MASA PERAWATAN DAN PEMULIHAN

62 juga langsung cepat tanggap dengan memanggil paramedis Panti Wredha yang langsung memberi bantuan medis setelah mengetahui bahwa PS mengalami gejala stroke seperti pusing dan tekanan darah yang tinggi. Dukungan Sosial pada masa serangan stroke ini membawa PS untuk mulai memasuki masa Perawatan dan Pemulihan.

c. MASA PERAWATAN DAN PEMULIHAN

Setelah tahap Denial dan Depression yang muncul pada Masa Serangan Stroke, di Masa Perawatan dan Pemulihan muncul tahap Bargaining dan berlanjut ke Acceptance. Fase Bargaining ini ditandai dengan PS yang berdoa untuk kesembuhannya. Doa yang dilakukan PS tidak hanya doa biasa, namun doa yang dia haturkan sungguh- sungguh pada Tuhan demi kesembuhannya. Pemulihan fisik PS yang berlangsung relatif cepat didukung oleh kebiasaan berolahraga yang sering beliau rutin lakukan sebelum mengalami stroke. Selain itu kepulihannya juga didukung dengan keyakinannya pada Yang Maha Esa. Setelah mulai pulih, PS mulai memasukki tahap Acceptance yang dibarengi dengan kesadaran akan penyebab dirinya mengalami stroke. Negosiasi dengan Tuhan di dalam Tahap Bargaining. Perawatan pada PS diberikan oleh paramedis Panti Wredha dan teman sekamarnya. Pada Masa Perawatan ini muncul sikap spiritual dari PS karena meminta kesembuhan kepada Tuhan dengan cara berdoa. Bagi PS, Tuhanlah yang memberi sakit dan kesembuhan, 63 sehingga sikap spiritual ini merupakan faktor yang mendukung kepulihan beliau. Sikap spiritual ini dibarengi dengan sikap internal yang juga mendukung kepulihannya. Sikap internal tersebut seperti tidak berkecil hati dan semangat untuk sembuh, “Sakit ya gitu, berdoa, jangan berkecil hati, semangat, saya harus sembuh. Kalau memang minta sama Tuhan, bener-bener minta. Sungguh-sungguh. Dalam hatinya menangis kok seperti itu, saya minta sembuh... ” “... Sakit dari Tuhan, sembuh dari Tuhan...” Dalam frasa di atas terlihat bagaimana PS menyatakan bahwa dirinya benar-benar meminta kesembuhan dari Tuhan karena merasa bahwa sakit dan sembuh merupakan pemberian Tuhan. Kesungguh- sungguhannya berdoa ditampilkan dengan tangisannya dalam hati sembari “bener-bener minta.” Selain itu, PS juga terlihat menyesali dirinya yang terserang stroke, yang membuatnya terbatas untuk melakukan aktivitas sehari-harinya. Maka, beliau meminta pada Tuhan untuk segera berada dalam kondisi sembuh, seperti yang ditunjukkan dalam “kok seperti itu, saya minta sembuh.” Penerimaan Diri yang muncul pada Masa Perawatan dan Pemulihan Dorongan internal juga kentara dalam pernyataan PS. Beliau memiliki motivasi diri untuk sembuh dengan menyatakan bahwa, “jangan berkecil hati, semangat, saya harus sembuh.” Beliau merasa bahwa untuk mencapai kesembuhan, tidak hanya dibutuhkan bantuan dari Tuhan, namun juga dorongan dalam diri sendiri untuk sembuh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 Sikap tidak berkecil hati dan semangat inilah merupakan perwujudan dari mental yang kuat. Tidak berkecil hati dan semangat peneliti lihat sebagai bentuk Optimisme dalam menghadapi penyakit. Sikap ini pula yang membuat beliau bisa lekas pulih, “....10 hari sudah bisa jalan. Tadinya pagi saya bisa merambat, bisa jalan. Setelah minum Catopryl malamnya, paginya bisa jalan, tapi merambat ke kamar mandi, kencing, tanpa bantuan orang lain. nah setelah dapat 9 atau 10 hari, saya bisa jalan lancar, trus bisa mengikuti kegiatan senam pagi di Panti.” “Pagi sudah turun 160 tensinya. Trus sore 150. Paginya lagi, anu, 160 lagi. Terus sorenya 140, turunnya agak keras. Trus turun-turun sampai terakhir, 120” “Setelah itu, saya dinyatakan sembuh, saya buat lari dari sini Pakem sampe Kentungan....Itu bolak balik 22 kilo kuat Mas. Alhamdulilah. Kuat Tiap hari saya lari terus, tiap hari setelah sholat subuh sampai sekarang. ” Keteguhan sangat terlihat dari Daya