Universitas Sumatera Utara
peneliti mengurungkan niatnya lagi untuk menjadikannya sebagai subjek penelitian. Kemudian, karena diundang oleh mantan ketua Komunitas
Cinta Terlarang Medan KCTM yang ternyata salah seorang yang turut serta dalam mendirikan Organisasi Cangkang Queer Medan, untuk
mengikuti sharing seputar identitas lesbian dan pandangan lesbian
terhadap identitas dirinya dan agamanya masing-masing. Sharing yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 ini dilakukan bersama dengan peneliti dari Jerman yang mengangkat disertasi terkait topik
sharing tersebut.
Pada acara ini, peneliti mengetahui ternyata organisasi ini tidak hanya menaungi anggota-anggota yang tercatat secara administratif sebagai
anggota Cangkang Queer Medan, tetapi juga kelompok-kelompok yang mengangkat berbagai isu yang bekerja sama dengan Cangkang Queer
Medan. Salah satu kelompok tersebut merupakan organisasikomunitas lesbian di Medan. Maka dari itu, peneliti memutuskan untuk menjadikan
Organisasi Cangkang Queer Medan sebagai subjek penelitiannya.
B. Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, peneliti lebih menitikberatkan pada observasi. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh
Organisasi Cangkang Queer Medan diikuti oleh peneliti. Kemudian, observasi juga sangat membantu peneliti dalam penentuan informan.
Sebab, penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan purpossive
sampling. Peneliti meneliti lesbian-lesbian yang dipilih berdasarkan tujuan. Mereka dipilih melalui penampilan fisik terlebih dahulu, sebab
selain meneliti bentuk-bentuk komunikasi nonverbal lesbian, penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkap identitas tiap lesbian yang dijadikan
informan. Maka karena itu, peneliti berangkat dari observasi terkait dengan penampilan fisik terlebih dahulu. Penampilan fisik juga merupakan
salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang juga diteliti oleh peneliti. Observasi telah dilakukan sejak Oktober 2014 hingga Maret 2015.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut, peneliti menyadari bahwa wawancara secara tatap muka face to face communication dengan para informan juga membantu
peneliti dalam mengamati komunikasi nonverbal informan. Oleh sebab itu, peneliti lebih memilih untuk mewawancarai informan secara tatap muka,
meskipun harus menunggu waktu yang tepat dengan informan. Mengingat para informan memiliki rutinitas yang cukup padat terlepas dari identitas
diri mereka. Organisasi Cangkang Queer Medan memiliki Standar Operasional
Prosedur SOP bagi orang-orang yang berkeinginan untuk meneliti organisasi tersebut. Maka dari itu, peneliti harus mengikuti prosedur yang
berlaku. Meskipun hal ini memberikan kesulitan tersendiri bagi peneliti, namun ternyata juga memberi bantuan yang sangat besar dalam melakukan
wawancara. Sebab, organisasi ini bertanggung jawab atas segala kebutuhan peneliti terkait dalam proses pengumpulan data. Mereka secara
sukarela membantu peneliti dalam menjembatani peneliti dengan beberapa informan. Mengingat beberapa informan ini sulit ditemui dan cukup
tertutup dengan orang “asing”. Selanjutnya, SOP yang dimiliki organisasi ini juga menyarankan agar peneliti menyertakan
inform consent agar mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Namun,
karena ingin membuat para informan nyaman, peneliti sebisa mungkin meminimalisir kebutuhan akan
inform consent tersebut. Sebab, pada awalnya, informan pertama dalam penelitian ini enggan untuk
menandatanginya, karena dianggap tidak perlu. Oleh karena itu, peneliti tidak menyertakan
inform consent. Dalam mengawali wawancara, peneliti terlebih dahulu menunjukkan
daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan. Daftar pertanyaan tersebut berasal dari pedoman wawancara dalam penelitian ini.
