18
2. Tingkat Pemerosesan Informasi
Level of Processing Theory
Teori tingkat pemerosesan informasi level of processing merupakan teori yang menjelaskan bagaimana kita bisa menganalisis stimulus dan
menjelaskan apa hasil memory code yang diperoleh dari berbagai tingkatan analisis. Tidak seperti teori Atkinson-Shiffrin 1968, yang hanya memperhatikan
komponen struktur atau tingkatan memori, akan tetapi teori keduanya saling berdampingan. Craik dalam Reed,2004 menyatakan bahwa inti dalam
kebanyakan studi tingkat pemerosesan informasi adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai memory code yang beroperasi dalam LTM,
dan bukan menyangkal perbedaan antara STM dan LTM. Ketika memperhatikan perspektif ini, cara kerja tingkat pemerosesan informasi memberikan penjelasan
lebih dari sekedar penjelasan mengenai memindahkan suatu tingkatan analisis dengan menunjukkan bagaimana proses kontrol bisa mempengaruhi kemampuan
penyimpanan individu terhadap suatu materi. Tingkat pemerosesan informasi juga didefinisikan sebagai teori yang
menyetujui mengenai adanya tingkat dalam deep, pemerosesan informasi yang bermakna lebih bertahan lama dibandingkan tingkat dangkal shallow, teori ini
disebut juga sebagai pendekatan tingkat pemerosesan dalam depth-of-processing approach. Tingkat pemerosesan informasi memprediksi bahwa kita akan mampu
mengingat banyak kata ketika kita menggunakan tingkat pemeorosesan dalam deep. Sebaliknya tingkat pemerosesan memprediksi bahwa kemampuan
mengingat kita akan semakin sedikit ketika kita menggunakan tingkat pemerosesan dangkal shallow. Misalnya, kita akan mampu mengingat sedikit
19
kata ketika kita hanya memperhatikan bentuk physical appereance dari kata tersebut misalnya huruf kapital dalam kata tersebut atau suara dari kata tersebut
misalnya rhyme atau suara dari kata tersebut Matlin,2009.Teori tingkat pemerosesan informasi level of processing memiliki tujuan yang menjelaskan
bahwa ada perbedaan cara untuk mengodekan suatu materi dan ada berbagai memory code yang lebih baik daripada yang lain. Tingkat pemerosesan informasi
merupakan sebuah teori yang menjelaskan bahwa tingkat proses terdalam semantik lebih bisa bertahan lama pada memori. Kesuksesan mengingat kembali
sebuah kata bergantung kepada berbagai operasi yang dibentuk untuk memasukkan informasi kata Reed,2004.
Secara umum manusia akan menerima tingkat pemerosesan informasi yang dalam ketika mengambil makna dari suatu stimulus yang diberikan. Ketika
kita menganalisa suatu makna maka kemudian kita akan menghubungkannya dengan hal yang lain seperti gambar, pengalaman yang lalu dan berbagai hal yang
berhubungan dengan stimulus. Stimulus yang dianalisa dalam tingkat pemerosesan dalam deep akan semakin mampu diingat Roediger, Gallo,
Geraci, dalam Matlin 2009. Berikut penjelasan mengenai dua tingkat pemerosesan:
1. Pemerosesan informasi tingkat dalam deep
Teori Tingkat pemerosesan informasi dalam deep merupakan tingkat pemerosesan informasi yang memfokuskan dan melibatkan informasi terhadap
makna meaning. Tingkat pemerosesan dalam memprediksi bahwa kita bisa melakukan recall terhadap beberapa kata dengan menggunakan tingkat
20
pemerosesan informasi yang dalam deep. Ketika suatu stimulus diidentifikasi dan diberikan suatu nama, maka memory code lebih kuat dan bisa
direpersentasikan oleh adanya tingkatan kerusakan stimulus yang lebih lama. Memori akan menjadi bagus ketika individu mampu mengelaborasikan makna
dari stimulus-stimulus tersebut Reed,2004. 2.
Pemerosesan informasi tingkat dangkal shallow Tingkat pemerosesan informasi dangkal difokuskan dengan melakukan
analisis terhadap ciri-ciri fisik seperti bentuk, sudut, keterangan, pitch dan kerasnya suara. Untuk melakukan pemerosesan informasi individu dapat
melakuakn berbagai cara baik dengan cara mengidentifikasi huruf EG dalam suatu kata tersebut, kemudian suara dari huruf dalam suatu kata tersebut dan juga
dengan cara menghitung jumlah huruf dalam kata tersebut. Setelah stimulus dikenali, maka stimulus tersebut berlanjut untuk diuraikan kepada pengalaman-
pengalaman elaborasi, baik itu huruf, tanda, bauan yang berhubungan dengan suatu hal, gambar, ataupun hal-hal yang berdasarkan pengalaman lalu individu
tersebut dengan berbagai stimulus. Setiap tingkatan menghasilkan memory code yang berbeda akan tetapi suatu memory code akan bervariasi dalam hal tingkatan
kerusakannya. Ketika hanya menganalisis bentuk fisik suatu stimulus, memory code mudah hilang dan gampang rusak. Reed,2004.
3. Eksperimen Hyde-Jenkin
Pengaruh dari tingkat pemerosesan informasi terhadap ingatan didomenstarasi dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Hyde dan Jenkin
1973 Hasil penelitian tersebut dipublikasikan sebelum teori yang dikemukakan
21
Craik dan Lockhart. Kebanyakan studi menggunakan tes tingkat pemerosesan informasi, Hyde dan Jenkin melakukan studi dengan menggunakan paradigma
metode belajar insidental dan juga metode belajar intensional. Studi eksperimen yang dilakukan adalah membandingkan tujuh kelompok subjek. Salah satu dari
keempat kelompok diberikan metode insidnetal dan diminta untuk mengingatk 24 kosakata. 20 dari kosakata tersebut saling memiliki hubungan primary
associates. Misalnya kata merah berhubungan dengan kata hijau, kata meja berhubungan dengan bangku dan sebagainya.
Kemudian kelompok insidenal diminta untuk mendengar 24 kosakata tanpa diberitaukan adanya pemberian tes sedangkan kelompok intensional
diminta mendengarkan kata dan mengingatnya karana nantinya akan diberikan tes oleh peneliti. Salah satu kelompok lainnya diminta untuk menghubungkan 24
kosakata yang diberikan dengan hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dan tidak hanya sekedar mendengar kata. Kemudian kelompok lainnya diminta
untuk mengidentifikasi adanya huruf E atau G dalam kata tersebut. Dan hasil yang diperoleh memiliki kesesuaian dengan teori tingkat pemerosesan informasi,
dimana pemerosesan semantik memiliki hasil yang lebih baik daripada pemerosesan dengan nonsemantik. Kelompok yang menghubungkan kata dengan
hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan akan mampu mengingat dari pada kelompok yang hanya diminta mengeja huruf. Dan juga diperoleh hasil
bahwa kelompok dengan insidental bisa sama efektifnya dengan kelompok intensional ketika subjek penelitian juga sama-sama diminta menghubungkan
kosakata dengan hal yang menyenangkan. Kumpulan kata secara semantik
22
berhubungan dengan adanya sebuah clue. Mengingat sebuah kata yang berhubungan dengan makna akan semakin mudah diingat Reed,2004.
3. Metode Belajar dalam Tingkat Pemerosesan Informasi