Suluk (Studi Etnografi Tentang Kegiatan Religi Di Babusallam)

(1)

SULUK

(Studi Etnografi Tentang Kegiatan Religi Di Babusallam)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

Dalam Bidang Ilmu Antropologi

OLEH :

070905014 KHAIRIL FIKRI

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORISINALITAS

SULUK

(Studi Etnografi Tentang Kegiatan Suluk di Babussalam)

S K R I P S I

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Januari 2013 Penulis


(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul SULUK (Studi Etnografi Tentang Kegiatan Suluk di Babussalam) atas nama Khairil Fikri Nomor Induk Mahasiswa 070905014 Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 91 halaman, dengan 10 gambar dan 3 tabel.

Kegiatan suluk yang berbasis kegiatan ritual sekarang ini telah berkembang menjadi kegiatan yang dapat berguna untuk menyusun kehidupan individu, tidak saja dalam bentuk pribadi tetapi juga dalam bentuk perilaku sosial. Desa Besilam yang dikenal sebagai pusat kegiatan tarekat Naqsabandiyah memberikan gambaran mengenai kegiatan tarekat dan kaitannya dengan perkembangan individu yang menjadi pesertanya. Bentuk-bentuk kegiatan dalam suluk turut membentuk karakter seorang individu, dari proses mengingat penciptaNya hingga pada proses berinteraksi dalam kehidupan, hal inilah yang pada akhirnya dapat memberikan pandangan mengenai kegiatan suluk.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi (partisipasi dan non-partisipasi) tergantung pada kondisi dan situasi di lapangan penelitian, metode wawancara mendalam juga dipergunakan untuk memperkuat keterangan informan atas penulisan ini. Kepala Desa sebagai informan pangkal dalam penelitian ini dan juga seorang Khalifah atau pemimpin tarekat serta mursyid atau guru. Informan kunci adalah peserta yang mengikuti kegiatan suluk sedangkan informan biasa adalah pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung dengan kegiatan suluk di daerah tersebut, seperti : masyarakat, tokoh masyarakat dan individu yang mengerti akan kegiatan suluk di Desa Besilam.

Hasil penelitian ini memberi suatu gambaran mengenai kegiatan suluk beserta dengan kelengkapan dalam menjalaninya, yang mencakup adab, aturan dan hal lain yang terkait kegiatan suluk seperti : wudhu, dzikir dan sholat serta sosok individu yang mengikuti suluk dari awal ketertarikannya terhadap suluk hingga pada hasil yang diperolehnya setelah mengikuti kegiatan suluk, hal ini dilihat dari sudut pandang antropologi psikologi sehingga hasil yang didapatkan merupakan hasil olah kerja antara ritual, religi dan psikologi.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan kasih karunia-Nyalah, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Sebagai manusia biasa tentunya tidak terlepas dari banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga penulisan skripsi ini masih belum bisa dikatakan sempurna, baik dalam penuturan kata ilmiah yang lazim maupun dalam penyajian data. Adapun penulisan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir dari seorang mahasiswa dalam mencapai gelar sarjana khususnya dalam bidang ilmu Antropologi, dan untuk penelitian ini berjudul “SULUK”. (Studi Etnografi Tentang Kegiatan Religi di Babussalam).

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi FISIP USU terima kasih atas ilmunya, dan Bapak Drs. Agustrisno, M.S.P, selaku Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU .

Saya sangat berterima kasih kepada Ibu Prof Dra Chalida Bachruddin selaku dosen pembimbing proposal saya dan pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan ilmunya dan nasehat serta saran-saran selama dalam proses bimbingan skripsi, mulai dari awal hingga akhir.


(5)

Terima kasih banyak atas waktu, ilmu dan nasehat serta saran-sarannya yang telah diberikan kepada penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Rytha Tambunan selaku dosen penasehat akademik saya, yang telah begitu banyak membantu penulis baik dalam nasehat arahan dan waktu yang telah beliau luangkan untuk penulis dalam berbagi hal dalam urusan akademik. Terima kasih karena telah mendidik dan mengarahkan saya di dalam perkuliahan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Bapak Drs. Agustrisno, M.S.P, selaku ketua penguji proposal atas saran-saran dan masukannya sewaktu ujian proposal, dan Ibu Dra. Nita Savitri M,Hum selaku dosen penguji proposal terima kasih atas saran-saran, kritik dan masukannya sewaktu ujian proposal. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Nur dan Kak Sofi selaku pegawai di Departemen Antropologi, terima kasih karena telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi.

Saya mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua saya, Ayahanda M Ramli Has dan Ibunda Fatimah Zahara. Terima kasih banyak karena telah mendidik saya dari kecil hingga duduk di bangku perkuliahan, terima kasih juga atas dukungan doa, semangat, kesabaran, motivasi dan materi yang telah diberikan kepada saya, terlebih kasih sayangnya ibu selama ini. Saya sangat bangga memiliki orangtua seperti Ayah dan Ibu, tanpa kalian saya bukanlah apa-apa di dalam hidup ini, terima kasih karena kalian telah menjadi penyemangat hidup saya yang sejati, saya berjanji pasti akan membalas semua kebaikan kalian Ayah dan Ibu.


(6)

Saya juga berterima kasih kepada abang dan kedua adik saya yang sangat saya banggakan Adi Syahputra sebagai abang saya, Indra Efendi dan Hariyanti sebagai adik saya, tanpa kehadiran kalian saya bukanlah apa-apa di dalam hidup ini. Terima kasih juga untuk Bapak Ibnu Nasyid selaku Kepala Desa Besilam yang telah memberi data Kependudukan masyarakat Besilam kepada saya

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat terbaik saya stambuk 2007 yaitu, Rendi Arsami Siregar, Alvi Zulkarnaen, Fauzi Abdulah, S.Sos, Hendra Alfino Panjaitan, Tino Saragih, Jonathan Tarigan, Wahyu Tata Mualim, Bobi Chandra Pane, Nur Azizah Lubis, Rabitha Adawiyah dan juga sahabat-sahabat lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas hubungan persahabatan yang selama ini telah kita jalani bersama dengan baik di Departemen Antropologi.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Khairil Fikri, lahir di Tanjung Pura pada tanggal 13 Juli 1989, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda M Ramli Has dan Ibunda Fatimah Zahara. Pendidikan formal Sekolah Dasar (SD) Negeri 9 Tanjung Pura, tamat Tahun 2001. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) Tanjung Pura , tamat tahun 2004. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tanjung Pura, tamat Tahun 2007. Pada Tahun 2007 mengikuti pendidikan (S1) di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Alamat gmail : Khairilf1307@gmail.com. Pengalaman organisasi dan beragam aktifitas yang dilakukan adalah : pada tahun 2008 -2009 menjadi anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. Penulisan dan penyusunan skripsi ini dilakukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial dalam bidang Antropologi dari Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “SULUK (Studi Etnografi Tentang Kegiatan Suluk di Babussalam)”.

Dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dalam menulis kepustakaan dan materi penulisan. Namun, berkat pertolongan Allah SWT yang memberikan ketabahan, kesabaran dan kekuatan sehingga kesulitan tersebut dapat dihadapi.

Dalam skripsi ini dilakukan pembahasan secara holistik mengenai kegiatan suluk di Desa Besilam, Padang Tualang Kabupaten Langkat. Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V. Adapun penguraian yang dilakukan oleh penulis pada skripsi ini adalah :

Penelitian yang dilakukan ini merupakan deskripsi mengenai kegiatan suluk di Desa Besilam, Padang Tualang Kabupaten Langkat, adapun kegiatan suluk mencakup dari awal hingga selesai yaitu dari proses mendaftarkan diri mengikuti suluk,


(9)

sejarah perkembangan suluk di Besilam berikut dengan sejarah tokoh tarekat Naqsabandiyah Abdul Wahab Rokan, adab suluk hingga pada kegiatan ibadah dalam suluk.

Uraian secara khusus mengenai hal yang menjadi motivasi mengikuti kegiatan suluk serta hal yang didapatkan setelah mengikuti kegiatan suluk yang dilihat dari sudut pandang antropologi psikologi, dua hal, yaitu motivasi dan hal yang didapatkan dalam suluk menjadi kekuatan dalam menjelaskan kegiatan suluk secara menyeluruh.

Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar kepustakaan sebagai penunjang dalam penulisan termasuk juga sumber-sumber lainnya.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, serta juga waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Namun penulis menyadari masih banyak kekurangannya. Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca. Harapan dari penulis, agar skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pembacanya.

Medan, Januari 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan

Halaman Pengesahan

Pernyataan Originalitas ...i

Abstraks ...ii

Ucapan Terima Kasih ...iii

Riwayat Hidup ...vi

Kata Pengantar ...vii

Daftar Isi ...ix

Daftar Gambar ...xi

Daftar Tabel ...xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Lokasi Penelitian ... 4

1.5 Tinjauan Pustaka ... 5

1.5.1 Kebudayaan ... 5

1.5.2 Tarekat dan Suluk ... 6

1.5.3 Tradisi ... 11

1.5.4 Psikologi ... 12

1.6 Metodologi Penelitian ... 15

1.6.1 Jenis Penelitian ... 15

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.6.3 Catatan Lapangan ... 22

1.6.4 Analisis Data ... 26

BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN ... 28

2.1 Lokasi Penelitian ... 28

2.2 Letak Geografis Besilam ... 34

2.3 Komposisi Penduduk Besilam ... 35

2.4 Sejarah Kedatangan Tarekat di Desa Besilam ... 36

2.4.1 Syekh Abdul Wahab Rokan ... 37

2.4.2 Silsilah Tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan ... 38

BAB III SULUK DI BESILAM ... 40

3.1 Tarekat ... 40

3.2 Tarekat Naqsabandiyah ... 47

3.3 Suluk ... 50

3.4 Waktu dan Syarat Suluk ... 52


(11)

