BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan Millenium Development Goals MDGs yaitu pada tujuan ke 4 adalah mengurangi angka kematian anak dengan target menurunkan angka
kematian sebanyak 23 dari tahun 1990 sampai tahun 2015. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator derajat kesehatan
masyarakat. Berdasarkan data SDKI pada tahun 2006 ditemukan angka kematian bayi di Indonesia sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDAI mencatat tidak kurang dari 10 bayi dan 20 anak balita meninggal dunia setiap jam di Indonesia USAID, 2008.
Berdasarkan penelitian WHO 2000 dienam negara berkembang resiko kematian bayi antara usia 9–12 bulan meningkat 40 jika bayi tersebut tidak disusui.
Untuk bayi berusia dibawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48 . Sekitar 40 kematian balita terjadi satu bulan pertama kehidupan bayi. IMD dapat
mengurangi 22 kematian bayi 28 hari, berarti IMD mengurangi kematian balita 8,8 Roesli, 2008.
Menurut peneliti–peneliti dari Inggris yang melakukan penelitian di Ghana terhadap hampir 11.000 bayi yang dipublikasikan di Pediatrics 30 Maret 2006. Jika
bayi diberi kesempatan menyusu dalam waktu satu jam pertama dengan membiarkan
1
Universitas Sumatera Utara
kontak kulit ke kulit, maka 22 nyawa bayi dibawah 28 hari dapat diselamatkan jika mulai menyusu pertama saat bayi berusia diatas 2 jam dan dibawah 24 jam pertama,
tinggal 16 nyawa bayi dibawah 28 hari dapat diselamatkan Edmond, 2006. Hasil Penelitian yang dilakukan Sose dkk CIBA Foundation, 1978
menunjukkan hubungan antara saat kontak ibu–bayi pertama kali terhadap lama menyusu. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini dengan meletakkan bayi
dengan kontak kulit ke kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama disusui. Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini dapat menyusui 59 sampai usia
enam bulan dan 38 sampai usia setahun. Bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini tinggal 29 dan 8 yang masih disusui diusia yang sama.
World Health Organization WHO merekomendasikan semua bayi perlu mendapat kolostrum ASI hari pertama dan kedua untuk melawan infeksi dan
mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan untuk menjamin kecukupan gizi bayi. WABA World Alliance for Breast Feeding setiap tahunnya
menyelenggarakan Pekan ASI Sedunia PAS setiap tanggal 1-7 Agustus dan IMD telah menjadi tema peringatan pada tahun 2007 yaitu menyusu satu jam pertama
kehidupan dilanjutkan dengan menyusu Eksklusif 6 bulan, menyelamatkan lebih dari 1 juta bayi.
Menurut Roesli 2008 Inisisasi menyusu dini IMD dapat melatih dan membiasakan bayi mengisap payudara ibu yang nantinya berperan penting dalam
mewujudkan keberhasilan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama dan berlanjut dengan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun. Yang paling
Universitas Sumatera Utara
menggembirakan, IMD membantu bayi mendapatkan kolostrum, sesuatu yang sangat dibutuhkannya dalam menyongsong kehidupan dunia. Kolostrum mengandung zat
antibodi, zat aktif imunitas, dan protein protektif lainnya. Selama ini, masih banyak ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui
bayinya. Hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk mengisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusu terganggu. Keadaan ini ternyata
disebabkan terganggunya proses alami dari bayi untuk menyusu sejak dilahirkan, Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah
lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai dan diberi pakaian. Ternyata, proses ini sangat menganggu proses alami bayi untuk menyusui. Sehingga pencapaian ASI
Eksklusif belum sesuai dengan yang diharapkan. Hanya 14 ibu di tanah air yang memberikan air susu ibu ASI Eksklusif
kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI Eksklusif kurang dari dua bulan. Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia SDKI tahun 2002-2003 didapati data jumlah pemberian ASI Eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64 dari total bayi yang ada.
Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi yakni 46 pada bayi usia 2-3 bulan dan 14 pada bayi usia 4-5 bulan, yang lebih memprihatinkan
13 bayi dibawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan.
Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition Health Surveillance System NSS bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller
Universitas Sumatera Utara
International di 4 perkotaan Jakarta, Surabaya, Semarang dan Makasar dan Pedesaan Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel
menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12 , sedangkan di pedesaan 4-25. Pencapaian ASI Eksklusif 5-6 bulan di perkotaan
berkisar antara 1-13, sedangkan di pedesaan 2-13. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah termasuk melakukan upaya
promosi kesehatan. Promosi kesehatan pada hakikatnya usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu, dengan harapan masyarakat,
kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan, akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku Notoatmodjo,2005.
Rencana Strategis Departemen Kesehatan RI 2005-2009 menggariskan bahwa tujuan promosi kesehatan adalah memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat
agar mau menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat. Kegiatan pokoknya adalah dengan pengembangan
media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi KIE mencakup mengembangkan media promosi kesehatan, dan melaksanakan dukungan
administratif dan operasional pelaksanaan program promosi kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan media cetak, elektronik maupun media
ruang. Dalam hal ini media diposisikan untuk membuat suasana yang kondusif terhadap perubahan perilaku yang positif terhadap kesehatan.
