bingung. Aku bukan butchy, tapi
aku ngerasa bukan femme. Jadi aku gak merasa apa-apa dalam label-label itu. Jadi seperti transgender
. Nah aku ini transman.” Amee menjelaskan seperti
Transgender yang menurut dirinya bahwa Transgender mengalami transisi pada gendernya, sehingga ada lelaki yang
mengaku perempuan karena dia merasa dirinya itu sebenarnya perempuan tapi dalam tubuh yang salah. Tubuh laki-laki yang berpenis.
Transman juga seperti itu. Karena dia merasa dirinya yang sebenarnya adalah laki-laki tapi di tubuh
perempuan. Itulah istilah baru yang dimaksud Amee. Lebih lanjut, Amee mengatakan bahwa dahulu, para
transman sama dengan butchy. Akan tetapi, sekarang
transman belum tentu mau disebut juga sebagai butchy. Sehingga menurutnya, hal tersebut sebenarnya hanya untuk pelabelan dalam lesbian saja.
Untuk dirinya sendiri itu tidak begitu penting, yang penting bagaimana dia nyaman dengan pasangannya.
Sebelumnya Amee juga telah menyinggung beberapa kali tentang butchy.
Tentang adanya keharusan seorang butchy untuk menekan payudaranya agar tidak
kelihatan, penggunaan parfum bagi seorang butchy. Atau tentang tentang peran
butchy saat bersama dengan pasangannya,. “Kau butchy harus di press press. ada. Kau butchy nya gak
boleh pakek bra. Tapi kemarin aku maen ke Sabang, aku mau berenang ya pakek bra lah aku
.” Amee mengaku bahwa dirinya tidak seperti
butchy yang harus menggunakan semua produk yang identik dengan lelaki. Seperti pemakaian
parfum, dia memilih parfum yang tergantung dengan keinginannya pada saat itu.
Universitas Sumatera Utara
“Nah, parfum ini gini dia. Karena dia mengidentifikasikan dia itu butchy, jadi dia identik memakai parfum yang beraroma
maskulin. Tapi aku gak suka. Aku sesuai dengan mood sih. ”
Tak hanya itu, semua kegiatan yang tak pantas dilakukan seorang butchy juga
pernah dilakukannya, sehingga, saat bersama teman-teman yang berkomunitas, dia mengaku sering diejek karena berbeda dengan para
butchy yang pada umumnya bertingkah laku layaknya seorang lelaki.
“Nah, jadi aku karena sering-sering diejek temanku yang berkomunitas ini. Butchy kok nyuci. Butchy kok mau apa sih setrika,
nyuci bareng-bareng. Aku bingung. Terakhir, aku gak nyaman jadi aku hiraukan sampai aku dibilang butchy banci lah
”.
Informan 2
Nama :
Inisial N HariTgl. Wawancara :
Minggu, 01 Maret 2015 Pukul
: 14.00 WIB
Penentuan inisial N sebagai informan selanjutnya juga dilakukan saat hari jadi Cangkang Queer Medan. Saat itu, perempuan paruh baya ini mengikuti acara
tersebut dan menjadi salah satu orang yang membuka acara tersebut karena seperti seorang yang “dituakan”. Melalui penampilannya, peneliti langsung memilihnya
sebagai informan selanjutnya. Akan tetapi, sayang sekali karena inisial N merupakan seorang lesbian yang masih tertutup sehingga peneliti mengalami
kesulitan untuk mewawancarainya. Ketika dijumpai di kediamannya, inisial N menyambut ramah dan
menyuguhkan hidangan bagi peneliti dan Amee yang bertugas sebagai penjembatan peneliti dengan para informan. Awalnya berjalan lancar hingga saat
diwawancarai, inisial N memiliki kecemasan dan akhirnya Amee menjelaskan apa saja yang ingin ditanyakan dan bagaimana teknik wawancara yang nantinya akan
dilakukan peneliti agar meminimalisir kecemasan inisial N. Saat ditanyai tentang kepemilikan gerakan khusus sebagai tanda bahwa dia
adalah seorang lesbian, inisial N langsung menjawab tidak ada. Tak hanya gerakan khusus, dia juga menjawab semua pertanyaan atribut khusus dan sentuhan
Universitas Sumatera Utara
khusus dengan singkat. Seperti saat ditanyai tentang kepemilikan gerakan kepala yang khusus sebagai tandan bahwa dia seorang lesbian.