3.5.1 Bentuk-bentuk Kegiatan Suluk ... 65

3.6 Peserta Suluk ... 66

3.6.1 Perlengkapan Kegiatan Suluk ... 68

3.7 Kondisi Suluk ... 69

BAB IV KETENANGAN DIRI DALAM SULUK ... 72

4.1 Motivasi Mengikuti Kegiatan Suluk ... 72

4.2 Suluk Berdasarkan Pengalaman Pribadi ... 77

4.3 Keadaan Setelah Mengikuti Kegiatan Suluk ... 80

4.3.1 Aktivasi Lathoif (Organ Halus) Tarekat Naqsabandiyah 81 4.4 Ketenangan Diri ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 86


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tugu Masuk Desa Besilam... ... 28

Gambar 2 Makam Syekh Abdul Wahab Rokan ... 29

Gambar 3 Mesjid (Madrasah) di Desa Besilam ... 29

Gambar 4 Lokasi Kegiatan Suluk... 30

Gambar 5 Para pengikut Tarekat Naqsabandiyah ... 31

Gambar 6 Proses Mengikuti Tarekat dan Suluk.... ... 45

Gambar 7 Jumlah Hari Dalam Pelaksanaan Kegiatan Suluk... 48

Gambar 8 Jenjang Dalam Melakukan Suluk...51

Gambar 9 Kedudukan Wudhu Dalam Kegiatan Suluk...60


(13)

DAFTAR TABEL

Table 1 Komposisi Jumlah Penduduk Besilam...35 Tabel 2 Komposisi Masyarakat Desa Besilam Berdasarkan Suku ... 35 Tabel 3 Komposisi Masyarakat Desa Besilam Berdasarkan Agama ... 36


(14)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul SULUK (Studi Etnografi Tentang Kegiatan Suluk di Babussalam) atas nama Khairil Fikri Nomor Induk Mahasiswa 070905014 Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 91 halaman, dengan 10 gambar dan 3 tabel.

Kegiatan suluk yang berbasis kegiatan ritual sekarang ini telah berkembang menjadi kegiatan yang dapat berguna untuk menyusun kehidupan individu, tidak saja dalam bentuk pribadi tetapi juga dalam bentuk perilaku sosial. Desa Besilam yang dikenal sebagai pusat kegiatan tarekat Naqsabandiyah memberikan gambaran mengenai kegiatan tarekat dan kaitannya dengan perkembangan individu yang menjadi pesertanya. Bentuk-bentuk kegiatan dalam suluk turut membentuk karakter seorang individu, dari proses mengingat penciptaNya hingga pada proses berinteraksi dalam kehidupan, hal inilah yang pada akhirnya dapat memberikan pandangan mengenai kegiatan suluk.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi (partisipasi dan non-partisipasi) tergantung pada kondisi dan situasi di lapangan penelitian, metode wawancara mendalam juga dipergunakan untuk memperkuat keterangan informan atas penulisan ini. Kepala Desa sebagai informan pangkal dalam penelitian ini dan juga seorang Khalifah atau pemimpin tarekat serta mursyid atau guru. Informan kunci adalah peserta yang mengikuti kegiatan suluk sedangkan informan biasa adalah pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung dengan kegiatan suluk di daerah tersebut, seperti : masyarakat, tokoh masyarakat dan individu yang mengerti akan kegiatan suluk di Desa Besilam.

Hasil penelitian ini memberi suatu gambaran mengenai kegiatan suluk beserta dengan kelengkapan dalam menjalaninya, yang mencakup adab, aturan dan hal lain yang terkait kegiatan suluk seperti : wudhu, dzikir dan sholat serta sosok individu yang mengikuti suluk dari awal ketertarikannya terhadap suluk hingga pada hasil yang diperolehnya setelah mengikuti kegiatan suluk, hal ini dilihat dari sudut pandang antropologi psikologi sehingga hasil yang didapatkan merupakan hasil olah kerja antara ritual, religi dan psikologi.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan tradisi religi yang disebut dengan sufistik merupakan bentuk kegiatan yang lazim dilakukan sebagai salah satu upaya mendekatkan diri terhadap Tuhan. Tradisi religi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah kegiatan yang dikenal dengan sebutan “Suluk”.

Ketertarikan memilih judul penelitian ini karena tradisi religi saat sekarang ini telah berkembang dan menggunakan beragam cara1

Kegiatan tradisi religi yang disebut dengan “Suluk” merupakan suatu bentuk tarikat atau tarekat

, dan tradisi religi ini telah mengakar kuat dalam kehidupan manusia dalam kesehariannya, sehingga perlu untuk dikaji secara mendalam mengenai aspek mendasar dalam pilihan melakukan kegiatan tradisi religi.

2

Kegiatan tradisi religi dilakukan oleh beragam motivasi satu diantaranya keadaan saat masyarakat tidak mendapatkan kepuasan terhadap dimensi perubahan yang terjadi pada aspek sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

yang dapat diartikan sebagai komunitas/lembaga yang dalam bentuk kegiatannya diisi dengan upacara-upacara keagamaan. Dengan kata lain tarekat adalah bentuk fungsi integratif dari agama.

1

Menurut Suherman (2011) Suluk terbagi atas dua cara, yaitu cara konvensional atau lama yaitu melalui pendekatan secara agama dengan melakukan beragam ritual ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain cara tersebut dikenal juga cara modern dengan menggunakan perkembangan teknologi sebagai sarana penyebaran kegiatan dalam ranah ibadah, seperti mengirim pesan ataupun kutipan dari kitab suci melalui perangkat teknologi.

2

Istilah tarikat ataupun tarekat akan dipergunakan secara bergantian dalam penulisan ini dan berarti sebagai bentuk kegiatan ritual religi yang dilakukan oleh sekelompok individu dalam lingkup komunitas religi.


(16)

Kenyataan ini sehingga menunculkan kesadaran untuk memilih kembali atau hijrah dari satu bentuk kehidupan menjadi bentuk kehidupan yang diisi oleh beragam kegiatan ibadah.

Kegiatan “Suluk” atau tarekat ini dilatarbelakangi oleh perjalanan sejarah panjang perkembangan agama Islam. Kegiatan ini muncul sebagai bentuk kelanjutan kegiatan sufi terdahulu. Hal ini dapat diketahui dari silsilah tarekat yang selalu menghubungkan garis silsilah dengan nama pendiri dan tokoh sufistik yang telah ada sebelumnya yang lazim terjadi pada beberapa bentuk tarekat.

Tarekat Naqsabandiyah muncul di Indonesia sebelum kedatangan bangsa kolonial, walaupun kegiatan tarekat ini kemungkinan berbeda dengan kegiatan tarekat pada masa sekarang ini, dalam tulisan Van Bruinessen (1996:34) dijelaskan bahwa literatur mengeni tarekat yang terdapat di Indonesia terdapat pada tulisan Syekh Yusuf Makasar (1926-1969).

Tulisan Suherman (2011:5) yang mengkaji mengenai kegiatan tradisi religi tarekat menuliskan bahwa kegiatan tradisi religi suluk yang kemudian berkembang dan dikenal dengan istilah tarekat Naqsabandiyah saat ini didirikan oleh Muhammad Bahaudin al Naqsyaband al Awisi al-Bukhari, yang dalam perkembangannya tarekat ini menyebar ke beragam wilayah, seperti Turki, India dan Indonesia dengan menggunakan nama baru yang menyertakan nama pendiri di kawasan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian memegang peranan yang penting, karena menentukan arah penelitian yang dilakukan. Hal ini berlaku dalam


(17)

penulisan tentang “Suluk; studi etnografi tentang kegiatan religi di Babussalam”, yang bertujuan untuk melihat bentuk kegiatan religi dan ketertarikan dalam melakukan kegiatan religi “Suluk” dan hal lain yang terikat dengan hal tersebut.

Suluk secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk beragam kegiatan melakukan ibadah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam tradisi tarekat hal ini lazim dilakukan sebagai suatu wadah mendekatkan diri kepada Tuhan dan sebagai cara mendapatkan balasan (pahala) yang nantinya menentukan posisi seorang manusia di akhirat, untuk mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan pada beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Apa motivasi seseorang mengikuti Suluk ? 2. Apa dan bagaimana kegiatan Suluk dilakukan ? 3. Bagaimana kondisi Suluk pada saat sekarang ini ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang hendak dicapai dan manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi tujuan dan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai sebentuk tulisan ilmiah yang bermaksud untuk dapat menghadirkan suasana dan gambaran mengenai kegiatan suluk secara utuh dan menyeluruh.

Tujuan selanjutnya dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk melihat secara keseluruhan kegiatan suluk, hal ini ditujukan untuk melihat suluk


(18)

sebagai bentuk ritual religi yang diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu bentuk studi antropologis.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum dan agama Islam pada khususnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian dan hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskripsi tentang kegiatan suluk dan keterkaitannya sebagai bentuk tradisi religi yang ada ditengah-tengah masyarakat, selain itu untuk mendapatkan gambaran tentang suluk pada masyarakat secara utuh, penelitian ini melihat suluk sebagai suatu ekspresi religi yang memiliki nilai ritual dalam lingkup kehidupan beragama dan beribadah. Penelitian tentang suluk ini juga bermanfaat sebagai suatu yang penting, menarik dan berguna untuk mengetahui tradisi religi berupa suluk tersebut.

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

 Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi penambah khasanah penelitian bidang antropologi.

 Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan evaluasi terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai kegiatan tradisi religi berupa suluk.

1.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Babussalam yang berada di daerah Langkat Sumatera Utara. Daerah yang bernama "Babussalam" atau "Besilam" ini di


(19)

bangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf seorang murid tarekat Almarhum Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam yaitu Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu.

Pemilihan lokasi ini didasarkan beberapa hal, yaitu :

1. Adanya bentuk kegiatan tradisi religi suluk diwilayah tersebut, 2. Terdapat individu ataupun kelompok yang mengikuti kegiatan suluk, 3. Pada kenyataannya lokasi tersebut merupakan pusat penyebaran kegiatan tarekat di Indonesia,

4. Satu diantara kegiatan suluk yang masih bertahan dan dilakukan hingga saat ini.

1.5 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka sangat penting dalam menentukan jalannya suatu penelitian, walaupun tinjauan pustaka adalah suatu usaha untuk membatasi penelitian yang akan dilakukan tidak keluar dari maksud penelitian. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini disusun secara sistematis agar secara runut dan teratur dideskripsikan untuk menjalankan penelitian.

1.5.1 Kebudayaan

Kebudayaan seperti dideskripsikan oleh Koentjaraningrat (1980:193) adalah : keseluruhan sistem gagasan atau ide, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia melalui proses belajar. Bergerak dari deskripsi kebudayaan ini, maka suluk dapat


(20)

dikatakan sebagai hasil karya manusia, untuk menjadikan sebagai suatu hasil karya manusia diperlukan adanya proses penyampaian hasil karya tersebut kepada generasi selanjutnya, proses transmisi ini meliputi cara pandang, cara pembuatan maupun penggunaan yang dapat diperoleh melalui tiga wujud kebudayaan yang secara singkat dituliskan oleh Koentjaraningrat (1980:201-203) sebagai berikut, yaitu : wujud ide/gagasan, wujud sistem sosial serta wujud kebudayaan fisik.

1.5.2 Tarekat dan Suluk

Pada masa awal perkembangan Islam, tarekat masih belum muncul. Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. pada masa awal Islam dilaksanakan secara murni. Ketika Nabi wafat para sahabat dan tabi'in masih tetap menjaga kemurnian ajaran Islam pada masa itu, sehingga amalan ibadah para sahabat dan tabi'in disebut salaf al-saleh.3

Pada abad pertama Hijriyah4

3

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 6.

mulai muncul perbincangan mengenai teologi, abad kedua Hijriyah muncul tasawwuf, dan menyebar ke berbagai daerah yang akhirnya tasawwuf mempunyai warna yang berbeda sesuai dengan pengaruh yang mewarnai pada saat itu, ada yang bermodel filsafat dan akhlak. Sesudah abad kedua Hijriyah gologan sufi mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, dan kemudian para sufi membedakan tentang shari'ah,tariqah, haqiqat, dan ma'rifat. Menurut para sufi shari'ah untuk memperbaiki amalan-amalan lahir, tariqah untuk memperbaki amalan-amalan batin (hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib, sedangkan

4

Sistem penanggalan dalam tradisi Islam yang dimulai ketika terjadi peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Dari Mekah menuju Madinah (Wikipedia,


(21)

ma'rifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya. Orang yang sampai pada maqam (tingkatan/tahapan) ma'rifat itu disebut wali dan mempunyai kemampuan luar biasa yang ia miliki, kemampuan itu disebut karomah atau supranatural, sehingga terkadang ada kejadian-kejadian pada dirinya yang tidak bisa dijangkau oleh akal sehat5

Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah waktu itu muncullah tarekat sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Ini ditandai dengan adanya silsilah tarekat yang selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi, seperti Tarekat Qadiriyah yang dikembangkan oleh Syaikh Abdul Qodir Jailani, Tarekat Syadzaliyah dikaitkan dengan pendirinya yaitu Abu al-Hasan al-Shadhili, begitu juga dengan Tarekat Naqsyabandiyah yang dinisbatkan kepada Baha al-Din al-Naqsyabandi yang lahir pada abad ke 8 tepatnya 717 H./1318 M. dan meninggal pada tahun 791 H./1389 M

.

6

Dalam perjalanannya, Tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat Muslim. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Dan untuk di Indonesia pertama kali yang membawa Tarekat Naqsyabandiyah adalah Syaik Yusuf al-Makassari (1626-1699)

.

7

dengan bukti dialah yang menulis silsilah Tarekat Naqsyabandiyah dalam kitab Safinah al-Najah8

5

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah, hlm. 6

6

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia.

7

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 34.

8


(22)

Dalam sejarahnya, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia mengalami pasang surut sebagaimana yang dinyatakan oleh Van Bruinessen (1996) bahwa kecaman terhadap Tarekat Naqsyabandiyah sebagai ajaran bid'ah.

Pertama, sekitar tahun 1852 kaum pembaru yang mempunyai posisi di Makkah seperti Salim ibnu Samir dan Sayyid Usman yang mengkritik para syehk-syekh an-Naqsyabandi yang dikatakan sebagai “guru-guru gadungan9” selanjutnya kaum yang dianggap pembaharu tambah semakin gencar melakukan serangan-serangan terhadap Tarekat Naqsyabandiyah. Mereka mengutuk ajaran-ajaran dan amalan-amalan yang utama dalam Tarekat Naqsyabandiyah sebagai bid'ah dan syirik. Serangan utama menurut Martin datang dari Ahmad Khatib (1852-1915), seorang ulama Minangkabau yang mukim di Makkah, ia dikenal sebagai orang yang dahsyat kritikannya terhadap adat matrelinial sukunya sendiri10

Ahmad Khatib bahkan berpendapat ajaran khusus yang diturunkan oleh Nabi Muhammad kepada Abu Bakar, dan terus turun termurun melalui rantai guru tarakat tidak dapat dipercaya, karena hal seperti itu katanya tidak dipernah disebut dalam sumber lain kecuali kitab-kitab Nasyabandiyah sendiri. Kemudian ia membahas bahwa berbagai amalan Naqsyabandiyah seperti: dhikir lata'if , suluk (khalwat), khatmi khawjgan, dan rabithah bi al-shaikh, tidak ada dasarnya pada apa yang diamalkan Nabi dan para Sahabat, sehingga amalan-amalan itu merupakan bentuk bid'ah

.

11

Tidak lama setelah agitasi Ahmad Khatib, kaum pembaharu dari al-Azhar .

9

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, hlm. 110.

10

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, hlm. 111.

11


(23)

mulai menyebar di Indonesia, sehingga pengaruh tarekat betul-betul terdesak. Organisasi pembaharu seperti Muhammadiyah (1912) yang begitu kuat berada dibawah pengaruh pikiran-pikiran Muhammad Abduh, dan juga al-Irsyad (1913) dengan tegas menentang tarekat. Puncaknya yaitu pada tahun 1924 di mana Makkah sebagai pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ditaklukkan oleh Abd al-Aziz ibn Saud dan dikuasai oleh golongan Wahabi yang anti terhadap tarekat12

Pada masa awal perkembangan Islam, tarekat masih belum muncul, ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. pada masa awal Islam dilaksanakan secara murni. Ketika Nabi wafat para sahabat dan tabi'in masih tetap menjaga kemurnian ajaran Islam pada masa itu, sehingga amalan ibadah para sahabat dan tabi'in disebut salaf al-saleh.

.

13

Pada abad pertama Hijriyah14

Keterdesakan ajaran tarekat akibat kritikan dari kaum pembaharu menyebabkan guru-guru dari berbagai aliran tarekat mempersatukan diri, dan membetuk organisasi-organisasi Muslim tradisionalis sebagai tanggapan terhadap kaum pembaharu, tidak lama kamudian lahirlah NU pada tahun (1926) yang mempunyai basis utama di Jawa dan PERTI (1928) yang mempunyai basis di Minangkabau. Melalui organisasi NU dan PERTI di Indonesia sampai sekarang mulai muncul perbincangan mengenai teologi, abad kedua Hijriyah muncul tasawwuf, dan menyebar ke berbagai daerah yang akhirnya tasawwuf mempunyai warna yang berbeda sesuai dengan pengaruh yang mewarnai pada saat itu, dimana ada yang bermodel filsafat dan akhlak.

12

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, hlm. 117.

13

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 6.

14

Sistem penanggalan dalam tradisi Islam yang dimulai ketika terjadi peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Dari Mekah menuju Madinah.


(24)

ajaran Tarekat Naqsyabandiyah masih tetap bertahan dan menjadi wahana penyebarluasan tarekat15

15

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, hlm. 116

.

Suluk sebagaimana didefinisikan oleh Bakar (1980:65) diartikan oleh sebahagian ulama sebagai jalan atau metode untuk melaksanakan segala bentuk ibadah dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhannya dan merupakan suatu tradisi dalam kehidupan tarekat, lebih lanjut Zahri (1976:251) memberi penjelasan bahwa suluk merupakan suatu tradisi dalam lingkup tarekat dengan jalan mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk (mazmumah), baik dari bentuk maksiat batin maupun bentuk maksiat lahir dan mengisinya dengan sifat yang terpuji (mahmuda) melalui taat secara lahir batin.

Istilah suluk dalam terminologi bahasa Arab bermakna sebagai perjalanan, dengan kata kerja “salaka”, satu diantara makna kata kerja tersebut adalah menempuhi (perjalanan). Penggunaan kata-kata tersebut dapat dijumpai dalam penggunaannya dalam Alquran maupun hadits, satu diantaranya terdapat dalam surat Taha ayat 53 yang berbunyi “... wa salaka lakum fiha subuulaa ...”. Orang yang melakukan perjalanan dinamakan sebagai “salik”, dalam tradisi tasawwuf, istilah ini dimaksudkan juga sebagai bentuk perjalanan rohani (taqarrub) mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam kegiatan suluk, biasanya seseorang akan melakukan pengasingan diri dari masyarakat (uzlah), yang bermula dari tradisi Islam, yaitu ketika Rasulullah S.A.W. Mengasingkan diri ke gua Hira' sebelum turunnya wahyu pertama.


(25)

Kegiatan suluk bukanlah suatu kegiatan untuk sekedar mendapatkan nikmat duniawi dan akhirat ataupun memperoleh limpahan karunia Allah tetapi bertujuan untuk Allah S.W.T. Semata. Bahwa melalui jalan suluk, maka semua pelajaran-pelajaran yang dipelajari dari ilmu tasawwuf atau tarekat dengan izin Allah S.W.T akan di karuniakan, oleh sebab itu bagi mereka yang sudah memasuki tarekat Naqsabandiyah maka suluk merupakan bagian terpenting dan bahkan merasa wajib untuk melakukannya. Hal ini didasarkan pada dalil yang terdapat dalam surat An Nahl ayat 69 yang memiliki arti “tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)”.

Secara umum, mereka yang berada dalam kegiatan tarekat memiliki pandangan dan anggapan bahwa menempuh jalan kepada Tuhan yaitu melalui jalan suluk, maka ahli tarekat dan tasawwuf berkesimpulan bahwa suluk

merupakan jalan untuk merasa yakin dan sampai kepada Tuhan.

Jalaluddin (1971:143) memberi arti suluk sebagai perjalanan yang ditentukan bagi orang-orang yang mencari Allah S.W.T dengan melalui beragam batas-batas dan tingkatan tertentu hingga sampai pada tujuan yang sebenarnya yaitu liqa' bi allah (berjumpa dengan Allah S.W.T).

1.5.3 Tradisi

Mengutip Esten (1993:11) yang mengatakan bahwa tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan. Didalam tradisi telah terdapat pengaturan tentang bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lainnya, bagaimana manusia bertingkah laku


(26)

terhadap lingkungannya, dan bagaimana manusia berlaku dengan alam yang lain.

Tradisi merunut pada Sztompka (2007:74-76) membagi tradisi dalam beberapa fungsi, yaitu :

1. Ketentuan secara turun-temurun yang didalamnya terdapat kesadaran, keyakinan, norma, dan nilai yang dianut saat ini,

2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada agar mengikat bagi anggotanya,

3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok,

4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan kehidupan modern.

1.5.4 Psikologi

Aspek psikologis dalam penelitian ini nantinya akan melihat beragam alasan yang menjadi dasar seseorang untuk mengikuti kegiatan suluk. Untuk itu mengutip pendapat dari James (Argyle, 2009:39) yang mengatakan bahwa terdapat empat hal mendasar dari pengalaman-pengalaman religius yang menuntun seseorang untuk mengikuti kegiatan suluk, yaitu :

“1. ineffability, i.e. they can’t be expressed in words, 2. Noetic quality, i.e. they are experienced as authoritative sources of knowledge, 3. transiency, i.e. they last a short time but leave a lasting impression, 4. passivity, i.e. there is a sense of being controlled by the Other.”

“1. ineffability, yang berarti mereka tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, 2. kualitas niskala, yaitu mereka dianggap sebagai sumber otoritatif pengetahuan, 3. kefanaan, yaitu mereka meninggalkan sesuatu berlangsung dalam waktu singkat, namun


(27)

memiliki kesan abadi, 4. pasif, yaitu itu adalah perasaan yang dikendalikan oleh yang lain.”

Pendapat James (Argyle, 2009:39) tersebut dalam konteks kegiatan suluk

memberikan gambaran bahwa terdapat keadaan dimana kegiatan suluk tidak dapat dijelaskan dalam bentuk kata-kata karena terkait dengan hubungan antara manusia dan penciptaNya, dan keadaan berlangsung dalam waktu yang lama (abadi) dikarenakan hubungan antara manusia dan penciptaNya yang berkaitan dengan hari akhir. Keadaan pasif dimana perasaan dikendalikan oleh yang lain merupakan suatu kondisi dimana peserta suluk mengucap beberapa bentuk dzikir sebagai bagian dari mengingat Allah S.W.T dan menjadikannya sebagai bentuk keterikatan yang mengendalikan.

Pendapat mengenai pengalaman-pengalaman religius yang diungkapkan oleh William James sejalan dengan pendapat dari Ali (1971:4) yang mengatakan :

“Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan subyektif, juga sangat individualistik ... Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama ... maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu ... Alasan ketiga, bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu.”

Selain hal tersebut, teori yang dikemukakan oleh J.G. Frazer dalam bukunya The Golden Bough jilid I seperti ditulis oleh Koentjaraningrat (196–197), ia mengatakan bahwa manusia memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan manusia terbatas. Makin maju kebudayaannya, makin luas batas akal itu. Dalam banyak


(28)

kebudayaan batas akal manusia masih sangat sempit. Soal-soal hidup yang tidak dapat mereka pecahkan dengan akal, dipecahkan dengan magic, atau ilmu gaib.

Menurut Frazer, ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan masalah-masaah hidup yang berada di luar jangkauan akal dan pengetahuannya. Ketika mereka menyadari bahwa ilmu gaib tidak bermanfaat bagi mereka, mulailah timbul kepercayaan bahwa alam dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa, dengan siapa manusia kemudian mulai mencari hubungan, sehingga timbullah religi.

Melengkapi pendapat-pendapat sebelumnya, kutipan dari Berger (1967:87) yang mengatakan :

“one of the essential qualities of the sacred, as encountered in (religious experience), is otherness, its manifestation as something totaliter aliter as compared to ordinary, profane human life.”

“salah satu kualitas penting yang sakral, seperti ditemui dalam (pengalaman religius), adalah liyan, manifestasinya sebagai sesuatu aliter totaliter seperti dibandingkan dengan kehidupan manusia duniawi biasa.”

Pendapat Berger tersebut membawa seseorang dalam pengalaman religius menjadi seseorang yang lain dan berbeda dengan kehidupan religius manusia pada umumnya. Dalam konteks ini, pengalaman religius yang membawa seseorang menjadi lain dan berbeda dibandingkan dengan pengalaman religius kehidupan manusia pada umumnya merupakan bentuk kehidupan suluk yang mengasingkan diri untuk mengingat Allah S.W.T dalam setiap aspek kehidupan.


(29)

1.6.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai kegiatan tradisi religi suluk, selain melihat suluk sebagai suatu jenis ekspresi tradisi religi, juga akan melihat suluk sebagai suatu keseluruhan, hal ini sejalan dengan Goodenough (1970:101) :

“When I speak of describing a culture, then formulating a set of standards that will meet this critical test is what I have in mind. There are many other things, too, that we anthropologists wish to know and try to describe. We have often reffered to these other things as culture, also consequently.”

“Ketika berbicara tentang deskripsi budaya, kemudian mengembangkan serangkaian standar yang akan memenuhi pengujian penting apa yang saya miliki dalam pikiran. Ada juga banyak hal lain yang kita tahu dan antropolog ingin mencoba untuk menjelaskan. Karenanya juga, kita sering dirujuk ke hal-hal lain seperti budaya.”

Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi teoritik dalam bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara memainkan, cara-cara pandang, ataupun ungkapan-ungkapan emosi dari masyarakat yang diteliti mengenai suluk justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan bentuk penelitian lapangan yang bersifat deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif melalui serangkaian alur proses observasi atau pengamatan (terlibat dan tidak-terlibat) yang tergantung pada kondisi di lapangan penelitian, dan proses wawancara (bebas) yang berusaha menggali informasi secara lebih dalam kepada informan penelitian serta studi literatur yang berkaitan dengan arah penelitian ini.


(30)

mengungkapkan mengenai metode tersebut, bahwa :

“An ethnography, if it is to reflect this complexity, cannot limit itself to a single event or a single perspective, be it that of the host or even of the observer. Of necessity it is a reconstruction of various perspectives of different participants, and of various related events.”

“Etnografi, jika untuk mencerminkan kompleksitas ini, tidak bisa membatasi diri pada bentuk tunggal atau perspektif tunggal, bisa jadi tuan rumah atau bahkan pengamat. Kebutuhan itu adalah rekonstruksi berbagai perspektif peserta yang berbeda, dan berbagai peristiwa terkait.”

Metode etnografi dalam penelitian bertujuan untuk mendapatkan beragam perspektif dari proses partisipasi yang berbeda dan beragam hubungan lainnya. Selain itu, Cerwonka (2007) juga menambahkan bahwa etnografi merupakan :

“Ethnography as a means of producing nontotalizing theoretical insights about interconnected contemporary, local practices and global processes.”

“Etnografi sebagai sarana memproduksi wawasan teoritis yang tak terjumlahkan yang saling berkaitan dengan kontemporer, praktek lokal dan proses-proses global.”

Etnografi sebagai metode oleh Marcus (1986:20) dibagi pada dua bagian, yaitu :

“One is the capturing of cultural diversity, mainly among tribal and non-Western peoples, in the now uncertain tradition of anthropology's nineteenth-century project. The other is a cultural critique of ourselves, often underplayed in the past, but having today a renewed potential for development.”

“Salah satunya adalah menangkap keragaman budaya, terutama di kalangan suku-suku asli dan non-Barat, dalam tradisi sekarang pasti proyek abad kesembilan belas antropologi. Yang lainnya adalah kritik budaya sendiri, sering meremehkan di masa lalu, tetapi memiliki potensi baru untuk pengembangan.”


(31)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal mendeskripsikan tentang suluk, maka dilakukan penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode etnografi dengan pendekatan observasi atau pengamatan dan wawancara.

Metode etnografi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kerja lapangan dengan pendekatan observasi partisipasi sebagai jalan untuk mendapatkan data lapangan yang valid, hal ini diungkapkan oleh Van Maanen (1996:263-265) sebagai berikut :

“When used as a method, ethnography typically refers to fieldwork (alternatively, participant-observation) conducted by a single investigator who 'lives with and lives like' those who are studied, usually for a year or more.”

“Ketika digunakan sebagai sebuah metode, etnografi biasanya mengacu pada kerja lapangan (alternatif, peserta observasi) yang dilakukan oleh penyidik tunggal yang 'tinggal bersama dan hidup seperti' mereka yang dipelajari, biasanya selama satu tahun atau lebih.”

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu :

Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil


(32)

wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, karena itu di perlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Bentuk pengamatan langsung memberikan akses terhadap informasi penelitian melalui keterlibatan penulis dalam suatu kegiatan yang berlangsung dan hal ini menjadikan peneliti memiliki keterikatan terhadap subjek penelitian.

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu : observasi dan wawancara. Observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian.

Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Jackson (1987:63) mendefinisikan observasi atau pengamatan sebagai : “Observation is when you're outside what's going on and watching other people do it, or you're watching what other people have done.”

“Observasi adalah ketika Anda berada di luar apa yang terjadi dan menonton orang lain melakukannya, atau Anda sedang menonton apa yang orang lain telah dilakukan.”

Pendapat Jackson memberikan batas dalam kegiatan observasi sebagai suatu bentuk pengamatan dari luar terhadap yang diamati, sedangkan dalam bentuk pengamatan partisipasi, Jackson (1987:63) memberikan definisi mengenai


(33)

partisipasi sebagai “participant-observation means you're somehow involved in the events going on, you're inside them. (peserta-observasi berarti anda bagaimana terlibat dalam peristiwa yang terjadi, dan berada di dalam kehidupan mereka).”

Bentuk pengamatan langsung memberikan akses terhadap informasi penelitian melalui keterlibatan penulis dalam suatu kegiatan yang berlangsung dan hal ini menjadikan peneliti memiliki keterikatan terhadap subjek penelitian.

Observasi secara non-partisipasi dan partisipasi merupakan bentuk dari kerja lapangan untuk mendapatkan informasi yang mendukung jalannya suatu penelitian. Kutipan dari Emerson (1995:1-2) memberi penekanan terhadap kerja lapangan seorang etnografer sebagai :

“Ethnographers are committed to going out and getting close to the activities and everyday experiences of other people. "Getting close" minimally requires physical and social proximity to the daily rounds of people's lives and activities; the field researcher must be able to take up positions in the midst of the key sites and scenes of other's lives in order to observe and understand them.” “Etnografer berkomitmen untuk pergi keluar dan semakin dekat dengan kegiatan dan pengalaman sehari-hari orang lain. "Mendapatkan kedekatan" minimal membutuhkan kedekatan fisik dan sosial untuk putaran harian kehidupan masyarakat dan kegiatan, peneliti lapangan harus mampu mengambil posisi di tengah-tengah situs kunci dan adegan kehidupan lain untuk mengamati dan memahami mereka.”

Sehingga kerja etnografi yang nantinya dilakukan merupakan suatu proses melakukan pendekatan melalui keterlibatan pada bentuk kehidupan. Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi) observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan


(34)

memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini akan dilakukan, hal ini tidak tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk Langkat, observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik karena sebelumnya telah dilakukan pra-penelitian dan peneliti telah membangun rapport yang baik. Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera dan video kamera untuk mempublikasikan hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan adanya kamera dan video kamera dapat memudahkan peneliti untuk menggambarkan keadaan dari masyarakat tempat penelitian berlangsung.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disini adalah para individu pengikut kegiatan tradisi religi suluk dan sebagai informan utama, para tokoh-tokoh adat dan masyarakat lainnya sebagai informan biasa. Para individu pengikut kegiatan tarekat maupun suluk adalah mereka yang secara luas mengetahui seluk beluk tentang suluk tersebut secara menyeluruh, selain para individu yang mengikuti kegiatan tarekat maupun suluk

tersebut tokoh-tokoh adat dan masyarakat dikategorikan sebagai informan untuk memperoleh pengetahuan masyarakat luas tentang suluk. Besar kecilnya jumlah


(35)

informan tergantung pada data yang diperoleh di lapangan.

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi para individu yang mengikuti kegiatan tarekat ataupun suluk yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang sejarah, asal-usul yang terdapat pada kegiatan suluk. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah, asal-usul suluk tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau langsung dengan informan pangkal, informan utama maupun informan biasa dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape recoder serta video kamera yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan wawancara serta sebagai bahan video lapangan etnografi.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini adalah :


(36)

Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya, dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini.

1.6.3 Catatan Lapangan

Penelitian skripsi ini saya lakukan dalam kurun waktu yang singkat, yaitu sekitar tiga bulan namun hal itu tidak serta-merta menjadikan penulisan skripsi ini asal-asalan melainkan saya berusaha untuk memberikan hasil yang baik.

Catatan lapangan penelitian saya bermula awal dari penelitian yang saya lakukan di Desa Besilam – Babussalam, Kabupaten Langkat ini didasarkan oleh keingintahuan saya secara pribadi mengenai kegiatan suluk yang diikuti oleh beragam individu lintas umur, latar belakang kehidupan dan juga motivasi untuk mengikutinya, selain itu secara umum juga dapat diketahui bahwa kegiatan suluk

ataupun tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam sudah menjadi ikon dalam kehidupan masyarakat Langkat secara luas.

Memulai kegiatan penelitian mengenai suluk ini saya lakukan setelah mendapatkan surat keterangan penelitian dari pihak Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sumatera Utara (FISIP-USU). Berbekal surat izin penelitian itu saya kemudian berangkat menuju Desa Besilam untuk mulai mencari data, walaupun sebelumnya saya juga telah melakukan observasi terlebih dahulu.

Keberangkatan saya menuju Desa Besilam dimulai dari terminal Pinang Baris, dimana saya menumpang kendaraan umum dengan trayek (tujuan) Medan –


(37)

Tanjung Pura bernama Timur Taxi atau biasa disebut orang sebagai “Timtax”, walaupun ada juga kendaraan umum lainnya yang melayani tujuan serupa, yaitu KPUB.

Jarak antara Kota Medan dengan lokasi penelitian saya di Desa Besilam, Padang Tualang – Langkat kurang lebih 65 Kilometer yang dapat ditempuh dengan menggunakan kenderaan umum dalam waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Sepanjang perjalanan tersebut melintasi beberapa kota besar di sekitar Kota Medan, seperti Kota Binjai, Stabat dan Tanjung Pura. Kota yang dilintasi selama perjalanan penelitian ini memberikan gambaran mengenai kehidupan masyarakat Melayu yang tersebar di sepanjang Pulau Sumatera.

Kendaraan umum yang saya saya tumpangi berhenti di Simpang Padang Tualang, yaitu daerah paling ujung yang dilayani oleh kenderaan umum dari Kota Medan. Untuk dapat mencapai lokasi penelitian, saya akhirnya memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum becak mesin.

Setelah melalui negosiasi yang panjang dengan tukang becak akhirnya didapatkan kesepakatan harga yaitu 15 ribu rupiah untuk dapat sampai ke Desa Besilam dari Simpang Padang Tualang. Perjalanan selama kurang lebih 15 menit tersebut diisi dengan pemandangan kebun Rambung yang terhampar luas sepanjang sisi kanan dan kiri jalan serta diselingi beberapa desa yang tampak dari jalan.

Selain dapat menggunakan becak mesin, untuk dapat mencapai Desa Besilam dari Simpang Padang Tualang dapat juga dicapai dengan menggunakan


(38)

kurang lebih sama dengan ongkos menggunakan becak mesin.

Kurang lebih 15 menit perjalanan dari Simpang Padang Tualang akhirnya saya sampai di Desa Besilam dengan disambut oleh gapura yang bertuliskan selamat datang di Desa Besilam, hal pertama sekali yang saya lakukan begitu menjejakkan kaki di Desa Besilam adalah menjumpai Khalifah Khaliq yang merupakan pimpinan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam. Dalam perjumpaan saya dengan Khalifah Khaliq membicarakan mengenai izin penelitian dari beliau agar saya dapat melakukan penelitian di wilayah Desa Besilam atau tepatnya lokasi tarekat Naqsabandiyah.

Pertemuan itu akhirnya menghasilkan izin bagi diri saya pribadi untuk dapat melakukan penelitian, setelah mendapatkan izin tersebut selanjutnya saya melakukan perjalanan menuju rumah Kepala Desa untuk mendapatkan izin penelitian juga. Akhirnya saya diterima oleh Bapak Ibnu Nasyith seorang kepala desa yang ramah dan mengizinkan saya untuk dapat melakukan penelitian.

Secara singkat saya diberikan izin penelitian di Desa Besilam selain dikarenakan status sebagai seorang mahasiswa yang sedang melakukan tugas akhir juga kedekatan saya secara pribadi dengan kedua orang tersebut dikarenakan saya juga tercatat sebagai penduduk di Desa Besilam.

Keesokan harinya saya memulai tugas penelitian saya dengan mendatangi kembali pondok tarekat Naqsabandiyah, awalnya ada rasa kurang berani untuk mewawancarai karena setauku agak susah untuk mewawancarai mengenai suluk


(39)

sendirinya karena mereka membalas percakapan dengan baik.

Di lokasi tarekat Naqsabandiyah Besilam ini terdapat pondok-pondok untuk mengikuti kegiatan suluk yang dibagi atas dua bagian besar, yaitu bagian untuk laki-laki dan bagian untuk perempuan yang terpisah. Kembali pada proses wawancara dengan peserta suluk, terdapat kesulitan untuk membongkar pengalaman para pelaku suluk hal ini disebabkan mereka merasa bahwa bercerita tentang masa lalu merupakan suatu hal yang tidak perlu diingat kembali, kupikir mungkin hal ini lazim mengingat ada beragam alasan bagi mereka hingga akhirnya memutuskan mengikuti kegiatan suluk.

Dalam proses wawancara dengan peserta suluk terdapat beragam alasan mengapa dan apa yang terjadi kemudian setelah mengikuti kegiatan suluk ini, ada salah seorang ibu yang kutanya “ibu kan pernah ikut suluk, terus apalah alasan ibu ikut suluk ?, terus setelah ikut suluk apalah kira-kira yang berubah ?”, lalu si ibu itu berkata “iya, memang pernah aku ikut suluk tapi kalau tidak dari sini (sambil menunjuk jarinya kearah dada sebelah kiri) taklah pantas bicara suluk”. Pertanyaan yang kuajukan dan pemilihan atas diri ibu itu kudasarkan pada sisi usia dan aku juga berfikir bahwa mungkin perempuan (ibu) lebih terbuka untuk berbicara namun ternyata hasilnya lain dari yang kupikirkan.

Percakapan tersebut memberikan gambaran pada diriku dan penelitian yang akan lakukan bahwa ada kedekatan secara emosi dan spiritual dalam diri peserta suluk sehingganya mereka menutup diri ketika ditanyakan secara langsung, walaupun terdapat pecahan-pecahan informasi mengenai suluk dalam


(40)

beberapa judul buku yang dijajakan disekitar lokasi tarekat Naqsabandiyah Besilam.