Kemudian, peneliti menanyakan apakah mereka bersedia menggunakan nama asli, nama panggilan, nama samaran atau bahkan inisial. Tak hanya
itu, demi kenyamanan selama berlangsungnya wawancara, peneliti juga menanyakan kesediaan informan untuk direkam suaranya saat
diwawancarai. Ternyata, empat dari delapan informan tidak bersedia untuk
Universitas Sumatera Utara
direkam suaranya. Mengingat keterbatasan peneliti yang tidak mampu mengingat semua hasil wawancara, maka peneliti juga menggunakan alat
tulis untuk mencatat hasil wawancara jika informan tidak berkenan jika suaranya direkam.
Adapun karakter dari delapan informan yang diteliti adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik Informan
No. Nama
Umur Keanggotaan
Status Profesi
1. Amee
26 tahun Pengurus Organisasi Cangkang Queer Medan
Belum Menikah
Sudah Bekerja
2. N
54 tahun Individu
Belum Menikah
Sudah Bekerja
3. O
51 tahun Individu
Belum Menikah
Sudah Bekerja
4. Bobby
23 tahun Individu
Belum Menikah
Sudah Bekerja
5. Mawar
28 tahun Komunitas
Belum Menikah
Sudah Bekerja
6. C
18 tahun Komunitas
Belum Menikah
Mahasiswi
7. L
22 tahun Komunitas
Belum Menikah
Mahasiswi
8. D
21 tahun Komunitas
Belum Menikah
Sudah Bekerja
Sumber: wawancara 10 Februari 2015 sd 19 Maret 2015
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan ditempat yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kesepakatan yang terjadi antara peneliti dan informan. Dari
delapan informan, lima informan memilih tempat publik seperti di taman dan tempat makan. Kemudian, dua orang memilih tempat kerja yang kebetulan juga
Universitas Sumatera Utara
merupakan tempat tinggal salah seorangnya. Setelah itu, seorang informan yang memilih diwawancarai di gedung Organisasi Cangkang Queer Medan.
Dalam pemilihan tempat wawancara, peneliti menyerahkan penentuan tempatnya sesuai dengan keinginan informan. Kelima informan yang memilih
tempat publik sebagai tempat wawancara mengaku nyaman dan tidak merasa terganggu karena diwawancarai di tempat publik. Mereka cukup terbuka dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Meskipun faktanya bahwa mereka belum “coming out”.
Hasil penelitian yang didapatkan tak hanya melalui wawancara, melainkan juga melalui observasi yang dilakukan peneliti sejak Oktober 2014 lalu. Selain
ketertutupan para lesbian di Medan, susahnya membangun koneksi dengan mereka menjadi salah satu penyebab utama yang membuat peneliti membutuhkan
banyak waktu dalam melaksanakan observasi. Terlebih, peneliti menemukan fakta bahwa Komunitas Cinta Terlarang Medan yang ternyata sudah tidak aktif lagi
memperpanjang waktu peneliti dalam melakukan penelitian. Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa peneliti dalam
menentukan informan menggunakan teknik purposive sampling. Oleh karena itu,
peneliti terus mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Cangkang Queer Medan agar lebih mengenal para lesbian yang kemudian dipilih sebagai informan. Sebab,
Cangkang Queer Medan sendiri memiliki prinsip bahwa mereka tidak akan menginformasikan identitas para anggotanya kepada pihak lain tanpa persetujuan
yang bersangkutan. Ditambah lagi dengan fakta bahwa tidak semua anggota Cangkang Queer Medan adalah LGBT, mereka juga menerima heteroseksual
sebagai anggota mereka. Terbukti, beberapa organisasikomunitas yang bekerja sama dengan Cangkang Queer Medan merupakan organisasikomunitas yang
menaungi para heteroseksual. Tak hanya itu, beberapa individu yang kerap mengikuti setiap acara yang
dilaksanakan Cangkang Queer Medan juga merupakan heteroseksual. Oleh karena itu, peran observasi sangat penting agar lebih memahami setiap perempuan yang
berada dalam naungan Cangkang Queer Medan. Disinilah peneliti menyadari bahwa pentingnya membangun kepercayaan mereka agar mau membuka dirinya
Universitas Sumatera Utara
kepada peneliti sehingga peneliti dapat mengetahui identitas mereka yang nantinya akan dijadikan calon informan.
4.1.2 Hasil Temuan Peneliti