“Gak ada yang khusus-khusus juga.” Lebih lanjut, ketika peneliti menanyakan tentang gerakan tubuhnya saat
memiliki ketertarikan dengan perempuan lain, inisial N menjawab santai saja, tidak ada gerakan tubuh yang berlebihan.
“Itu paling pandangin dia. Main kontak mata aja. Santai aja gitu. Kalo dia juga punya ketertarikan baru kenalan. Terus ngobrol-
ngobrol.” Saat ditanyai tentang penampilannya, inisial N berkata bahwa dia memilih
penampilan layaknya seorang lelaki maskulin karena dia merasa nyaman saja dengan menggunakan pakaian lelaki.
“Oh kalo itu nyamannya ya kekgini. Pakek kaos atau kemeja, celana kekgini, sepatu santai aja. Gadak juga pakek heels tapi kalo
pakek tapak ada, gak tinggi. Biasa aja gitu ya. Potongan rambut pun nyamannya pendek. Enak aja gitu.
” Kemudian, inisial N juga menjelaskan kalau gaya berpakaian yang
digunakannya diakuinya seperti lelaki. Setelah membahas penampilan, dia mengaitkan dengan istilah yang berlaku saat dahulu.
“Kalo dulu itu istilahnya cuma ada kantil dan sentul. Kalo kantil itu yang jadi perempuannya, lebih manja dan feminim. Kalo sentul
itu yang kayak laki-lakinya, gayanya ya kayak gini, laki- laki.”
Informan 3
Nama :
Inisial O HariTgl. Wawancara :
Minggu, 01 Maret 2015 Pukul
: 14.30 WIB
Inisial O merupakan teman dari inisial N. Dia adalah seorang perempuan yang juga berpenampilan sama halnya dengan inisial N. Maka dari itu, saat
observasi berlangsung, peneliti langsung memilihnya sebagai informan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Ketika ditanyai tentang adanya gerakan, sentuhan, maupun atribut khusus, inisial O juga menjawab tidak ada. Jawabannya juga singkat. Seperti jawaban saat
ditanyai tentang penggunaan gerakan tubuh yang khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian.
“Gak ada sih. Biasa aja.” Lebih lanjut, ketika ditanyai tentang bagaimana gerakan tubuhnya saat
memiliki ketertarikan dengan perempuan lain, dia menjawab biasa saja, tidak ada gerakan yang berlebihan.
“Ya kekmana, santai aja. Liatin dia. Gitu aja sih.” Kemudian, saat ditanyai tentang penampilan, ternyata dia juga memilih
berpenampilan seperti lelaki karena dia merasa nyaman. Perempuan kelahiran 51 tahun yang lalu ini mengaku tidak pernah menggunakan
heels. “Ya biasa aja, karena aku nyaman, pakek kemeja, celana,
sepatu ini. kalo potongan rambut ya kayak gini. Simpel aja. Apalagi kalo heels ya gak pakek lah.”
Informan 4
Nama :
Bobby HariTgl. Wawancara :
Kamis, 05 Maret 2015 Pukul
: 13.30 WIB
Perempuan yang berusia 23 tahun ini merupakan seorang lesbian yang berpenampilan maskulin. Dia cukup ramah dan terbuka. Saat ditanyai tentang
penggunaan gerakan, atribut, maupun sentuhan khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian, Bobby menjawab tidak ada. Misalnya, saat ditanyai tentang
penggunaan gerakan mata yang khusus, Bobby menidakkannya. “Gak ada. Kecuali aku tertarik sama perempuan lain.”
