Teknologi Adopsi Teknologi LANDASAN TEORI

24 Dalam metode ini, penyuluh berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Yang termasuk ke dalam metode ini antara lain kunjungan usahatani, kunjungan rumah. 2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Dalam hal ini, penyuluh berhubungan dengan sekelompok orang untuk menyampaikan pesanya. Beberapa metode dalam pendekatan kelompok ini antara lain melalui temu lapang, demonstrasi dan diskusi. 3. Metode berdasarkan pendekatan missal Metode ini dapat menjangkau sasaran yang banyak, yaitu antara lain melalui rapat umum dan siaran melalui radio atau televisi.

2.5 Teknologi

Teknologi adalah teknik atau cara bercocok tanam yang benar untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Teknologi diperoleh dari hasil penelitian dan pengkajian kemudian ditransfer ke pengguna petani melalui berbagai cara dan media. Teknologi yang paling tepat diterapkan adalah teknologi yang spesifik lokasi yaitu pada lokasi penelitian dan pengujian yang dilakukan. Dalam hal ini bukan berarti bahwa paket teknologi tersebut tidak boleh digunakan di daerah lain, tetapi bisa saja digunakan pada daerah-daerah lain yang cocok dimana dengan penerapan tersebut diperoleh hasil yang tinggi Daniel, 2002 : 38. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas, apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja Mubyarto, 1985 : 198. 25 Teknologi menurut Suryana 2000 : 80 adalah cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk mencapai tujuan produksi atau menghasilkan barang dan jasa. Suatu tindakan yang paling tepat bagi negara sedang berkembang dalam memilih teknologi tepat guna adalah dengan alih teknologi. Alih teknologi yang diikuti dengan adaptasi dan inovasi yang sesuai dengan kondisi penerima akan membawa perbaikan – perbaikan dalam kegiatan ekonomi. Perubahan teknologi mengacu pada perubahan dalam teknik yang mendasari produksi, yang terjadi ketika suatu produk atau proses baru ditemukan atau suatu produk dan proses yang usang diperbaharui. Dalam situasi seperti ini output yang sama dihasilkan dengan input yang lebih sedikit atau lebih banyak output yang dihasilkan dengan input yang sama. Perubahan teknologi akan menggeser fungsi produksi ke atas Samuelson dan Nordhaus, 2001 : 140.

2.6 Adopsi Teknologi

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi lewat penyuluhan. Manifestasinya dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya Mardikanto dalam Levis, 1996 : 21. Dengan mengadopsi suatu inovasi oleh para petani, maka tujuan jangka panjang penyuluhan seperti better farming, better business, better living, dapat terwujud karena mengadopsi inovasi akan terjadi peningkatan produksi. Tanpa ada adopsi inovasi yang lebih baik, proses penyuluhan pertanian tidak akan 26 tercapai. Dengan demikian, adopsi inovasi merupakan sasaran inti dari kegiatan penyuluhan pertanian Levis, 1996: 20. Adapun indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang dalam setiap tahapan proses adopsi menurut Soekandar Wiraatmadja dalam Sumardi, 1988 : 12: 1. Tahap sadar Seseorang sudah maklum atau mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan orang lain atau penyuluh. 2. Tahap minat Seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal baru itu, dengan mencari keterangan yang lebih rinci. 3. Tahap menilai Seseorang mulai menilai keterangan yang diperolehnya dan menghubungkanya dengan keadaan dia sendiri. 4. Tahap mencoba Seseorang mulai memerapkan dalam luasan yang kecil, tapi melihat orang lain yang mencoba. Kalau sudah yakin, barulah diterapkan secara lebih luas. Bila gagal dalam percoban ini, biasanya seseorang akan menghentikan usaha selanjutnya dan timbul rasa tak percaya akan hal baru itu. 5. Tahap adopsi Seseorang sudah yakin akan hal baru itu dan mulai melaksanakan dalam skala yang lebih luas. Bahkan ia bisa dimanfaatkan oleh penyuluh agar mau manganjurkan hal baru tersebut kepada orang lain. 27 Menurut Sumardi 1988 : 12, ada 5 tahapan yang terjadi pada proses adopsi: 1. Kesadaran awareness, yaitu pengetahuan pertama tentang ide baru, produk atau latihan. 2. Tumbuhnya minat Interest, yaitu aktif mencari informasi tentang ide atau gagasan baru untuk mengetahui manfaat dan penerapan ide atau gagasan baru tersebut. 3. Evaluasi Evaluation, yaitu penilaian terhadap informasi dilihat dari suatu kondisi, apakah cocok untuk diterapkan. 4. Percobaan Trial, dimana bersifat sementara untuk mencoba gagasan atau ide baru yang diterima untuk lebih meyakinkan. 5. Penerapan Adoption, yaitu penggabungan secara penuh latihan kedalam operasi atau pelaksanaan yang berkesinambungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi menurut Levis 1996 : 37: 1. Sifat-sifat inovasi a. Keuntungan relatif relative advantage Setiap ide inovasi baru akan selalu dipertimbangkan mengenai seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang diukur dengan derajat keuntungan ekonomis, besarnya penghematan, atau keamanan atau pengaruhnya terhadap posisi sosial yang akan diterima oleh komunikan selaku adopter. b. Kompatibilitas compatibility Setiap inovasi baru akan cepat diadopsi manakala mempunyai kecocokan atau berhubungan dengan kondisi setempat yang telah ada di 28 masyarakat. Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. c. Kompleksitas complexity Inovasi baru akan sangat mudah dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana, tidak rumit baik dalam arti mudahnya bagi komunikator maupun mudah untuk dipahami dan dipergunakan oleh komunikasinya. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan orang lainnya tidak. Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengadopsiannya. d. Triabilitas trialability Inovasi baru yang tidak mudah dicoba karena perlengkapannya yang kompleks dan memerlukan biaya atau modal yang besar lebih sulit diadopsi dibanding benih varietas unggul baru yang tidak mahal dan mudah dikerjakan oleh petani. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. e. Observabilitas observability 29 Inovasi baru, akan lebih cepat diadopsi manakala pengaruhnya atau hasilnya mudah dan atau cepat dapat dilihat atau diamati oleh komunikannya. Observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. 2. Jenis keputusan inovasi Dalam mengadopsi inovasi terdapat tiga jenis keputusan yaitu keputusan individual optional, keputusan kelompok dan keputusan otoritas pemerintah. Keputusan yang diambil oleh suatu masyarakat sangat menentukan keberhasilan dan kecepatan adopsi suatu inovasi. Keputusan yang diambil secara individual relatif lebih cepat mengadopsi inovasi dibandingkan dengan keputusan kelompok apalagi dibanding dengan keputusan yang harus menunggu dari pihak penguasa. 3. Saluran komunikasi Penyampaian inovasi baru lewat media massa, relatif akan lebih lamban diadopsi oleh komunikan dibanding jika disampaikan secara interpersonal hubungan antar pribadi. Sebab dengan hubungan langsung atau interpersonal para komunikan akan lebih cepat menerima penjelasan-penjelasan dari komunikator setelah menyampaikan tanggapan-tanggapanya. Sedangkan penyampaian lewat media massa tidak mungkin dilakukan karena komunikasi berjalan satu arah saja sehingga tertutup kemungkinan terjadi “leed back” dari komunikan. Saluran komunikasi yakni alat yang dipergunakan untuk menyebarkan suatu inovasi mungkin juga punya pengaruh terhadap kecepatan pengadopsian inovasi. 30 4. Sistem sosial a. Adopsi inovasi didalam masyarakat modern, relatif lebih cepat dibanding dengan adopsi inovasi di dalam masyarakat yang masih tradisional. b. Demikian pula, proses adopsi dalam masyarakat lokalite akan lebih lamban bila dibandingkan di dalam masyarakat yang kosmopolit. 5. Kegiatan Promosi Dalam banyak hal kegiatan promosi dapat mendorong semangat para komunikan untuk lebih cepat menerima suatu inovasi. Hal ini dapat dimengerti karena suatu prinsip dalam proses belajar mengajar adalah pengulangan. Kecepatan adopsi inovasi juga sangat ditentukan oleh semakin intensif dan seringnya intensitas atau frekuensi promosi yang dilakukan oleh agen pembaharu penyuluh setempat dan atau pihak-pihak lain yang berkompeten dengan adopsi inovasi tersebut seperti lembaga penelitian, produsen, pedagang dan atau sumber inovasi tersebut. 6. Urgensitas masalah yang dihadapi Kecepatan adopsi suatu inovasi oleh seseorang atau suatu sistem masyarakat sangat ditentukan oleh urgensitas kepentingan segera masalah dan kebutuhan masyarakat. Jika suatu inovasi yang diberikan dapat manjawab kebutuhan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi masyarakat pada saat itu, maka masyarakat akan lebih cepat menerima inovasi itu daripada yang tidak urgen dengan kepentingan masalah dan kebutuhan mereka sendiri. 31 Faktor penentu penerapan teknologi tidak semata-mata bersumber dari diri petani, akan tetapi tergantung pada karakteristik teknologi dan bagaimana teknologi tersebut mampu terdiseminasikan kepada petani secara tepat. Proses keputusan inovasi dapat melalui 4 tahapan Rogers and Shoemaker dalam Levis, 1996 : 1. Pengenalan, dimana seseorang mengetahu adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaiman inovasi itu berfungsi. 2. Persuasi, dimana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap teknologi. 3. Keputusan, dimana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima atau menolak suatu inovasi teknologi. 4. Konfirmasi, dimana seseorang akan mencari penguat atas keputusan yang telah dibuat petani dan pada tahap ini mungkin terjadi seseorang mengubah keputusannya jika ia memperoleh informasi yang bertentangan atau kurang menguntungkan baginya. Debertin dalam Hutapea dan Tenda, 2009 menyatakan bahwa suatu teknologi baru biasanya akan memberikan perbaikan dalam hal penggunaan input dalam proses produksi, yaitu pada penggunaan input yang sama, apabila ada perbaikan dalam penggunaan input maka akan dapat menaikkan marginal produknya sehingga slope dari fungsi produksinya yang baru akan lebih besar dari fungsi produksi yang lama. Selain itu terjadinya penurunan biaya produksi perunit karena harga dari suatu input atau input lainnya menurun, sehingga dapat menambah keuntungan. Pendapat senada juga disampaikan 32 Ghatak dalam Hutapea dan Tenda, 2009 bahwa perubahan teknologi akan merubah fungsi produksi, tingkat penggunaan input dan tingkat keuntungan .

2.7 Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

1 80 95

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) (Studi kasus : Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

3 58 57

Evaluasi Petani Terhadap Program Penyuluhan Pertanian Sl Ptt (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu): Hama Terpadu (Kasus : Petani Padi Sawah, Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

3 67 67

DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU ( SLPTT ) DARI ASPEK PRODUKSI DAN PENDAPATAN SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA

0 5 25

DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU ( SLPTT ) DARI ASPEK PRODUKSI DAN PENDAPATAN SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA

0 2 25

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI DESA KEDALEMAN KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

0 4 198

Hubungan Antara Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Jagung ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun)

0 13 91

Hubungan Antara Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (Slptt) Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Jagung ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun)

0 2 91

(ABSTRAK) DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI.

0 1 2

EVALUASI PROGRAM PADA SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI CIHERANG DI GAPOKTAN MAGURU DESA PULUTAN KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 0 12