27
menyatakan bahwa penelitian akan bermanfaat apabila peneliti dapat mengontrol pemerosesan informasinya. Ketika subjek dengan sengaja
mencoba belajar, mereka akan menggunakan pemerosesan yang dianggap sesuai, yang belum tentu diinginkan oleh eksperimenter. Oleh karena itu,
peneliti harus menggunakan prosedur belajar insidental. Dalam prosedur belajar insidental insidental learning subjek tidak menyadari bahwa
materi yang dipelajari akan dites kemudian, yang subjek sadari hanyalah
memproses material seperti yang diperintahkan oleh eksperimenter.
5. Pemerosesan Informasi secara Struktur, Phonem dan Semantik
Tes teori tingkatan pemerosesan informasi secara umum memiliki tiga tingkatan, dimana pemeroesan tingkat dalam deep akan semakin meningkat dari
struktural, kemudian phonem dan kemudian secara semantik : a. Pengodean struktur structural coding
Pengodean struktur adalah memiliki pertanyaan yang mana subjek diminta untuk mengidentifikasi huruf kapital dalam sebuah kata.
b. Pengodean phonem Pengodean phonem phonemic coding memiliki pertanyaan yang
mana subjek diminta menghubungkan suara rhyme suatu kata dengan kata yang lain dan menekankan pada pronouncation.
c. Pengodean semantik Pengodean semantik semantic coding merupakan jenis tes yang
mana subjek diminta untuk mengevaluasi makna dari suatu kata.
28
6. Faktor yang mempengaruhi Tingkat Pemerosesan Informasi
Hipotesis umum yang dikemukakan Craik dan Lockhart dalam Neath
Surprenant,2003 bahwa tingkat pemerosesan informasi yang dalam seharusnya
memberikan kemampuan recall yang lebih baik. Memory code berbeda dan tergantung kepada bagaimana kita mengeleborasi informasi tersebut, dan banyak
kode elaborasi maka kemampuan memori semakin baik. Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa tingkat pemerosesan informasi yang dalam pada materi
verbal lebih memberikan kemampuan recall yang baik dari pada menggunakan tingkat pemerosesan informasi yang dangkal. Berikut faktor yang dapat
mempengaruhi proses mengingat pada pemerosesan informasi tingkat mendalam antara lain:
1. Distinctiveness
Didefinisikan sebagai sebuah stimulus yang berbeda dari sebagian memori lainnya. Distinctive item merupakan suatu aitem yang berbeda secara tampilan
dan makna Reed,2004. Jika anda bertemu dengan seseorang yang namanya ingin anda ingat, maka anda akan melakukan tingkat pemerosesan informasi yang
dalam untuk menggambarkan sesuatu yang tidak biasanya mengeni nama tersebut yang akhirnya membuat nama tersebut berbeda dengan nama lain yang pernah
anda pelajari. Menurut Schmidt dalam Reed,2004 Terdapat empat jenis distinctiveness:
a. Primary distictiveness
Primary distictiveness merupakan sebuah aitem dari aitem dalam konteks.
29
b. Secondary distinctiveness
Secondary distinctiveness merupakan sebuah aitem yang berbeda dari aitem-aitem yang disimpan didalam LTM.
c. Emotional distinctiveness
Emotional distinctiveness merupakan sebuah aitem yang meminta adanya sebuah respon emosi yang kuat.
2. Elaboration
Merupakan faktor kedua yang mengoperasikan tingkat pemerosesan informasi yang dalam. Elaboration mengharuskan adanya proses yang kaya dalam
bentuk makna dan adanya konsep yang saling berhubungan Craik,1999; Matlin,2005. Individu akan mampu mengelaborasi suatu konten yang semantik
karena ini akan menjadi hal yang berguna daripada mengelaborasi konten secara nonsemantik Reed,2004. Misalnya, jika kita diminta untuk memperoses kata
“bebek”, maka kita akan menghubungkan kata “bebek” tersebut dengan fakta- fakta mengenai
“bebek”. Pengodean secara semantik akan mendorong pemerosesan yang kaya. Dan sebaliknya jika kita hanya diminta untuk
mengidentifikasi huruf kapital dalam kata “bebek” dan diminta untuk menjawab
ada atau tidak, maka konsep elaborasi tidak akan mungkin terjadi.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Memori