Kemudian saat ditanyai tentang gerakan tubuhnya ketika memiliki ketertarikan dengan perempuan lain, Bobby menjawab bahwa dia merupakan
lesbian yang cool dan tidak ada gerakan yang berlebihan.
“Ya kalo itu ya sudah diungkapkan kalo masih orang asing paling mata aja natap. Tapi kalo udah dekat ya baru, belai rambut,
Universitas Sumatera Utara
pegang tangan, gandengan tangan kalo jalan... ngerangkul, kalo dikasih meluk, kalo gak yaudah.
” Lebih lanjut, saat ditanyai tentang penampilannya sehari-hari, Bobby
mengaku menggunakan segala sesuatu yang dimiliki oleh lelaki pada umumnya. Bahkan Bobby menegaskan bahwa dia tidak memiliki segala sesuatu yang berbau
dengan perempuan pada umumnya. “Biasa pakek kaos, kemeja. Kalo sepatu pakek pansus cowok
paling. Memang gak punya semua yang berbau cewek. Kalo barang, semua punya cowok, dari daleman. Kalo potongan rambut ngikuti
jaman aja. Tapi suka pendek. Memang gak bisa gondrong, gatel.”
Informan 5
Nama :
Mawar HariTgl. Wawancara :
Kamis, 19 Maret 2015 Pukul
: 17.00 WIB
Perempuan yang berperawakan lebih besar daripada informan-informan sebelumnya ini merupakan seorang perempuan yang sudah menyandang identitas
lesbian selama kurang lebih 15 tahun. Meskipun belum “coming out”, perempuan yang memilih mawar sebagai nama samarannya ini cukup ramah dan terbuka saat
diwawancarai. Saat ditanyai tentang penggunaan gerakan, atribut, maupun sentuhan
khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian, Mawar menjawab tidak ada. Jawabannya singkat, akan tetapi terkesan cukup akrab. Padahal, peneliti baru
menanyakan pertanyaan pertama. “Oh gak ada dek.”
Kemudian, Mawar menjelaskan bahwa terdapat gerakan tubuh saat memiliki ketertarikan dengan perempuan lain. Kali ini, Mawar tidak menjawab
pertanyaan dengan begitu singkat. “Yah kita mulai merhatiin dia. Gimana kalian yang hetero kalo
lagi suka sama lawan jenis lah dek. Pal ing rajin ngubungin.”
Saat ditanyai tentang penampilannya, Mawar menjelaskan barang-barang yang digunakannya sama seperti halnya seorang perempuan pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
“Aku itu feminim casual dek. Bajunya gak ribet-ribet kek femme pada umumnya. Tapi kalo heels, gaun, dan lainnya yang feminim
gitu aku punya dan tetap makek kok. Rambut disalon juga. Cuma untuk sehari-hari gini aja, pakek b
aju casual, rambutpun diikat.”
Informan 6
Nama :
Inisial C HariTgl. Wawancara :
Kamis, 19 Maret 2015 Pukul
: 17.20 WIB
Perempuan yang cukup ceria ini menggunakan inisial C yang dimaksudkannya sebagai singkatan dari kata cantik. Awalnya inisial C memiliki
mimik wajah yang kurang bersahabat dengan peneliti. Bahkan, ketika berjabat tangan, dia hanya mengulurkan ujung jarinya saja. Berbeda dengan informa-
informan sebelumnya. Saat ditanyai tentang penggunaan gerakan, atribut, maupun sentuhan
khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian, inisial C menjawab tidak ada. Misalnya, ketika menjawab pertanyaan pertama peneliti mengenai penggunaan
gerakan tubuh dia menjawabnya dan menanyakannya kembali dengan teman disebelahnya yang juga sebagai lesbian.