Melalui media cetak telah dikembangkan berbagai leaflet, brosur, poster, kalender, dan lain-lain. Setiap tahun unit promosi kesehatan memproduksinya
Universitas Sumatera Utara
terutama semacam “proto type” agar dapat dikembangkan lebih lanjut oleh daerah atau unit lain yang memerlukannya sesuai dengan keadaan masalah dan potensi
setempat. Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan promosi kesehatan di daerah, disusunlah berbagai panduan seperti: panduan advokasi, panduan bina
suasana, panduan pemberdayaan masyarakat dan panduan pengembangan mitra. Menteri Kesehatan RI melalui peraturan nomor 450MenkesSKIV2004
tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia, mengajak pemberian ASI hanya ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupan bayi dapat dilanjutkan sampai
anak umur 2 tahun. Kegiatan Depkes 2005 yang dilakukan adalah : Kampanye ASI melalui media elektronik, penyebaran materi KIE ASI leaflet, poster, booklet, buku,
diseminasi informasi ASI Eksklusif bagi pekerja wanita melalui kegiatan pertemuan koordinasi pengelola program kesehatan kerja daerah dan pusat, serta pembinaan
secara berjenjang. Kebijakan PP-ASI Program Pemberian ASI merupakan strategi nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari 6 wilayah kecamatan dalam pemberian ASI Eksklusif berdasarkan data profil kesehatan tahun 2008 menunjukkan
cakupan 0, sangat ironis sekali jika dibandingkan dengan target nasional yaitu 80. Faktor sosial budaya, lemahnya peran petugas kesehatan serta ketidaktahuan
para ibu tentang IMD dan manajemen laktasi, seperti cara memerah dan menyimpan ASI turut menghambat proses menyusu. Masih banyak ibu yang tidak mengerti
menunjukkan bahwa pesan komunikasi yang dituangkan dengan berbagai media
Universitas Sumatera Utara
masih kurang efektif dan belum optimal dalam merubah perilaku ibu untuk melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif.
Penelitian yang dilakukan Permana 2006 menunjukkan bahwa kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan motivasi subjek yang kurang terhadap
pemberian ASI Eksklusif dimana sebagian besar subjek termotivasi memberikan MP ASI secara dini karena bayi rewel dan menjadi susah makan, tidak adanya realisasi
program ASI Eksklusif dari puskesmas, kurangnya dukungan orang terdekat subjek terutama suami, kurangnya dukungan tenaga kesehatan terutama penolong persalinan,
adanya masalah kecukupan ASI, adanya kondisi bayi yang tidak mau diberi ASI, adanya promosi susu formula dengan penyampaian iklan yang menarik dan promosi
lewat tenaga kesehatan, serta masih adanya kebiasaan dalam hal pemberian prelaktal setelah bayi lahir berupa madu dan pemberian MP ASI dini sebelum bayi berumur 6
bulan. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, bahwa 20 ibu yang
menjadi responden belum memahami tentang IMD dan ASI Eksklusif. Hal ini memberikan suatu indikasi peranan media promosi kesehatan tentang ASI Eksklusif
yang ada dalam bentuk poster dan buku KIA ternyata belum efektif untuk memenuhi tujuan perubahan perilaku sasaran. Media tentang IMD bahkan belum didapatkan di
wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Kota dan berdasarkan informasi dari beberapa bidan mereka mengatakan melakukan promosi baru sebatas komunikasi langsung dan
belum intensif.
Universitas Sumatera Utara
Media yang efektif adalah media yang melihat tingkat kebutuhan masyarakat, sedangkan yang ada di Kota Padangsidimpuan selama ini adalah media yang masih
menggunakan desain dari Departemen Kesehatan dan belum melakukan pengembangan sesuai kebutuhan daerah. Hal ini menunjukkan masih bersifat
sentralistik, belum berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat. Sehingga menurut peneliti perlu dirancang media yang sesuai dengan
kebutuhan dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sehingga pesan dapat lebih efektif untuk merubah pengetahuan dan sikap ibu tentang IMD dan ASI Eksklusif.
Media promosi kesehatan yang akan digunakan adalah leaflet dengan pertimbangan merupakan media yang peruntukannya untuk massa, biaya terjangkau, dapat
menampung pesan dengan kemasan menarik. Kota Padangsidimpuan terdiri dari 6 wilayah kecamatan. Berdasarkan data
profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan tahun 2009 diketahui bahwa wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang terdiri dari 12 kelurahan
dan memiliki jumlah ibu hamil terbanyak yaitu 1.506 orang menjadi lokasi penelitian untuk melihat efektivitas media promosi kesehatan leaflet yang dirancang.
1.2. Perumusan Masalah