Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
148
4 Agama dan sistem religi, agama utama suku bangsa Bali adalah agama
Hindu-Bali. Sebagian kecil dari orang Bali ada juga yang menganut agama Kristen, Katolik dan Islam. Di dalam kehidupan
keagamaannya, orang yang beragama Hindu-Bali percaya akan adanya satu Tuhan, dalam bentuk konsep
Trimurti Yang Esa. Ada
tiga wujud Trimurti, yaitu wujud Brahmana sebagai pencipta, wujud Wisnu sebagai pelindung dan pemelihara dan wujud Siwa sebagai
pelebur dari segala yang ada. Selain itu orang Bali juga percaya kepada pelbagai dewa dan roh yang lebih rendah dari Trimurti dan yang
mereka hormati dalam upacara bersaji. Pengaruh agama Hindu-Bali sangat tampak pada kehidupan sosial budaya orang Bali. Oleh karena
itu sikap dan perbuatan mereka selalu didasari nilai-nilai athman menganggap penting konsepsi tentang Roh Abadi, karmapal adanya
buah setiap pebuatan, purnabawa kelahiran kembali sang jiwa, moksa kebebasan jiwa dari kelahiran kembali. Ada tiga tahap
upacara kematian orang Bali, yaitu ngaben pembakaran mayat, nyekah upacara penyucian dan upacara ngelinggihang
Koenjaraningrat 1999 mengelompokkan suku bangsa Bali pada
tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di sawah dengan padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa
komuniti petani dengan differensiasi dan stratifikasi sosial yang agak kompleks. Masyarakat kota yang menjadi arah orientasinya itu
mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan pertanian bercampur dengan peradaban kepegawaian yang dibawa oleh sistem
pemerintahan kolonial. Semua gelombang pengaruh kebudaan asing dialami.
e. Studi Etnografi Suku bangsa Jawa
Orang Jawa sering menyebut diriya Wong Jowo atau Tiang Jawi. Jumlah
populasinya paling banyak dibandingkan dengan suku bangsa lainnya di Indonesia.
Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa.
Daerah yang menjadi orientasi kebudayaan Jawa kejawen adalah Banyumas, Kedu,
Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Dari 7 tujuh daerah itu yang
dianggap menjadi pusat kebudayaan Jawa
Gambar 5.6 Etnografi Jawa
identik dengan acara ritual
Sumber. Indonesian Heritage 8
Di unduh dari : Bukupaket.com
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
149
adalah Yogyakarta dan Surakarta, kedua daerah ini adalah bekas daerah kerajaan Mataram yang pecah pada tahun 1755. Pada masa ini suku bangsa
Jawa telah menyebar keberbagai daerah di Indonesia, terutama sebagai akibat dari program transmigrasi. Kemungkinan besar kita dapat
menemukan suku bangsa di semua provinsi Indonesia. Bahkan penyebaran suku bangsa sampai ke daerah Suriname Amerika Sekatan, Afrika Selatan
dan Haiti di Lautan Teduh.
1 Bahasa,
menurut Koentjaraningrat 1999, pada waktu mengucapkan
bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang dibicarakan,
berdasarkan usia dan status sosialnya. Ditinjau dari tingkatannya, bahasa Jawa terdiri dari bahasa jawa Ngoko dan bahasa jawa Krama.
Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat
atau status sosialnya. Bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab, tetapi yang sebaya dalam
umur maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur serta status sosialnya. Dari kedua macam derajat bahasa ini,
timbul berbagai variasi dan kombinasi dalam bahasa Jawa, yang terletak diantara bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa Krama, yaitu bahasa
Jawa Madya Ngoko, bahasa Jawa Madyaantara dan Bahasa Jawa Madya Krama. Jenis lainnya dari bahasa Jawa adalah bahasa Krama
Inggil, terdiri dari 300 kata-kata yang dipakai untuk menyebut nama- nama anggota badan, aktivitas, benda milik, sifat-sifat dan emosi-emosi
dari orang-orang yang lebih tua umur atau lebih tinggi derajat sosial. Jenis lainnya lagi adalah Kedaton atau bahasa Bagongan yang khusus
dipergunakan di kalangan istana. Jenis lainnya adalah bahasa Jawa Krama Desa atau bahasa orang-orang di desa-desa; dan akhirnya
bahasa Jawa Kasar yakni salah satu macam bahasa daerah yang diucapkan oleh orang-orang yang sedang dalam keadaan marah atau
mengumpat seseorang.
2 Sistem mata pencaharian, mata pencaharian suku bangsa Jawa adalah
bertani. Suku bangsa Jawa yang tinggal di pegunungan menggarap dan mengerjakan tegalan pertanian dalam bentuk kebun kering.
Suku bangsa yang tinggal di dataran-dataran rendah mengolah tanah- tanah pertanian dalam bentuk sawah. Jenis tanaman yang mereka
tanam selain padi adalah berbagai jenis tanaman palawija ketela pohon, jagung, ketela rambat, kedelai, kacang tanah, kacang tunggak,
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
150
gude, dan lain-lain, baik sebagai tanaman utama atau sebagai tanaman penyela diantara musim yang tepat untuk menanam padi.