Proses wawancara dan observasi untuk memperoleh data penelitian membuat-ku lebih semangat menulis skripsi ini. Mungkin ini yang dikatakan antropolog-antropolog barat bahwa penelitian yang memiliki balasan positif akan menjadi candu bagi si peneliti itu untuk terus-menerus mengumpulkan pecahan-pecahan data tanpa henti dan terkadang yang tidak ada hubungannya pun dianggap layak masuk data juga.

Penyusunan data-data yang aku peroleh dari informan baik itu informan kunci dan informan pendukung sangat dimudahkan karena jawaban mereka atas pertanyaan-ku sangat mudah dimengerti. Pertemuan demi pertemuan dengan para individu-individu (informan) tersebut telah membangun sebuah konstruksi informasi yang nantinya akan disusun kembali kedalam bentuk penulisan

skripsi-ku ini.

1.6.4 Analisis Data

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh dilapangan. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara.

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu pandangan mengenai penulis untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh dilapangan.


(41)

Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara.

Analisis data merupakan proses lanjutan dari bentuk catatan lapangan sebagaimana ditulis oleh Emerson (1995:4-5) sebagai :

“Fieldnotes are accounts describing experiences and observations the researcher has made while participating in an intense and involved manner.”

“Catatan lapangan adalah bentuk menggambarkan pengalaman dan pengamatan peneliti telah membuat saat turut berpartisipasi secara intens dan melibatkan”

Langkah selanjutnya data-data ini akan dianalisa secara kualitatif melalui teknik taxonomy data, sehingga data yang diperoleh akan dikategorikan berdasarkan jenisnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian


(42)

BAB II

LETAK DAN LOKASI PENELITIAN

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Besilam adalah sebuah perkampungan yang terletak di wilayah Sumatera Utara lebih tepatnya di daerah Kabupaten Langkat, Kecamatan Padang Tualang, sekitar 65 km dari kota Medan.

Gambar 1

Tugu Pintu Masuk Desa Babussallam (Sumber: Penulis)

Secara etimologis, "Besilam" berarti pintu kesejahteraan. Kampung ini pertama sekali dibangun oleh Almarhum Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Ia adalah seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah. Di desa ini terdapat makam Syekh Abdul Wahab Rokan yang dikenal juga dengan Syekh Besilam yang merupakan


(43)

murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah.

Gambar 2

Makam Syekh Abdul Wahab Rokan (Sumber: Penulis)

Gambar 3

Mesjid (Madrasah) Didesa Besilam


(44)

Mengutip Said (1976:54) mengatakan bahwa :

“Kata-kata “Babussalam” berasal dari bahasa Arab, terdiri dari dua buah kata, yaitu “Bab” dan “Salam”. “Bab” artinya “pintu” dan “Salam” artinya “keselamatan” dan “kesejahteraan”. Mungkin dinamakannya tempat itu dengan “Babussalam”, semoga penduduknya beroleh kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat. Atau karena teringat kepada salah satu pintu Masjidil Haram, Mekah, yang acapkali dilalui beliau. Belakangan daerah ini terkenal dengan sebutan “Kampung Besilam.”

Tampak sekilas, Desa Besilam mirip dengan sebuah pesantren yang terpencil, teduh, asri dan damai. Terlihat ada Mesjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung disebelah masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung serta beberapa bangunan tambahan lainnya.

Gambar 4 Lokasi Kegiatan Suluk

(Sumber : Penulis)


(45)

Para pengikut Tarekat Naqsabandiyah (Sumber : Penulis)

Selain terdapat makam beliau, dikampung ini juga merupakan pusat penyebaran Tharikat Naqsybandiah Babussalam yang sekarang dipimpin oleh tuan Guru Syekh H. Hasyim Al-Syarwani atau lebih dikenal Tuan Guru Hasyim.

Nama lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 19 Rabiulakhir 1230 H/28 September 1811 M). Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jum'at, 21 Jamadilawal 1345 H/27 Desember 1926 M.

Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang 'abid dan cukup terkemuka pada saat itu, sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M.

Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama "Babussalam" atau "Besilam" ini dibangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya.

Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang


(46)

ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut, enam buah diantaranya diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya'ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal dan Khutbah Dzulqa'dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jum'at, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam dan Khutbah Dosa Sosial.

Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan.

Walaupun Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem kolonialisme. Ia mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu dengan H.O.S. Tjokroaminoto dan mendirikan cabang Syarikat Islam di Babussalam di bawah pimpinan H. Idris Kelantan. Nama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan sendiri tercantum sebagai penasihat organisasi.

Beliau juga pernah ikut terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H. Konon menurut cerita dari pihak Belanda yang pada saat itu sempat mengambil fotonya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan


(47)

mampu terbang di angkasa, menyerang dengan gagah perkasa dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau meriam.

Sebagai seorang yang sangat dipuja pengikutnya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan cukup dikeramatkan oleh penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat tentang beliau yang cukup populer di kalangan masyarakat Langkat, diantaranya pada suatu masa pihak Belanda merasa curiga karena ia tidak pernah kekurangan uang. Lantas mereka menuduhnya telah membuat uang palsu. Ia merasa sangat tersinggung sehingga ia meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Sebagai informasi, pada saat itulah kesempatan beliau mengembangkan tarekat Naqsabandiyah di Malaysia. Selama kepergiannya itu, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij (sekarang Pertamina) di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan sekitar Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan kepada para penguasa Langkat. Akhirnya ia dijemput dan dimohon untuk menetap kembali di Babussalam. Setelah itu sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Kaum buruh dan nelayan senang sekali.

Sesudah beliau wafat, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke kuburnya. Bertepatan dengan hari wafat Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan diadakan acara haul besar peringatan wafat Tuan Guru Pertama, yakni pada tanggal 21 Jumadil Awal setiap tahunnya.

Pada saat acara inilah datang ribuan murid dan peziarah dari seluruh pelosok Asia dan Indonesia ke Besilam. Di hari pertama dan kedua haul, pada malam hari seusai salat Isya, para khalifah (sebutan pengikutnya) dan peziarah


(48)

melakukan dzikir di depan makam Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan. Peziarah datang ke sini selain untuk mengikuti acara dzikir bersama di makam Tuan Guru, juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru Besilam. Di saat ini pulalah desa Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis ke sana membawa ribuan wisatawan, khalifah dan peziarah.

2.2 Letak Geografis Besilam

Besilam yang terdapat di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara terletak diantara :

Lintang Utara 03041’28” – 030 54’48”

Bujur Timur 980 14’ 00” – 980 25’ 30”

Dengan batas-batas wilayah, yakni :

Sebelah Utara : Kecamatan Tanjung Pura dan Gebang Sebelah Selatan : Kecamatan Batang Serangan

Sebelah Barat : Kecamatan Sawit Seberang Sebelah Timur : Kecamatan Wampu dan Hinai

2.3 Komposisi Penduduk Besilam

Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat tahun 2013, didapati komposisi penduduk Desa Besilam adalah :

Tabel 1.

Komposisi Jumlah penduduk Desa Besilam


(49)

1 Dusun I. Tambusai 253 883

2 Dusun I. Hulu 328 1197

3 Dusun III. Jawa 185 598

4 Dusun IV. Tikungan 221 712

5 Dusun V. Batu X 110 443

6 Dusun V1. Pematang Duku 36 148

7 Dusun VII. Paluh 133 581

8 Dusun VIII. Lingkungan Tapah 45 192

9 Dusun IX. Air Hitam 74 319

TOTAL 1385 5073

Tabel 2.

Komposisi Masyarakat Desa Besilam Berdasarkan Suku

Desa/Kelurahan Melayu Karo Simalungun Madina Jawa Lainnya Total

Besilam 58.67 0.16 0.39 8.1 29.98 2.7 100

Sumber : Kabupaten Langkat dalam Angka Tahun 2013, BPS Kabupaten Langkat

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik didapatkan bahwa jumlah penduduk desa Besilam secara mayoritas berasal dari etnis Melayu dan kemudian disusul oleh etnik Jawa, dan etnik lainnya seperti Madina (Mandailing), Simalungun dan Karo turut menyertai pada komposisi masyarakat desa Besilam.

Komposisi masyarakat Desa Besilam menurut agama yang dianut beradasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat diperoleh data :

Tab el 3.

Komposisi Masyarakat Desa Besilam Berdasarkan Agama

Desa/Kelurahan Islam Katolik Protestan Hindu Budha Total

Besilam 99.78 0 0.22 0 0 100

Sumber : Kabupaten Langkat dalam Angka Tahun 2013, BPS Kabupaten Langkat

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa komposisi masyarakat Desa Besilam secara mayoritas beragam Islam walaupun terdapat juga anggota


(50)

masyarakat Desa Besilam yang menganut agama Kristen Protestan. Dalam kehidupan sehari-hari di Desa Besilam perbedaan keyakinan dan agama merupakan suatu hal yang lumrah, dimana perbedaan tersebut merupakan bentuk kehidupan yang multikultural dan saling menghormati diantara pemeluk agama.

2.4 Sejarah Kedatangan Tarekat di Desa Besilam

Kedatangan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam tidak terlepas dari sejarah kedatangan pemahaman tarekat di Indonesia, pada dahulunya menurut Weismann (2007:109-112) kehadiran tarekat di Indonesia dibawa oleh individu yang melanjutkan belajar agama Islam di Mekkah, selanjutnya individu-individu tersebut menyebarluaskan pemahaman mengenai tarekat di wilayah mereka masing-masing.

Dalam konteks Indonesia, mengutip Weismann (2007:110) yang menuliskan bahwa tokoh tarekat yang paling berpengaruh dalam proses perjalanan sejarahnya adalah Ismail Minangkabawi yang berasal dari Sumatera Barat yang kembali dari Mekkah ke Indonesia pada sekitar tahun 1850.

Kutipan dari Weismann (2007:111) menuliskan bahwa dalam waktu yang berdekatan dengan kedatangan Ismail Minangkabawi, di Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Langkat pada tahun 1883 telah didirikan pusat kegiatan tarekat oleh Abdul Wahab Rokan. Pusat kegiatan tarekat tersebut diberi nama Besilam yang berarti sebagai gerbang kedamaian, dan daerah Besilam merupakan kampung tarekat Naqsabandiyah satu-satunya yang ada di dunia dimana didalamnya terdapat sekolah, ruangan dzikir, ruangan untuk menyendiri dan makam pendiri


(51)

tarekat Naqsabandiyah yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan.

