Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja:
“Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan
tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secara artificial orang-orang yang baik hati untuk
berperan sebagai musuh; dan mereka selalu siap untuk menempatkan idoal dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam
mencari identitas akhir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjunlahan
identikasi masa kanak-kanak.” Salah satu cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu
adalah dengan menggunakan symbol status dalam bentuk mobil, pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan
cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan
identitas dirinya terhadap kelompok sebaya Hurlock, 1994.
f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Menurut Majeres dalam Hurlock, 1994 banyak anggapan tentang remaja yang mempunyai arti bernilai, tetapi sayang banyak diantaranya
yang bersifat negatif. Anggapan dari masyarakat bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
berperilaku merusak. Hal ini menyebabkan orang dewasa yang harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang
normal atau wajar. Anggapan dari masyarakat ini mempengaruhi konsep diri dan sikap
remaja. Menurut Anthony Hurlock, 1994 bahwa anggapan dari masyarakat berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi
remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang kemudian dianggap sebagai gambaran yang asli, dan remaja akan membentuk
perilakunya sesuai dengan gambaran ini. Melihat anggapan dan keyakinan bahwa orang dewasa dan atau
masyarakat mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, membuat peralihan ke masa remaja terlihat sulit. Hal ini banyak
menimbulkan pertentangan antara orang tua dengan anak sehingga terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua
untuk mengatas pelbagai masalahnya Hurlock, 1994.
g. Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja melihat dirinya dan orang lain sesuai dengan yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Remaja mempunyai cita-cita
yang kadang tidak realistik, dan hal ini tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, yang menyebabkan
tingginya emosi. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau bila tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri.
Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, serta meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang
lebih tua memandang dirinya, keluarga, teman-teman serta kehidupan pada umumnya secara lebih realistik. Dengan demikian, remaja tidak
terlalu banyak mengalami kekecewaan seperti ketika masih lebih muda. Ini adalah salah satu kondisi yang menimbulkan kebahagiaan yang
lebih besar pada remaja yang lebih besar. Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya remaja laki-
laki atau wanita sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan, bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas
bila telah mencapai status orang dewasa. Bila telah mencapai usia dewasa ia merasa bahwa periode masa remaja lebih bahagia daripada
periode masa dewasa. Adanya tuntutan dan tanggung jawab, terdapat kecenderungan untuk mengagungkan masa remaja dan kecenderungan
untuk merasa bahwa masa bebas yang penuh bahagia telah hilang selamanya Hurlock, 1994.
h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa