79 kadang tidur tidak nyenyak dan selalu ingin pulang ke Jogja rumah
atau kediamannya.
d. PENERIMAAN DIRI SAMPAI SEKARANG
Berbeda dengan proses OH dan PS, walaupun setelah stroke ketiganya berada dalam tahap Acceptance, akan tetapi PG tidak
mengalami tahap Denial, Bargaining dan Depression. Dari awal perawatan di ruang isolasi sampai setelah pulih, PG sudah berada
dalam tahap Acceptance. Pada masa perawatan dan pemulihan, PG dapat berpasrah diri dalam kondisi sakit; optimis dalam disabilitas dan
pandangan yang kurang baik oleh lingkungan; memiliki daya juang untuk mandiri; kesadaran aspek dalam diri yang membuat beliau mau
mengubah pola pikir dan perilaku untuk hidup yang lebih baik dan memiliki selera humor yang baik. Sampai setelah pulih dan menjadi
sehat, beberapa aspek Sikap Diri Positif terlihat dalam diri PG, “Kalau gak ada kemurahan Tuhan saya gak
mungkin sembuh
.” “Sudah seusia seperti saya, sudah mendekati ya to?
Jadi ya sekarang ya kegiatan saya ya biasa-biasa saja. Gak ada ingin ini dan itu gak ada.
” “Memang saya sendiri mengakui kalau kekurangan
pasti ada, kelebihan pasti ada. Ya pokoknya saya rasa gak bisa pas gitu. Gak bisa klop
” Nilai hidup PG mampu mensyukuri apa yang sudah dialami dalam hidup.
Bagi PG, kemurahan Tuhanlah yang menjadi sumber kesembuhannya.
Selain mampu Bersyukur akan kesembuhannya, beliau juga
80 menerima apa yang dia miliki sekarang. Menyadari diri yang sudah
tua sehingga tidak menginginkan banyak merupakan bentuk dari
Menerima Diri dengan apadanya. Kemampuan bersyukur dan
menerima diri ini membuat PG memiliki nilai hidup. PG mengakui dirinya memiliki kekurangan dan kelebihan. Beliau juga menyadari
bahwa setiap kelebihan dan kekurangannya tidak akan bisa klop atau pas.
Adapun faktor lain yang membentuk Penerimaan Diri, yaitu Toleransi terhadap lingkungan. Toleransi ini juga muncul dalam
keseharian PG,
“Saya memandang orang lain juga begitu. Dia memang ada baiknya, ada kekurangannya. Ya
memang ya semua gandengannya harus begitu.” “... saya itu tiap hari bantu ambil nasi setelah dari
sini 3 kali sehari. Setelah bisa, saya kerjakan lagi. Dulu-dulunya sebelum stroke itu saya bisa bantu
ambil nasi ya to? Orang penghuni kan ganti-ganti ada yang meninggal ada yang nganu, kan banyak
yang tidak mampu. Jadi kan ngerjain itu kan orang yang mampu-mampu. Ha trus saya terjun ambilin
nasi, hingga sampai sekarang
.” “’Ya pokoknya apa adanya aja yang disini.
Me
nyesuaikan.’ ‘Berarti gak ada yang ingin diubah dari
lingkungannya bapak, aktivitasnya bapak, orang-
orang di sekitar bapak?’ ‘Gak ada. Hehe. Ya emang kemauannya gitu tadi
tapi kan ga bisa itu. ya to? Kalau adek saya sudah datang tiga kali. Tapi ya sekalipun adek saya tapi
pertolongan
terbatas. Gak
bisa menurut
kemampuan saya gak bisa. Saya sendiri ya sadar.’”