2.4.1 Syekh Abdul Wahab Rokan

Deskripsi mengenai pendiri kegiatan tarekat Naqsabandiyah di Besilam penting untuk dijelaskan karena dalam praktik suluk penting untuk mengetahui silsilah Tuan Guru yang nantinya dapat menjelaskan mengenai kegiatan suluk, ajaran suluk hingga pada pilihan untuk melakukan kegiatan suluk.

Menurut Said (1976:14) almarhum Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsabandi atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam (Besilam)”, adalah seorang pemimpin tarekat Naqsabandiyah dan juga sebagai tokoh perjuangan perintis kemerdekaan. Pada tahun 1869, dalam usia 58 tahun Syekh Abdul Wahab Rokan membangun sebuah kampung di wilayah Kubu yang diberi nama “Kampung Mesjid”.

Kampung yang didirikan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan ini kemudian dijadikan sebagai basis usaha dalam menyebarluaskan agama Islam ke daerah-daerah sekitarnya, seperti : Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Labuhan Batu, Dumai, Bengkalis, Pekanbaru bahkan sampai ke negeri seberang Malaysia.

Dalam perjalanan syiar agama yang dilakukan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan sampailah di daerah Langkat, kemudian di daerah Langkat ini Syekh Abdul Wahab Rokan diberi beberapa pilihan lokasi untuk membangun madrasah oleh Sultan Langkat. Beberapa pilihan tersebut tidak dianggap tidak sesuai oleh Syekh Abdul Wahab Rokan karena kondisinya yang ramai dan sibuk pada waktu itu.

Menurut cerita masyarakat Besilam, kemudian rombongan Syekh Abdul Wahab Rokan bersama Sultan Langkat menyusuri sungai Batang Serangan


(52)

menuju daerah hulu sungai, dalam perjalanan tersebut rombongan berhenti di sebuah tempat di seberang sungai Besilam. Syekh Abdul Wahab Rokan kemudian meminta kepada Sultan Musa Al Mua'azzamsyah untuk dapat menjadikan wilayah tersebut menjadi perkampungan dan Sultan Musa Al Mua'azzamsyah mengabulkan permintaan tersebut dengan mewakafkan wilayah itu kepada Syekh Abdul Wahab Rokan.

2.4.2 Silsilah Tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan

Dalam suatu pengajaran tarekat selain mempelajari ilmu agama juga penting untuk mengetahui silsilah “Tuan Guru”, hal ini dimaksudkan agar ilmu agama yang dipelajari merupakan ilmu agama yang diturunkan secara turun-temurun oleh “Tuang Guru”. Adapun silsilah tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan sebagaimana ditulis oleh Said (1976:106) adalah :

1. Nabi Muhammad S.A.W 2. Abu Bakar Shiddiq 3. Salman Al-Farisi

4. Qasim Bin Muhammadi 5. Imam Ja'far As-Shadiq 6. Abu Yazid Al-Busthami 7. Abu Hasan Ali bin Ja'far

8. Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Al-Thusi Al-Farmadi 9. Abu Ya'kub Al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin 10. Abdul Khaloq Al-Fadjuani bin Al-Imam Abdul Jamil 11. Arif Al-Riyukuri

12. Mahmud Al-Anjiru Al-Faghnawi 13. Ali Al-Ramituni/Syekh Azizan 14. Muhammad Babussamasi 15. Amir Kulal bin Sayid Hamzah 16. Bahauddin Naqsabandi16

• Muhammad Bukhari

• Ya'kub Yarkhi Hishari

• Abdullah Samarkhandi

16

Selanjutnya dari garis silsilah tarekat ke 16 yaitu Bahauddin Naqsabandi menurunkan silsilah tarekat hingga kepada Abdullah Wahab Jawirokan Al-Khalidi Naqsabandi.


(53)

• Muhammad Zahid

• Muhammad Darwis

• Khawajiki

• Muhammad Baqi

• Ahmad Faruqi

• Muhammad Mas'shum

• Abdullah Hindi

• Dhiyaul Haq

• Ismail Jawi Minangkabaui

• Abdullah Affandi

• Syekh Sulaiman

• Sulaiman Zuhdi


(54)

BAB 3

SULUK DI BESILAM

Kegiatan suluk atau khalawat adalah suatu bentuk kegiatan yang sederhana dapat disebut sebagai kegiatan yang bertujuan mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam konteks ini kegiatan suluk atau khalawat akan dijelaskan kaitannya dengan aspek sejarah, bentuk dan lain-lain sebagai bagian dari usaha pendeskripsian yang utuh dan menyeluruh mengenai kegiatan suluk.

3.1 Tarekat

Tarekat17

Tarekat menurut pengertian bahasa berarti jalan, aliran, cara, garis, kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama. Berasaskan tiga huruf yaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang menyatakan bahwa huruf Ta bererti Taubat, Ra berarti Redha dan Qaf berarti

Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tarekat ialah Taraiq atau Turuq yang berarti tenunan atau thariqat adalah suatu bentuk kegiatan yang berkembang dari kalangan ulama ahli tasawwuf, yang berarti sebagai jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu bentuk ibadah yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Petunjuk dan jalan tersebut dicontoh dari Rasulullah SAW dan dikerjakan oleh para sahabatnya, petunjuk atau jalan tersebut secara terus-menerus dan turun-temurun dilakukan hingga saat ini.

17

Terdapat beragam penyebutan tarekat seperti tarikat, thariqat. Perbedaan penyebutan tersebut tidak menyebabkan arti yang berbeda karena memiliki makna yang sama yaitu sebagai jalan ibadah. Dalam penulisan ini kata tarekat, tarikat dan thariqat akan dipergunakan secara bergantian untuk menunjukkan keberagaman penyebutan yang ada dalam kehidupan masyarakat.


(55)

dari bulu yang berukuran 4 (empat) hingga 8 (delapan) hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Tarekat juga berarti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.

Tarekat menurut Grof (1996) dapat juga disebut sebagai bentuk tradisi agung spiritualitas timur merupakan salah satu aspek dari agama yang berusaha menggali lebih dalam mengenai pengalaman-pengalaman spiritual dibandingkan hanya mendukung dogma atau doktrin agama.

Tarekat secara harfiah berarti “jalan” mengacu kepada suatu sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan yang dihubungkan dengan sederet guru sufi. Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas. Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran-ajaran dan metode tasawuf. Guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama, zikir yang sama, muraqabah (meditasi) yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat yang sama, dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid (tamid) selanjutnya pembantu

Syekh atau wakil guru (khalifah-nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid) (Bruinessen dalam Mulyati, 2006a).

Seorang pengikut tarekat ketika melakukan amalan-amalan tarekat berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan diri ke sisi Allah. Dalam pengertian ini sering kali perkataan


(56)

tarekat dianggap sinonim dengan istilah tasawuf, yaitu dimensi esoteris dan aspek yang mendalam dari agama Islam (Dhofier dalam Mulyati, 2006a). Di kalangan barat, istilah tasawuf lebih dikenal dengan sebutan sufisme (Mustofa, 2005).

Sebagai istilah khusus, perkataan tarekat lebih sering dikaitkan dengan “suatu organisasi tarekat”, yaitu suatu kelompok organisasi yang melakukan amalan- amalan tertentu dan menyampaikan suatu sumpah yang formulanya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut. Dalam tradisi pesantren di Jawa, istilah tasawuf semata-mata dalam kaitan aspek intelektual dari “jalan-tarekat” itu. Sedangkan aspeknya yang bersifat etis dan praktis diistilahkan dengan tarekat (Dhofier dalam Mulyati, 2006a).

Tarekat sebagai jalan atau petunjuk dalam melakukan ibadah hingga saat ini berkembang dengan pesat terbukti dengan banyaknya tarekat yang ada hingga saat ini. Amar (1980:25) menuliskan bahwa terdapat beberapa tarekat yang dikenal saat ini dan wilayah penganutnya, yaitu :

1. Tarekat qadiriyah, tarekat yang dibentuk oleh Syekh Abdul Qadir Al- Jaelani yang lahir di Baghdad, Irak pada tahun 470 Hijriyah18

2. Tarekat rifaiyyah, adalah tarekat yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Abdul Hasan Ar-Rafi'i dengan penganut terbanyak berada diwilayah Maroko dan Aljazair. Syekh Ahmad bin Abdul Hasan Ar-Rafi'i wafat pada tahun 570 Hijriyah dan wafat pada tahun 561 H (1164 Masehi). Kegiatan tarekat qadiriyah memiliki penganut terbanyak diwilayah India, Afganistan, Baghdad dan Indonesia.

18

Sistem penanggalan dalam Islam dikenal dengan sistem penanggan hijriyah yang berbeda dengan sistem penanggalan secara masehi. Sistem penanggalan hijriyah didasarkan pada penghitungan peredaran bulan sedangkan penanggalan masehi didasarkan pada peredaran matahari.


(57)

(1175 Masehi).

3. Tarekat sahrawardiyah, merupakan tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Hasan Ali bin Al-Sahrawardi yang meninggal pada tahun 638 Hijriyah (1240 Masehi) dengan pengikut terbanyak berada diwilayah Afrika.

4. Tarekat syadziliyah, adalah sebentuk tarekat yang didirkan oleh Syekh Abdul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabar Al-Syadzili dengan pengikut terbanyak berada diwilayah Afrika. Syekh Abdul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabar Al-Syadzili meninggal dunia pada 655 Hijriyah (1256 Masehi).

5. Tarekat ahmadiyah, tarekat yang berkembang diwilayah Maroko ini didirikan oleh Syekh Ahmad Badawy yang meninggal pada 675 Hijriyah (1276 Masehi).

