kelontong, ia juga berjualan pulsa, bensin, jasa tambal ban, dan es kelapa muda. Ia asli Tegalwaras dan dulu semasa muda pernah
menjadi pengurus kelompok pemuda RW 29. Di sela-sela kesibukannya berjualan dari pagi sampai malam, terkadang dia
masih menyempatkan diri untuk menghadiri acara pemuda kampung Tegalwaras.
4 Ari Harsono
Ari Harsono 30 atau yang biasa dipanggil Ari adalah warga asli Tegalwaras yang memiliki rumah persis di samping
Asrama Deiyai. Ari memiliki usaha penyewaan kos-kosan. Kos- kosannya ditempati para pendatang baik yang berstatus sebagai
mahasiswa maupun yang sudah bekerja. 5
Yohanes Sugiyo Yohanes Sugiyo 70 atau yang biasa dipanggil Yohanes
adalah salah satu warga asli Tegalwaras yang paling dekat dengan para penghui asrama, terutama dengan Agus, ketua asrama. Ia
tinggal tak jauh dari asama dan memiliki usaha warung makan. Para penghuni asrama sering makan di warungnya. Sejak bulan
Oktober ia juga sedang membantu proyek renovasi asrama. Tugasnya mengawasi jalannya renovasi serta mencatat kebutuhan
dan biaya renovasi.
B. Analisis Data Penelitian dan Pembahasan
1. Memahami Multikulturalisme Yogyakarta
a. Integrasi dan Akomodasi ala Dusun Tegalwaras
Dalam teorinya, multikulturalisme adalah sebuah teori sosial yang dipakai menjadi dasar dari legitimasi sebuah diversitas kultural
atau keberagaman kultural pada suatu wilayah dan menurun pada kebijakan politiknya, terutama kebijakan multikultural Budiman,
2009. Berdasarkan ringkasan yang dikemukakan Suparlan 2002
terhadap definisi ‗multiculturalism’ dari pendapat Jary. D dan J. Jay dalam
“Dictionary of Sociology”, B. Fay dalam “Contemporary Philosophy of Social Science: A Multicultural Approach
”, dan C.W. Watson dalam
“Multiculturalism”, multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui serta mengagungkan perbedaan dalam
lingkup kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Masyarakat multikultur memerlukan sebuah ruang sosial yang mampu menampung diversitas kultural warganya. Kemudian,
dibutuhkan proses untuk membuat ruang yang multikultur tersebut menjadi mapan, berkaitan dengan proses akomodasi dan integrasi
yang berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan Parekh, 2008. Proses akomodasi dan integrasi dilakukan oleh pihak-pihak
yang berwenang pemimpin secara formal maupun kultural dan yang
bertugas menjaga struktur masyarakatnya tetap utuh, sambil didukung sikap serupa oleh warga masyarakatnya.
Secara sederhana, integrasi berarti proses pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh. Sikap integratif diperlukan agar warga
pendatang tersebut tak teralienasi atau terasing, melainkan tumbuh kesadaran bahwa keberadaan mereka diterima menjadi salah satu
bagian dari masyarakat tersebut. Warga pendatang menjadi satu entitas masyarakat bersama warga asli.
Sedangkan akomodasi adalah segala hal yang disediakan untuk terpenuhinya segala kebutuhan. Sikap akomodatif berarti mau
memberikan ruang untuk hidup beserta hak –hak mendasar bagi warga
pendatang di luar lingkungan warga asli. Jika mampu mempraktikan sikap akomodatif dan integratif,
maka dalam praktiknya masyarakat tersebut sudah bisa dinilai menjadi masyarakat multikultur yang ideal. Patut digaris bawahi,
bahwa proses integrasi dan akomodasi yang terlaksana didasarkan pada nilai-nilai esensial dalam multikulturalisme, yaitu nilai tentang
kesederajatankesetaraan dan keadilan sosial. Warga pendatang ditempatkan dalam posisi setara dengan
warga asli. Terbangun sikap adil dalam memperlakuan warga pendatang, yaitu sikap sesuai porsi dan hak yang mereka butuhkan.
Tumbuh pula kesadaran bahwa walaupun masing-masing warga asli dan pendatang mewakili entitas-entitas kultural yang berbeda, namun
mereka adalah bagian dari satu “tubuh” yang menempati satu ruang
bersama. Terbuka pula kesempatan bagi warga pendatang tersebut untuk tetap bisa mengekspresikan kegiatan kultural yang mereka
bawa dari daerah asal Suparlan, 2002; Parekh, 2008; Hardiman, 2011.
Analisis atas data-data yang didapat oleh peneliti untuk mengkaji praktik multikulturalisme yang ada di Dusun Tegalwaras
secara umum dan Asrama Deiyai secara khusus, didapat sebuah gambaran umum, bahwa praktik multikulturalisme di daerah
penelitian tersebut sudah bisa berjalan dengan cukup baik. Masing- masing responden yang mewakili Asrama Deiyai maupun Dusun
Tegalwaras sudah memiliki komitmen serta realisasi yang baik terkait wacana multikulturalisme.
Sebelum tinggal di Asrama Deiyai, para responden asal Papua pernah mengalami pengalaman tak menyenangkan yang tak sejalan
dengan nilai-nilai multikulturalisme dibahas di sub-bab ketiga. Para responden asal Papua termasuk beruntung bisa pindah ke Asrama
Deiyai di Dusun Tegalwaras. Mereka bisa tinggal di asrama bersama teman-teman dekat yang saling memahami kondisi masing-masing
dalam ikatan solidaritas yang kuat. Mereka juga hidup di dusun yang warganya menghargai keberadaan mereka, memandang secara setara,
serta memberi kesempatan untuk beraktivitas kepada mereka, baik aktivitas akademik maupun aktivitas kultural khas Papua.
Sejak menjadi kawasan yang memiliki banyak tempat tinggal untuk para pendatang kos, kontrakan, asrama mahasiswa, elemen
warga asli Dusun Tegalwaras memang sudah berkomitmen untuk mengakomodasi para pendatang, asal para pendatang juga bisa
berintegrasi dengan warga kampung yang lain dengan menaati segala peraturan yang diberlakukan. Tujuan utamanya adalah membuat
lingkungan Dusun Tegalwaras menjadi nyaman dan kondusif untuk ditinggali.
Masing-masing responden asal Papua memiliki sejarah dan alasan mengapa memilih tinggal dan menetap di Asrama Deiyai.
Agus wawancara 16 Oktober 2015 memilih asrama sebab biaya hidupnya lebih murah dibanding mengekos. Ia bisa bebas berdiskusi
dan bertukar pikiran dengan teman-teman satu daerah. Walaupun ia mengakui jika mengekos kesempatannya untuk dekat dengan
mahasiswa dari beragam daerah lebih besar. Mikael wawancara 23 Oktober 2015 yang mesti berpindah-pindah tempat tinggal juga
mengakui jika
pilihan mengekos
sebenarnya memperbesar
kemungkinan untuk bertemu teman-teman dari luar Papua. Markus wawancara 26 Oktober 2015, Moses wawancara 23
Oktober 2015, dan Yustinus wawancara 22 Oktober 2015 juga merasa bahwa tinggal Asrama Deiyai memiliki banyak kelebihan
dibanding dengan mengekos. Kesempatan untuk bersolidaritas sesama kawan-kawan asal Papua menjadi lebih mudah. Asrama Deiyai juga