PENERIMAAN DIRI DASAR TEORI

14

B. PENERIMAAN DIRI

Bagi Kubler-Ross 1969 seseorang yang terjebak dalam depresi tidak akan mengalami penerimaan diri. Menurutnya, seseorang yang menerima diri perlu melalui depresi. Penerimaan diri sangat penting untuk kesehatan mental Carson dan Langer, 2006. Maslow dalam Feist Feist, 2006 menjelaskan bahwa sikap menerima diri apa adanya adalah salah satu ciri dari pribadi pengaktualisasi diri. Penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk menerima berbagai peristiwa atau hal yang terjadi pada diri sendiri, baik dengan kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya tanpa keluhan dan kesusahan Schlutz, 1991. Bagi setiap individu, mampu menerima diri sendiri membutuhkan proses. Proses penerimaan diri berarti rangkaian kegiatan dimana seseorang mampu mengolah berbagai hal atau peristiwa dalam hidupnya sehingga secara psikologis bisa memiliki aspek-aspek penerimaan diri. Peneliti menemukan ada dua aspek yang membentuk penerimaan diri, yaitu: 1. Bersikap positif terhadap dirinya; 2. Bertoleransi terhadap lingkungan; Allport dalam Hjelle Ziegler, 1992; Rogers dalam Feist Feist, 2006; Schultz, 1991, Rubin, 2004. Toleransi terhadap lingkungan merupakan aspek yang penting dalam penerimaan diri. Bertoleransi terhadap lingkungan berarti mampu menghadapi positif maupun negatifnya suatu hal atau peristiwa tanpa menyebabkan permusuhan, menjadi rendah diri, malu dan merasa tidak aman serta frustasi Hurlock, 2006. Hal ini juga ditandai adanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan Chaplin, 2000. Maslow dalam Feist Feist, 2006 secara rinci menjelaskan bahwa orang yang dapat menerima dirinya merupakan orang yang tidak memiliki kebutuhan untuk mengubah diri sendiri dan orang lain. Bisa bertoleransi dengan kelemahan dan tidak terpengaruh orang lain. Menerima sifat alamiah manusia dengan apa adanya dengan tidak menuntut kesempurnaan. Orang tersebut juga sadar bahwa manusia lain memiliki kelemahan dan kelebihan. Menurut Maslow dalam Hjelle Ziegler, 1992 sikap positif berarti individu secara sadar dapat menerima keadaan dirinya dengan kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif juga tindakan mengakui dan menerima aspek-aspek dalam diri seperti kognisi dan fisik. Penerimaan diri juga berhubungan kesehatan psikologis, yaitu memilki kesadaran dengan dirinya, lalu mau menjalani hidup dengan segala aspek diri yang dia miliki di dalam lingkungan Hurlock, 1974; Perls, 1991; Ryff, 1996. Coleridge 1997 menambahkan bahwa mampu menerima diri bukan hanya mampu bersikap pasrah, tapi mampu menerima identitas diri dengan positif. Menurut Rogers dalam Feist Feist, 2006, seseorang yang mampu menyadari dirinya dan mau hidup secara apa adanya di dalam lingkungan, merupakan orang yang kongruen. Kongruensi diri dengan lingkungan merupakan syarat tumbuhnya kesehatan psikologis yang indikasinya adalah mampu mencapai aktualisasi diri. Rogers dalam Feist Feist, 2006 menyebutkan bahwa untuk 16 mencapai terwujudnya aktualisasi diri, seseorang harus kongruen terlebih dahulu, dengan cara melakukan kontak dengan lingkungan yang menunjukkan anggapan positif positif regard. Hal tersebut merupakan prasyarat bagi anggapan diri positif positive self-regard, yaitu pengalaman menghargai diri secara positif. Kongruensi berkembang ketika terjadi kesesuaian antara anggapan tentang diri real-self dengan harapan pada lingkungan diri organismik. Seseorang dengan sudah menderita stroke, tentu memerlukan bantuan dari lingkungan orang lain, seperti keluarga agar tetap kongruen dan memenuhi kebutuhannya supaya mampu mengaktualisasikan diri Angeleri, Angeleri, Foschi, Giaquinto Nolfe, 1993; Maslow, dalam Feist Feist, 2006. Salah satu kebutuhan yang perlu dipenuhi adalah kebutuhan fisik karena penderita stroke mengalami disabilitas fisik. Misalnya, keluarga membantu makan dengan cara menyuapi atau membantu penderita stroke untuk mandi, sebagai salah satu bentuk perawatan. Penderita stroke tentu secara mandiri tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari ancaman eksternal karena disabilitas fisik, maka penderita stroke juga membutuhkan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan akan rasa aman. Dalam fungsinya dalam perawatan, keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan penderita stroke, memegang peranan penting untuk membantu penerimaan diri. 17

C. PROSES PENERIMAAN DIRI