6. Tarekat maulawiyah, adalah bentuk tarekat yang didirikan oleh Syekh Maulana Jalaludin Ar-Rumi yang meninggal pada 672 Hijriyah (1273 Masehi), dengan pengikut berada diwilayah Turkistan dan Turki.

7. Tarekat naqsyabandiyah, adalah tarekat yang didirikan oleh Syekh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Bukhari yang meninggal pada 791 Hijriyah (1391 Masehi), dengan pengikut terbanyak berada diwilayah Afrika, Malaysia dan Indonesia (Sumatera, Jawa dan Madura).

8. Tarekat haddadiyah, yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ba'lawy Hadda Al-Hamdany, dengan pengikut terbanyak berada diwilayah Jazirah Arab dan Malaysia. Syekh Abdullah Ba'lawy Hadda Al-Hamdany meninggal dunia pada 1095 Hijriyah.


(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran sangat penting dalam akhir suatu penelitian, kesimpulan memberikan suatu jawaban atas beragam pertanyaan yang menjadi tujuan penelitian, sedangkan saran memuat masukan yang dapat mendukung keberlanjutan dari fenomena.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap kegiatan suluk sebagai bentuk kegiatan religi di Desa Besilam atau Babussalam adalah :

Terdapat beragam motivasi yang memicu atau mendorong seseorang untuk ikut serta dalam kegiatan suluk, seperti adanya sistem pewarisan pengetahuan secara turun-temurun yang menyebabkan seseorang ikut dalam kegiatan suluk, munculnya keinginan dari dalam diri invidu untuk menambah wawasan pengetahuan agama dan mendekatkan diri kepada Allah S.W.T hingga pada motivasi mengikuti kegiatan suluk yang disebabkan oleh adanya keinginan dari individu untuk mendapatkan ketenangan diri secara jiwa dan fisik. Hal ini menggambarkan keberagaman motivasi atau dasar seorang individu untuk turut serta dalam kegiatan suluk.

Motivasi yang menjadi dasar seorang individu untuk turut dalam kegiatan suluk juga berkaitan dengan bagaimana kegiatan suluk dilakukan, mengenai hal


(2)

ini telah dijelaskan secara terperinci dalam bab tiga penulisan skripsi ini namun secara singkat dapat dideskripsikan bahwa dalam mengikuti kegiatan suluk seorang individu terlebih dahulu harus mengikuti beberapa tahapan dasar, seperti mengikuti tarekat, lalu mengikuti suluk, paham terhadap beberapa kegiatan dalam suluk yang mencakup ibadah wudhu, sholat dan dzikir. Selain itu terdapat pula beberapa persyaratan penting untuk turut serta dalam kegiatan suluk seperti sholat taubat, dzikir, kegiatan suluk dalam durasi waktu tertentu hingga pada proses menentukan seorang guru pembimbing atau mursyid dalam menjalankan suluk.

Berdasarkan motivasi dan kegiatan yang dilakukan dalam suluk didaptkan gambaran mengenai kondisi kegiatan suluk saat sekarang ini, dimana terjadi peningkatan secara jumlah pada individu yang mengikuti kegiatan suluk, dan kegiatan suluk pada saat ini tidak hanya diikuti oleh individu yang telah memiliki usia dewasa maupun orangtua melainkan juga diikuti oleh individu yang berada dalam rentang umur remaja, hal ini disebabkan kondisi kehidupan sekarang ini dimana nilai-nilai agama telah pudar dan perlu untuk menyadarkan sedari muda mengenai agama.

5.2 Saran

Saran dalam akhir penelitian ini memberikan masukan mengenai kegiatan suluk yang dilakukan di Desa Besilam atau Babussalam sebagai suatu bentuk kegiatan yang perlu untuk diketahui secara disebarluaskan sebagai bentuk kegiatan yang memiliki nilai, baik secara pribadi maupun agama.


(3)

Adapun saran-saran dalam penelitian ini mencakup :

• Perlunya penyebarluasan pengetahuan, pemahaman terhadap kegiatan suluk di Desa Besilam atau Babussalam,

• Pentingnya nilai agama dalam kehidupan sebagai tata aturan yang mampu menjadi filter dalam menghadapi kehidupan yang kompleks,

• Menjaga keberlangsungan kegiatan suluk di Desa Besilam atau Babussalam sebagai bagian dari menjaga nilai tradisi dan juga sebagai sejarah perkembangan agama Islam di Sumatera Utara pada umumnya dan Kabupaten Langkat khususnya,

• Kegiatan suluk yang dilakukan atau diikuti juga mampu memberikan ketenangan diri pada individu yang membutuhkannya, sehingga dapat menjadi salah satu cara bagi individu yang mencari ketenangan diri.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aceh, Abu Bakar. 1987. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Jakarta:Ramadhani Aida, N. 2005. Mengungkap pengalaman spiritual dan kebermaknaan hidup

pada pengamal thariqah. Indigenous: Jurnal Berkala Ilmiah Berkala Psikologi, 7(2), 108-129.

Ali, Mukti. 1971. Agama Universalitas dan Pembangunan: Memuat Tjeramah dan Pidato. Lembaga Lektur Keagamaan

Amar, Imron Abu Bakar. 1980. Sekitar Masalah Thariqat Naqsabandiyah, Kudus: Menara.

Argyle. Michael. 2000. Psychology and Religion An Introduction. London and New York: Routledge

Asmal, May. 2002. Corak Tasawuf Syekh Jalaluddin. Pekanbaru: Susqa Press

Baruss, I. 2003. Alterations of Consciousness: An empirical analysis for social scientists. Washington, DC: American Psychological Association.

Beatty, Andrew. 1999. On Ethnographic Experience: Formative and Informative (Nias, Indonesia). Dalam C.W. Watson (Ed) : Being There; Fieldwork in Anthropology. London – Sterling, Virgina: Pluto Press.

Berger, Peter L. 1969. The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion. A Doubleday Anchor Book

Burhanuddin, Jajat. 2003. Ulama dan Politik Pembentukan Umat: Sekilas Pengalaman Sejarah Indonesia. Dalam Jajat Burhanuddin dan Ahmad Baedowi (Eds) : Transformasi Otoritas Keagamaan; Pengalaman Islam Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Bekerjasama dengan PPIM-UIN Jakarta dan Basic Education Project (DEPAG).

Cerwonka, Allaine dan Liisa H Malkki. 2007. Improvising Theory; Process and Temporality in Ethnographic Fieldwork. Chicago and London: The University of Chicago Press.

Danandjaja, James P. 1994. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain lain. Jakarta: Rajawali Press.


(5)

Daniels, M. 2006. Transpersonal FAQ - Frequently Asked Questions about the Transpersonal.http://www.transpersonalscience.org/tranfaq.aspx#Q

13

Emerson, Fretz, dan Linda L Shaw. 1995. Writing Ethnography Fieldnotes. Chicago and London: The University of Chicago Press.

Esten, Mursal. 1993. Minangkabau; Tradisi dan Perubahan, Padang: Angkasa Raya.

Frager, R. (1989). Transpersonal psychology: Promise and prospects. In Valle, R. & Halling, S. (Eds.), Existential- phenomenological perspectives in psychology: Exploring the breadth of human experience (pp. 289- 309). New York: Plenum Press.

Frager, R. 2005. Hati, Diri dan Jiwa: Psikologi Sufi UntukTransformasi. (Alih Bahasa oleh Hasmiyah Rauf) Jakarta: Serambi.

Goodenough, Ward E. 1970. Description and Comparison in Cultural Anthropology. Cambridge University Press.

Grof, S. 1988. The Adventure of Self-Discovery: Dimensions of consciousness and New Perspectives in Psychotherapy and Inner exploration. Albany: State University of New York Press.

Jackson, Bruce. 1987. Field Work. Urbana and Chicago. University of Illinois Press.

Jalaluddin, Rahasia Mutiara Tarekat Naqsabandiyah, Bukit Tinggi: PPTI. Jalaluddin, Buku Penutup Umur dan Seribu Satu Wasiat Terakhir, Medan: PPTI. Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Koentjaraningrat, 2000. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Marcus, George. E dan Michael M.J. Fischer. 1986. Anthropology as Cultural Critique; An Experimental Moment in the Human Sciences. Chicago and London: The University of Chicago Press.

Mulyati, Sri. 2004. Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana. Mulyati, S. (Ed.). 2006a. Pendahuluan. Dalam Mengenal & Memahami

Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (pp. 3-21). Jakarta: Kencana & Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah


(6)

Jakarta.

Mulyati, S. (Ed.). 2006b. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah: Tarekat Temuan Tokoh Indonesia Asli. Dalam Mengenal & memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (pp. 253- 290). Jakarta: Kencana & Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

O`kane, T. A. (1989). Transpersonal Dimensions of Transformations: A study of the Contributions Drawn from the Sufi Order Teachings and Training to the Emerging Field of Transpersonal Psychology. Ann Arbor: The Union for Experimenting College and Universities.

Qardhawi, Y. (1995). Fatwa-fatwa kontemporer I & II. (Alih Bahasa oleh Mohammad Nurhakim) Jakarta: Gema Insani Press.

Said, Ahmad Fuad. 1976. Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam. Medan: Pustaka Babussalam.

Suherman, 2011. Perubahan Tradisi Suluk Tarekat Naqsabandiyah Al Kholidiyah Jalaliyah Bandar Tinggi. Tesis Program Studi Antropologi Sosial Program Pascasarjana Antropologi Universitas Negeri Medan (tidak diterbitkan). Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media. Van Bruinessen, Martin. 1996. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Mizan,

Bandung.

Van. Bruinessen, M. (1999). Kitab kuning, pesantren dan tarekat: Tradisi- tradisi Islam di Indonesia. (Alih Bahasa oleh Kholidy Ibhar & Farid Wajidi). Bandung: Mizan.

Van Maanen, J. 1996. Ethnography. Dalam A. Kuper and J. Kuper (Eds) The Social Science Encyclopedia, 2nd ed., pages 263-265. London: Routledge. Weissman. Itzchak. 2007. The Naqshabandiyya: Orthodoxy and Activism in

a Worlwide Sufi Tradition. London-New York: Routledge