Tiga Tingkat Kesetaraan ala Dusun Tegalwaras

multikulturalisme secara teoritis, namun secara praktikal. Pemahaman yang berangkat dari pengalaman hidup sehari-hari di masyarakat Tegalwaras yang multikultur, dan lebih luas lagi sebagai bagian dari masyarakat Yogyakarta dan Indonesia. Para responden dari Dusun Tegalwaras bisa mengidentifikasi perbedaan antara etnis Jawa diri mereka sendiri dengan etnis Papua penghuni Asrama Deiyai tak sebatas perbedaan warna kulit atau ciri-ciri fisik saja. Mereka memahami bahwa terdapat perbedaan- perbedaan lain yang berkaitan dengan kebudayaan, terutama untuk soal sikap dan gaya berkomunikasi. Sebagai orang Jawa, maka standar penilaian yang dipakai untuk perbandingan adalah sopan santun ala orang Jawa. Sopan santunnya beda. Orang Jawa kan selalu sapa atau permisi dan salam kalau ketemu atau bertamu. Yang anak asrama sini sih selalu salam seperti itu, cuma yang tamu- tamu mereka itu lho, belum semuanya seperti itu. Etnis, ciri-ciri fisik kan jelas beda Pariman Trisno S, wawancara 29 Oktober 2015. Sri Priyono wawancara 31 Oktober 2015 memandang bahwa orang Jawa lebih terbiasa untuk memakai bahasa Indonesia dibandingkan orang Papua. Hal ini kadang menimbulkan kendala saat Sri berkomunikasi dengan mahasiswa asal Papua. Ia mesti lebih berhati-hati dalam memahami kata-kata sekaligus maksud yang dikandungnya atau yang ingin disampaikan lawan bicara. Antara apa yang dibicarakan dan maknanya kadang berbeda. Pasalnya ada kata- kata dari lawan bicara masih mencampur-adukkan antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Papua. Hingga kadang saat si lawan bicara sedang bergurau, Sri tak bisa menangkap lelucon yang terkandung di dalamnya. Sri pun terkadang bingung harus menanggapi seperti apa. Namun ia termasuk yang bertoleransi terhadap tradisi yang dilakukan oleh penghuni asrama asal tidak mengganggu warga sekitar. Ari termasuk yang membedakan warga Yogyakarta dan Papua dari agama mayoritas kedua daerah, yang berimplikasi terhadap kebiasaan kedua masyarakatnya. Dari ciri-ciri fisik kan sudah ketahuan sekali. Lalu adat istiadat, tingkat kesopanan dan keramah-tamahan. Karena agama dan adatnya lain kan mereka anggap minum minuman keras kan boleh. Kalau bagi muslim kan itu sudah haram, melanggar hukum lagi Ari Harsono, wawancara 31 Oktober 2015. Para responden dari Tegalwaras tak pernah mempermasalahkan perbedaan-perbedaan tersebut. Sesuai dengan nilai-nilai pokok dalam multikulturalisme, masyarakat Dusun Tegalwaras sudah menerapkan nilai toleransi, bahwa para penghuni dibebaskan untuk melaksanakan segala kegiatan sesuai adatnya asal tak bertentangan dengan konsesus peraturan bersama yang ada di Tegalwaras. Secara umum dapat dilihat bahwa penerimaan tersebut didasarkan responden atas ideologi nasionalisme dan Pancasila yang menekankan penghormatan pada perbedaan sambil tetap menjaga persatuan. Seperti Yohanes wawancara 31 Oktober 2015 yang berharap kembalinya UUD 1945 dan Pancasila sebagai ideologi sebagai dasar interaksi sosial antar masyarakat Indonesia yang multikultur. Dalam bayangannya, jika keduanya benar-benar diterapkan, maka antar elemen masyarakat akan saling menghargai, menghormati, dan tak memiliki kebiasaan untuk memaksakan kehendak. Yohanes menekankan untuk tak mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan suku, ras, atau agama, namun tetap setia pada hukum. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bakuh yang mementingkan pandangan hidup secara nasional. Kita sebagai bangsa Indonesia, kita saling menghormati. Biarpun berbeda-beda, kita saling menghormati. Karena apa? Kita itu orang Indonesia. Bukan orang Jawa bukan orang Papua. Kalau bisa kita itu nasional, pandangan hidup nasional. Bukan berdasarkan suku-suku. Wong mereka ke Jogja juga mencari ilmu dan kepintaran. Nanti toh untuk digunakan di daerahnya Bakuh Wijiutomo, wawancara 29 Oktober 2015. Beberapa responden berpandangan bahwa selain saling menjaga persatuan di tengah perbedaan, hal lain yang patut untuk dikedepankan adalah soal komunikasi. Forum-forum yang sengaja diselenggarakan untuk mempertemukan antara warga asli dan pendatang juga perlu untuk diadakan. Seperti pendapat Ari berikut ini, Harusnya saling tenggang rasa, menghormati antar sesama, walaupun dari daerah mana saja, etnis apa, mereka warga Indonesia. Komunikasi juga penting Ari Harsono, wawancara 31 Oktober 2015 Sri Priyono wawancara 31 Oktober 2015 menilai bahwa seharusnya ada forum untuk menyatukan antar warga asli Tegalwaras