“Gak ada ya kan? gak ada.” Ketika peneliti menanyakan bagaimana gerakan tubuhnya saat memiliki
ketertarikan dengan perempuan lain, inisial C memberikan jawaban yang sama dengan informan sebelumnya.
“Kalo aku ya diperhatiin aja. Ya kalo dia juga perhatiin balik, kita mulailah mengenal lebih
dalam satu dengan yang lainnya.” Lebih lanjut, ketika peneliti menanyakan bagaimana penampilannya
sehari-hari, inisial C menjawab bahwa dia bergaya feminim meskipun dahulu bergaya tomboi.
“Aku suka yang feminim. Dandan suka. Ini contohnya. Rambut panjang. Biar pasanganku makin sayang. Aku suka pakek heels
juga. Tapi dulu aku pernah gaya tomboi. Mana lagi disuka aja. Andro kan gitu, gak terus-terusan feminim, atau sebaliknya.
”
Universitas Sumatera Utara
Informan 7
Nama :
Inisial L HariTgl. Wawancara :
Kamis, 19 Maret 2015 Pukul
: 17.40 WIB
Sama seperti inisial C, inisial L merupakan seorang lesbian yang bergaya feminim dan modis. Ketika dijumpai, inisial L menyambut peneliti dengan ramah.
Terlebih, inisial L dan peneliti menimba ilmu di universitas yang sama, sehingga mempermudah peneliti dalam menjalin koneksi.
Ketika ditanyai tentang penggunaan gerakan, atribut, maupun sentuhan khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian, inisial L menjawab tidak ada.
Misalnya, ketika menjawab pertanyaan peneliti mengenai penggunaan gerakan wajah.
“Sama kek tadi. Gak ada juga.” Kemudian, saat ditanyai tentang gerakan tubuh inisial L saat memiliki
ketertarikan dengan perempuan lain, inisial L menjelaskan bahwa dia berusaha untuk mencuri perhatian perempuan tersebut.
“Aku kalo lagi suka yang salah tingkah lah. Mulai lah banyak gerak kalo di depan dia biar diperhatiin. Sering tatap dia biar dia
tau aja ak u suka sama dia, tertarik gitu.”
Lebih lanjut, ketika peneliti menanyakan bagaimana penampilannya sehari-hari, inisial L menjawabnya sambil menunjukkan pakaian yang
digunakannya saat itu. “Feminim kekginilah. Pakek baju yang bergaya feminim, sepatu
pansus gini. Rambut panjang, pakek rok. Apalagi kalo lagi ngumpul di mall, yah dandan lah biar makin cantik hehehe.”
Informan 8
Nama :
Inisial D HariTgl. Wawancara :
Kamis, 19 Maret 2015 Pukul
: 18.00 WIB
Perempuan berusia 21 tahun ini merupakan informan terakhir peneliti yang dipilih saat wawancara dengan Mawar dan inisial C. Tak hanya inisial D, inisial
Universitas Sumatera Utara
L juga dipilih pada saat itu. sebab, awalnya peneliti hanya ingin meneliti 6 informan saja. Namun, ketika mewawancarai Mawar dan inisial C, peneliti merasa
data yang ditemukan belum jenuh. Mengingat penampilan Mawar yang feminim
casual dan beridentitas femme yang jelas berbanding terbalik dengan inisial C. Inisial C yang berpenampilan feminim dengan menggunakan
make up seperti lipstick, mascara, eye liner, dan bedak, namun beridentitas andro.
Saat ditanyai tentang penggunaan gerakan, atribut, maupun sentuhan khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian, inisial D menjawab tidak ada.
Sampai pada pertanyaan terakhir terkait dengan gerakan khusus yaitu gerakan kaki, inisial D menjawab tidak ada dan memberikan penjelasan sebagai bentuk
penegasan dari jawaban-jawaban sebelumnya. “Selama aku jadi lesbian, aku gak punya gerakan-gerakan
khusus. Jadi jawabannya tetap gak ada.”
