Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pendapatan yang pada akhirnya akan menentukan berbagai kebutuhan pendidikan siswa.
Seorang siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang pekerjaan yang berpenghasilan tinggi, semua kebutuhan dapat dipenuhi,
seperti misalnya sekolah di pendidikan formal, selain itu orang tua juga mampu memasukkan anaknya di pendidikan non formal bimbingan belajar
agar mereka lebih dapat memahami materi yang diajarkan di sekolah. Begitupun sebaliknya, siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang
pekerjaan yang berpenghasilan rendah, fasilitas tidak dapat terpenuhi sehingga dituntut untuk memikirkan kebutuhan lain sehingga anak tidak ada
waktu untuk belajar. Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa
dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi, anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans 2004 dalam
Santrock 2014 : 163 lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial; kurang
stimulasi intelektual; lebih banyak menonton TV, fasilitas sekolah dan perawatan anak rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan
sekolah mereka, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya, memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut
dapat memungkinan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan perilaku menyimpang di sekolah, seperti mencontek.
Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian
dari Hartanto dalam Kharisma 2014: 21 menunjukkan bahwa intensitas perilaku menyontek di SMP Swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta, berada
pada posisi sedang 53,3, rendah 33,3, dan tinggi 13,3. Bentuk perilaku menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain
melihat, menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya. Selain itu, ada fakta lain mengenai perilaku menyontek di kota
Yogyakarta. K ota yang dikenal dengan sebutan “Kota Pelajar” ini
dinobatkan sebagai daerah yang memiliki nilai Indeks Integritas Ujian Nasional IIUN tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 Harian Republika,
2015 tanggal 19 Mei. Berdasarkan data laporan hasil UN dan IIUN per kabupatenkota yang masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemendikbud, kota Yogyakarta meraih nilai tertinggi, yakni sekitar 82,37 dengan rata-rata nasional 63,28.
Tetapi di sisi lain, seorang siswa Sekolah Menengah Umum SMU favorit di Surabaya melakukan penelitian terhadap 98 teman sekolahnya
menemukan bahwa 80 dari sampel penelitiannya itu pernah mencontek. 80 tersebut, 52 tergolong sering mencontek dan 28 jarang
Widiawan, 1997. Menurut Info Aktual Muda 24 Juli 1999, pelajar- pelajar dari SD Sekolah Dasar, SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
dan SMU Sekolah Menengah Umum bahkan mahasiswa banyak yang mencontek pada saat ujian atau ulangan untuk mendapatkan nilai yang baik,
bahkan mahasiswa S-2 yang sudah dianggap lebih dewasa pun ada yang melakukan tindakan kecurangan ini. Hal tersebut menjadi suatu yang biasa-
biasa saja karena seringnya orang melihat kecurangan-kecurangan seperti itu. Majalah Pelajar Kuntum, Maret 1998. Tindakan mencontek bukan lagi
menjadi hal yang memalukan, asalkan tidak diketahui guru atau dosen, tidak menjadi masalah yang penting nilai bagus. Halal atau tidaknya cara itu
tampaknya tidak terlalu dipermasalahkan, yang penting nilai baik dan bagus tanpa harus belajar dengan keras.
Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website komunitas air mata guru www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id.
Dalam website tersebut disebutkan banyak kecurangan-kecurangan dalam UN baik yang dilakukan oleh siswa dan guru. Selain itu, hasil penelitian
longitudinal Anderman dalam Mubiar 2011: 4 menunjukkan bahwa menyontek sering dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan
keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan karena siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah,
struktur kelas, dan lingkungan sekolah yang kompetitif. Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan
yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan pada perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar
2011 : 4, pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku SMP akan mulai memasuki dunia baru yang berbeda dengan pengalaman di
sekolah dasar serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk menyesuaikan diri, terutama pada siswa kelas VII.
Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa melakukan tindakan mencontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai
bentuk solidaritas antar teman. Menyontek biasanya dilakukan pada pelajaran matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan
pelajaran lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau ujian.
Setiap orang memiliki sikap maupun perilaku yang berbeda-beda terhadap suatu objek atau stimulus begitu pun sikap siswa SMP yang
berbeda-beda terhadap perilaku mencontek. Gunarsa 1991 mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada laki-laki dan perempuan, yaitu jika
perempuan lebih mengandalkan aspek-aspek emosional, perasaan dan suasana hati sedangkan untuk laki-laki lebih terlihat agresif, lebih aktif dan
tidak sabaran dalam menyelesaikan masalah. Tetapi di sisi lain, secara psikologis dan fisiologis ternyata laki-laki dan perempuan mempunyai
perkembangan yang berbeda. Seorang perempuan lebih mempunyai sifat keibuan yang lemah lembut, berperasaan dan lebih feminin. Sedangkan laki-
laki mempunyai sifat yang maskulin, kasar, lebih perkasa dan lebih pemberani dibandingkan dengan perempuan.
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena laki- laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan.
Oleh karena itu laki-laki cenderung lebih agresif dalam menggapai cita- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
citanya daripada perempuan. Sifat perempuan berbeda dengan laki-laki. Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya pembagian dan pembatasan
yang jelas antara pikiran, rasio, dan emosionalitas. Jalan pikirannya tidak dikuasai oleh emosi, perasaan ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih
banyak tertuju pada pekerjaan dengan kecenderungan mementingkan keseluruhannya dan kurang memperhatikan hal-hal yang kecil Gunarsa
Gunarsa, 1991. Dalam beraktivitas pun seorang pria lebih agresif, lebih aktif dan tidak sabar karena itu sifat pria lebih cenderung tidak mau
menunggu, kurang tekun dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan hidup dan cepat putus asa.
Banyaknya pendapat dan pernyataan parah tokoh serta fenomena di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui secara nyata, jelas, dan
secara dekat tentang kenyataan sebenarnya mengenai sikap siswa SMP terhadap perilaku mencontek. Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitan dengan judul: Sikap Siswa Terhadap Perilaku Mencontek Yang Ditinjau Dari Jenis Kelamin dan Tingkat Penghasilan
Orang Tua. Studi Kasus pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 10 dan SMP Maria Immaculata Kota Yogyakarta.