81 Selain memiliki nilai hidup secara pribadi, beliau juga memilik
Nilai Hidup yang berlaku secara umum. PG memiliki pandangan
jikalau manusia lain juga seperti dirinya, memiliki kelebihan dan kekurangan. Toleransi terhadap lingkungan juga tercermin dalam
perilaku Altruis sehari-hari. Beliau menyadari kemampuan fisiknya lebih baik dibanding teman-teman satu Panti Wredha yang
kebanyakan sudah hampir tiada dan mengalami ketidakmampuan fisik maupun kognitif. Beliau dengan sukarela membantu teman-temannya
dengan cara yang sederhana, yaitu mengambilkan nasi untuk teman- temannya. Beliau melakukan hal tersebut sampai sekarang. Bentuk
Toleransi terhadap lingkungan yang ditunjukkan oleh PG adalah mau
Menerima Lingkungan. Bentuk penerimaan lingkungan ini adalah
memahami bahwa orang lain tidak mampu seperti yang dia harapkan atau inginkan. Hal ini membuat dirinya menerima seluruh apa yang
beliau miliki terjadi sekarang, tanpa meminta atau mengharapkan perubahan apapun dalam hidupnya. Beliau mencontohkan, dia tidak
bisa memaksa adiknya untuk terus berada didekatnya selama beliau di Panti Wredha sehingga, hal ini membuat PG mensyukuri ketika
adiknya yang baik mau datang berkunjung.
Faktor Pendukung Penerimaan Diri
Identik dengan OH dan PS, PG tentu memiliki faktor pendukung penerimaan dirinya. Yang pertama, faktor pendukung ini berasal dari
lingkungan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
“Saya sebulan kan satu kamar. Dia orangnya sehat, dia juga mau. Haa akhirnya ya jadi. Kalau
orangnya sehat tapi gak mau, ya gak jadi, lain.”
Selain memberi Rasa Aman, pertolongan teman sekamarnya
sangat signifikan membantunya. Terutama, oleh karena teman sekamarnya yang mau dan tulus membantunya sehingga semakin
membuat PG merasa ada orang yang peduli padanya. Selain Lingkungan, Faktor Internal diri PG membantu dirinya untuk bisa
menerima diri,
“Pokoknya saya harus berjuang. Ada kemauan hidup....”
Bentuk dari Faktor Internal ini adalah daya juang dan kemauan hidup. Meskipun, diawal beliau sakit, beliau merasa pasrah, namun
titik yang perlu diperhatikan adalah dirinya tidak mengalami depresi dan bersedih hati. Hal ini kemudian yang mendorong optimisme
sehingga memunculkan hasrat hidupnya dalam bentuk mimpi-mimpi yang beliau peroleh selama di Ruang Isolasi.
83
C. KESIMPULAN UMUM DAN PEMBAHASAN INFORMAN
Proses penerimaan diri adalah rangkaian peristiwa yang terjadi secara berkelanjutan melalui beberapa tahapan dimana seseorang mampu mengolah
berbagai hal atau peristiwa dalam hidupnya sehingga bisa memiliki aspek- aspek penerimaan diri Rogers dalam Feist Feist, 2006; Schultz, 1991.
Fokus utama dalam penelitian ini adalah memahami bagaimana proses penerimaan penderita stroke yang tidak memiliki keluarga inti. Jika hasil
penelitian Townend, dkk 2009 mengatakan bahwa penyesuaian pribadi masing-masing individu terhadap cacat yang ditimbulkan oleh stroke sangat
bervariasi, maka peneliti menambahkan bahwa proses penerimaan diri penderita stroke juga bervariasi. Seperti yang dapat dilihat pada pembahasan
masing-masing informan, peneliti menemukan bahwa ketiga informan melalui proses penerimaan diri yang berbeda-beda.
Informan I OH, dalam mencapai Penerimaan-Diri melalui tahap Penyangkalan, Tawar-Menawar, kemudian Penerimaan-Diri awal. Setelah
Penerimaan-Diri awal, Informan I mengalami Depresi. Akan tetapi Faktor Pendukung AcceptancePenerimaan Diri FPA membawa Informan I
berlanjut dari Depresi ke Penerimaan-Diri akhir sampai sekarang. Sementara itu, Informan II PS, melalui tahap Penyangkalan yang dibarengi dengan
Depresi. Kemudian, proses ini berlanjut ke tahap Tawar-Menawar hingga akhirnya peneliti menemukan Informan II mencapai Tahap Penerimaan-Diri.
Proses Penerimaan Diri tanpa melalui tahap-tahap sebelumnya ditunjukkan oleh Informan III PG. Walaupun dari masa serangan stroke sampai masa