Juang PS yang berusaha Mandiri dengna cara merambat ke kamar mandi untuk buang air kecil tanpa bantuan orang lain pada pagi hari setelah dia merasa tidak mampu menggerakkan kaki dan tangannya. Meskipun, tensinya masih tinggi sampai beberapa hari, namun dalam 10 hari beliau mampu berjalan dengan lancar. Puncak daya juang untuk pulih berada pada titik dimana akhirnya beliau dapat berlari kembali. Tidak tanggung- tanggung, beliau yang pada saat itu sudah lansia mampu dan kuat berlari bolak-bolak sejauh dua puluh dua kilometer. Beliau menjaga Gaya Hidup Sehat agar selalu fit dengan cara berlari pagi sampai sekarang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 Selama masa perawatan dan pemulihan, Beliau juga menyadari penyebab dirinya terkena stroke. Hal inilah yang membuat PS jera sakit lagi, “Iya mas, enak Mas. Bener. Saya terus KO itu” “Iya terus sampai sekarang saya kapok, gak boleh itu lagi” “Kapok saya makan royco. Gak mau lagi saya.... Sampai saya ditanyai sama yang jual, gak boleh lagi, kapok. Penyakit tenan.” Rasa yang enak merupakan penyebab PS gemar mengkonsumsi penyedap makanan tersebut. Namun, efek sakit yang ditimbulkan ternyata membuat PS jera, seh ingga beliau merasa “kapok” dan membuatnya Mengubah Perilaku dan Pola Pikir-nya untuk tidak mengkonsumsi makanan yang tidak sehat lagi. Adanya lingkungan yang mengingatkan untuk tidak boleh mengkonsumsi penyedap makanan tersebut menunjukkan adanya Dukungan Sosial bagi PS untuk tidak jatuh sakit lagi. Selain daya juang dalam menghadapi penyakit; kemandirian; perubahan perilaku dan pola pikir terhadap penyebab penyakit; dukungan lingkungan saat pemulihan dan gaya hidup sehat agar selalu sehat, masih ada beberapa aspek Penerimaan Diri yang muncul pada masa perawatan dan pemulihan, “Kalau saya merasa bersyukur dan berbahagia. Jadi saya disini dilayani pemerintah dengan baik dengan perantara panti dan perawat. Sampai sekarang mulai masuk sampai sekarang. Jadi sekarang disini apa ya nunggu sisa-sisa hidup saya sampai akhir hayat. Jadi saya tidak menyerah begitu saja, saya harus sehat.” 66 Rasa Syukur dan Bahagia Afeksi Positif karena dilayani dengan baik dari awal masuk panti sampai sekarang, merupakan aspek Penerimaan diri yang muncul pada saat masa ini. Peneliti juga melihat beliau memiliki Kepasrahan Diri untuk menanti kematian. Kepasrahan ini ditampilkan bukan dengan nglokro atau diam berpangku tangan, dalam pengertian lain menyerah. Akan tetapi, PS berpasrah diri dengan senantiasa berusaha menjaga kesehatan. Faktor Pendukung Penerimaan Diri Acceptance Perasaan Bahagia merupakan bentuk konkret dari afeksi positif yang timbul karena adanya faktor lingkungan yang melayani dengan baik. Dengan kata lain, lingkungan adalah Faktor Pendukung Acceptance karena memicu afeksi positif bagi PS. Selain itu, “Lari tu harus fisiknya kuat, mentalnya kuat. Kalau mental itu kita gak boleh menyerah karena lari itu, lomba jangan menyerah.... Tapi gak boleh menyerah gitu aja. Semangat. Jangan minder. Kalau minder ya kalah. Berarti mental dan fisiknya menurun. Mentalnya gak kuat. Wis aku kalah wae. Gak boleh KO.... Jadi jangan minder kalau olahraga, kalau lomba. Jangan berkecil hati, kita harus semangat. Kalau dua itu dipakai pasti terlaksana. Sakit ya gitu, berdoa jangan bekecil hati, semangat...” Menunjukkan jikalau Mental yang kuat mempengaruhi pandangan dirinya ketika sakit. Sifat tidak mau kalah dan menyerah membuat beliau tidak berkecil hati dan tetap semangat ketika sakit. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 Pandangan untuk memiliki mental yang kuat bagi peneliti merupakan Faktor Internal Yang Mendukung Acceptance. Mental yang kuat membuat dirinya tidak mau larut dalam penyakit dan terus menyesali sakitnya, namun membuat PS memiliki tekad untuk bangkit dari keterpurukan.

d. PASCA-STROKE