Banyak juga dari suku bangsa Jawa yang bermatapencaharian sebagai pegawai, tukang, pedang dan pengrajin.
3 Sistem kekerabatan,
suku bangsa Jawa
memiliki beberapa aturan mengenai perkawinan. Adat istiadat mereka tidak
membolehkan perkawinan antara saudara sekandung dan pancer lanang
yaitu anak dari dua orang saudara sekandung laki-laki; apabila mereka itu
adalah misan dan apabila laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada
pihak wanita. Bila tidak termasuk pada hubungan kekerabatan, itu
mereka membolehkan perkawinan. Suku bangsa Jawa menerapkan prinsip keturunan bilateral dalam menentukan kekerabatan. Semua
kakak laki-laki serta kakak wanita ayah dan ibu beserta isteri-isteri maupun suami-suami masing-masing disebut siwa atau uwa. Adik-
adik dari ayah dan ibu disebut paman adik laki-laki dan bibi adik perempuan.
4 Sistem kemasyarakatan, suku bangsa Jawa mengenal kelurahan desa
sebagai kesatuan wilayah tempat tinggal. Kelurahan dikepalai oleh seorang lurah petinggi, bekel, glondong yang dipilih oleh rakyat lurah
yang bersangkutan secara demokratis secara berkala. Lurah dibantu oleh beberapa pembantunya dalam menjalankan tugas-tugasnya,
mereka semua disebut dengan pamong desa. Tugas pokok pamong desa adalah mensejahterakan rakyat desa dan memelihara ketertiban
desa. Diatas kelurahan terdapat satuan daerah administratif yang disebut dengan kecamatan terdiri dari 15 sampai dengan 25
kelurahan, kecamatan dipimpin oleh seorang camat. Tiang Jawa membedakan orang-orang dalam masyarakatnya menjadi priyayi
dan wong cilik. Priyayi adalah lapisan masyarakat atas, terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar. Wong cilik adalah lapisan
masyarakat vawah, terdiri dari petani, tukang dan pekerja kasar lainnya. Berdasarkan tinjauan agama, Tiang Jawa mengelompokkan
dirinya menjadi santri dan kejawen. Santri adalah orang Jawa yang beragama Islam dan menerapkan ajaran agama Islam. Kejawen adalah
Sumber. Indonesia Heritage
Gambar 5.7 Perkawinan suku
bangsa Jawa menggunakan prinsip keturunan bilateral
Di unduh dari : Bukupaket.com
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
151
orang yang beragama Islam tetapi tidak sepetuh Santri dalam menerapkan ajaran agama Islam.
5 Agama dan sistem religi,
mayoritas suku jawa menganut agama Islam.
Sebagian kecil dari antara mereka ada yang menganut agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Tiang Jawa yang menganut agama Islam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu santri dan kejawen. Santri adalah orang yang menganut agama Islam dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Orang yang menganut Islam Kejawen, walaupun tidak menjalankan salat, puasa serta tidak bercita-cita naik
haji, tetapi mereka percaya kepada ajaran keimanan agama Islam. Tuhan mereka sebut Gusti Allah dan Nabi Muhammad adalah
Kangjeng Nabi. Disamping itu mereka juga membayar zakat. Pola pikir Tiang Jawa penganut agama Islam Kejawen adalah bahwa hidup
telah ada yang mengatur, oleh karena itu mereka biasanya sangat percaya dan memasrahkan diri pada takdir, sehingga sikap pasrah
nerima sangat tampak pada kehidupan mereka sehari-hari.
6 Agama dan sistem religi, orang-orang suku bangsa Jawa percaya juga
kepada adanya satu kekuatan yang melebihi segala kekuatan yang ada dimana saja, yang pernah ada, mereka menyebutnya kasakten.
Diantara mereka masih ada yang percaya kepada arwah atau ruh leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi,
lelembut, tuyul, demit serta jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Salah satu fungsi makhluk halus bagi
kehidupan berdasarkan kepercayaan mereka adalah membantu mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketenteraman ataupun
keselamatan. Fungsi lainnya dari makhluk halus dipercaya juga dapat mendatangkan gangguan pikiran, gangguan kesehatan bahkan
kematian.
Koentjaraningrat 1999 mengelompokkan suku bangsa Jawa
pada tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di sawah dengan padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem dasar
kemasyarakatannya berupa komuniti petani dengan differensiasi dan stratifikasi sosial yang agak kompleks. Masyarakat kota yang menjadi
arah orientasinya itu mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan pertanian bercampur dengan peradaban kepegawaian yang dibawa
oleh sistem pemerintahan kolonial. Semua gelombang pengaruh kebudaan asing dialami.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
152
f. Studi Etnografi Batak