39 kualitas karyawan yang keluar. Hal ini yang membuat OH merasa
kesulitan mencari karyawan. Karyawan yang sekarang tidak mau angkat junjung, sering bermain dengan telepon genggam; ditengah-
tengah pekerjaan sering tidur; tidak bisa menulis dan menghitung; ketika tidak tahu tentang harga atau letak barang, karyawannya tidak
mau bertanya pada OH; mudah mengeluh dan banyak hal lainnya. Mau tidak mau, OH melakukan pekerjaan kasar lagi dan menghadapi
pembeli sekaligus menjadi kasir. Pekerjaan yang menumpuk serta pikiran akan karyawan yang tidak sesuai dengan harapannya selama
bertahun-bertahun ini yang membuat OH stres karena OH belum pernah mengalami permasalahan seperti ini selama 40 tahun membuka
usahanya. Stres ini membuat pola makan dan istirahat menjadi kurang teratur. Kurangnya kepuasan fisik dan psikologis ini membuat OH
frustasi sehingga mengalami stroke pada tahun 2012.
b. MASA SERANGAN STROKE
Masa Krisis
Pada awal cerita, Informan menceritakan pengalamannya saat mulai merasakan tanda-tanda stroke. OH mengalami suatu
pengalaman fisik yang tidak biasa seperti terhuyung-huyung dan berputar. OH juga menyadari bahwa keadaan tersebut merupakan
tanda-tanda dirinya tidak sehat. OH bercerita jika,
“Jadi waktu OH bangun pagi, langsung berdiri dari
kamar terus
keluar itu
terhuyung-
40
huyung........ nah itu, disitu OH sudah merasa kok seperti tanda-tanda yang gak sehat. Karena
seolah-
olah seperti ada berputar”.
OH belum mengetahui bahwa gejala fisik yang dia alami tersebut merupakan gejala stroke. Gejala fisik tersebut OH sadari
sebagai gejala fisik yang tidak biasa. OH menyadari bahwa dirinya perlu untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Segera setelah
merasakan gejala fisik tersebut, OH memutuskan untuk meminta bantuan alm. sahabatnya untuk menghantarkan ke rumah sakit.
“OH terus minta tolong Pak Rus diantar ke rumah sakit Panti Nugroho itu. Ha Pak Rus
bersedia, terus pergi ke Panti Nugroho padahal toko sudah dibuka saat itu, nah untungnya ada
Mas Harno itu”.
Dalam masa krisis OH menyadari dirinya butuh bantuan orang lain untuk menghantarkan dia ke rumah sakit dan menjaga toko
miliknya. OH merasa beruntung sudah ada tangan kanannya yang menjaga tokonya. OH mencari bantuan agar dia bisa ke rumah sakit
dengan cara meminta sahabatnya untuk menghantarkannya ke rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit, OH mengalami Fase Denial.
Denial
Di rumah sakit Fase Denial mulai muncul. Terjadi penolakan oleh OH ketika dokter meminta dirinya untuk opname. OH mengaku
belum siap jika harus opname pada hari itu juga karena masih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41 memiliki tanggung jawab pekerjaan. OH menyatakan bahwa dirinya
tidak setuju dengan anjuran dokter.
“Di sana dokter menganjurkan untuk Opname, tidak boleh pulang. Tapi karena OH punya
tanggung jawab di toko, bekerja, OH mengatakan tidak bisa karena lek langsung belum siap. Di situ
dikatakan tidak perlu persiapan. Yang penting
sekarang harus opname. Saya tidak setuju”.
OH merasa tidak siap bila tiba-tiba harus opname. Pertimbangan lain yang membuat OH belum siap adalah pekerjannya.
Selain itu, OH menolak dikatakan perot karena sakit dengan berdalih bahwa dia perot karena giginya sudah palsu. OH menolak diagnosa
awal dokter yang belum menyatakan bahwa dirinya menderita suatu penyakit.
“Terus saya bilang ini bukan perot karena saya perot tapi karena gigi saya ini sudah palsu”.
OH juga merasa dokter tidak langsung mengatakan diagnosa
bahwa dia mengalami stroke, namun hanya memberi tanda-tanda bahwa dia sedang mengalami suatu ciri penyakit, lalu perlu opname.
OH juga menolak karena tidak siap akan perubahan kondisi yang semula sehat lalu tiba-tiba sakit, maka dia tetap berpendirian untuk
menunda opnamenya,
“Nah tapi karena saya belum merasa siap, saya tetap berpendirian untuk pulang dulu.”
Penolakan merupakan salah satu aspek dari Fase Denial yang
wajar dialami pada tahap awal seseorang mengalami sakit kronis Kubler-Ross, 1969. Penolakan yang dilakukan oleh OH tidak
42 berlangsung lama karena segera setelah timbul penolakan, OH
langsung memikirkan solusi untuk dirinya walaupun masih dalam kondisi cemas.
Denial dan Bargaining
Fase Denial dan Bargaining mulai terhubung ketika OH mengalami kecemasan dalam bentuk membutuhkan dukungan sosial.
Dukungan sosial yang diharapkan oleh OH adalah berkonsultasi dan mengkonfirmasi bahwa
– “apakah dirinya harus opname?” – kepada keluarganya. Itulah alasan OH masih mengatakan “mungkin pagi hari
saya bersedia”. Dirinya merasa bisa saja tidak perlu opname setelah mendengar pendapat dan informasi dari keluarganya.
“Tapi OH berpikirnya besok mungkin pagi hari saya bersedia karena saya sudah mengkonfirmasi
dengan saudara-
saudara.”
Peneliti berpendapat bahwa hal ini mirip dengan hasil penelitian Bomhoff dan Man-Li Gu 2012 yang menyatakan bahwa
Orang Asia lebih merasa nyaman dan percaya kepada keluarga daripada pekerja di rumah sakit. OH merasa perlu mengkonfimasi
kepada saudaranya karena dokter tidak memberi tahu secara langsung tentang kondisi fisiknya sedari awal. Selain itu, kepercayaan kepada
keluarga lebih tinggi dibandingkan kepada dokter sehingga apapun pendapat keluarga, OH akan lebih mempercayai pendapat
keluarganya, lalu mengambil keputusan dari pendapat keluarganya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
“Sebenarnya dokternya tahu, cuma dia tidak mau mengatakan langsung kepada saya.”
Kecemasan yang muncul diatas masuk diantara fase Denial dan Bargaining. OH merasa tidak menerima atau menolak Denial
diagnosa awal dokter yang bagi OH belum jelas. Kemudian, dokter juga memintanya untuk opname sehingga membuat OH merasa butuh
pertimbangan Bargaining keluarganya untuk mengambil keputusan.
c. MASA OPNAME DAN PASCA-STROKE