Ketika peneliti menanyakan bagaimana gerakan tubuhnya saat memiliki ketertarikan dengan perempuan lain, inisial D memberikan jawaban yang
maknanya hampir sama dengan inisial L. Akan tetapi, dia menjawab tanpa ekspresi seperti senyuman yang pernah dilakukan inisial L.
“Aku sih kalo tertarik sama perempuan lain ya paling diliatin. Terus mulai nempel lah sama dia biar lebih kenal.
” Lebih lanjut, ketika peneliti menanyakan bagaimana penampilannya
sehari-hari, inisial D menjawab bahwa dia bergaya feminim, akan tetapi juga penampilannya dapat berubah, sehingga tidak selalu feminim.
“Aku sukanya pakek baju santai aja. Tapi kalo pakek heels juga kok, rok. Ya gak terlalu feminim. Cuma potongan rambut gak suka
terlalu panjang juga. Sehari-hari juga kadang pakek baju bola, rambut diikat. Gayanya suka berubah-
ubah gak feminim melulu”. Penampilan inisial D yang selalu berubah-ubah tidak membuatnya merasa
aneh atau tidak nyaman. Dia mengaku bahwa keinginannya dalam mengubah- ubah penampilan memang datang dari dalam dirinya sendiri. Dia merasa tidak
ingin menjadi feminim seterusnya, atau menjadi tomboi seterusnya.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti selama masa penelitian, maka peneliti membuat pembahasan sebagai berikut :
Kasus 1 Amee
Sebagai seorang lesbian, Amee sudah cukup terbuka. Bahkan, tak jarang dia menggunakan kaos longgar yang bertuliskan tentang lesbian maupun LGBT.
Hal ini jelas sebagai tanda bahwa dia telah “coming out” sebagai seorang lesbian. Maka dari itu, dia dengan leluasa menceritakan kehidupan pribadinya sejak kecil
terkait dengan orientasi seksualnya. Terlebih, dia juga membahasakan dirinya dengan sebutan “abang”. Kemudian, Amee merupakan salah satu pengurus
Organisasi Cangkang Queer Medan yang ternyata bertugas untuk menjembatani para peneliti jika membutuhkan informan atau responden yang memiliki identitas
lesbian. Oleh karena itu, peneliti lebih dalam mengenal Amee dibandingkan dengan informan lainnya.
Ketika berbicara, Amee tidak banyak melakukan gerakan tubuh. Sedangkan gerakan tangan Amee menegaskan tiap pernyataan yang
dilontarkannya. Kemudian, gerakan tangannya saat merokok juga tidak seperti perempuan pada umumnya yang terkesan lebih melentikkan jarinya. Gerakan
tangan Amee lebih seperti lelaki yang sedang merokok. Kepala seperti anggukan maupun gelengan juga pernah dilakukan Amee yang fungsinya juga untuk
menegaskan pernyataannya. Amee kerap memiringkan kepalanya ke kanan saat medengarkan peneliti bertanya atau saat peneliti menceritakan suatu hal. Gerakan
kepala ini juga diikuti dengan gerakan wajah yaitu dahi yang dikernyitkan. Misalnya, Amee mengernyitkan dahinya saat menyatakan ketidakadaan
penggunaan gerakan khusus, sentuhan khusus, maupun atribut khusus sebagai tanda bahwa dia seorang lesbian.Sesekali Amee memanyunkan bibirnya saat
menyatakan sesuatu yang tidak cocok, seperti saat dia mengatakan bahwa tidak setiap orang yang berpenampilan tomboi beridentitas lesbian.
Saat berjalan, Amee tidak berjalan seperti wanita feminim pada umumnya. Amee lebih seperti lelaki maskulin saat berjalan. Kemudian, ketika ingin