Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya, dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan
mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan
wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini.
1.6.3 Catatan Lapangan
Penelitian skripsi ini saya lakukan dalam kurun waktu yang singkat, yaitu sekitar tiga bulan namun hal itu tidak serta-merta menjadikan penulisan skripsi ini
asal-asalan melainkan saya berusaha untuk memberikan hasil yang baik. Catatan lapangan penelitian saya bermula awal dari penelitian yang saya
lakukan di Desa Besilam – Babussalam, Kabupaten Langkat ini didasarkan oleh keingintahuan saya secara pribadi mengenai kegiatan suluk yang diikuti oleh
beragam individu lintas umur, latar belakang kehidupan dan juga motivasi untuk mengikutinya, selain itu secara umum juga dapat diketahui bahwa kegiatan suluk
ataupun tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam sudah menjadi ikon dalam kehidupan masyarakat Langkat secara luas.
Memulai kegiatan penelitian mengenai suluk ini saya lakukan setelah mendapatkan surat keterangan penelitian dari pihak Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik, Universitas Sumatera Utara FISIP-USU. Berbekal surat izin penelitian itu saya kemudian berangkat menuju Desa Besilam untuk mulai mencari data,
walaupun sebelumnya saya juga telah melakukan observasi terlebih dahulu. Keberangkatan saya menuju Desa Besilam dimulai dari terminal Pinang
Baris, dimana saya menumpang kendaraan umum dengan trayek tujuan Medan –
Universitas Sumatra Utara
Tanjung Pura bernama Timur Taxi atau biasa disebut orang sebagai “Timtax”, walaupun ada juga kendaraan umum lainnya yang melayani tujuan serupa, yaitu
KPUB. Jarak antara Kota Medan dengan lokasi penelitian saya di Desa Besilam,
Padang Tualang – Langkat kurang lebih 65 Kilometer yang dapat ditempuh dengan menggunakan kenderaan umum dalam waktu sekitar 1,5 jam perjalanan.
Sepanjang perjalanan tersebut melintasi beberapa kota besar di sekitar Kota Medan, seperti Kota Binjai, Stabat dan Tanjung Pura. Kota yang dilintasi selama
perjalanan penelitian ini memberikan gambaran mengenai kehidupan masyarakat Melayu yang tersebar di sepanjang Pulau Sumatera.
Kendaraan umum yang saya saya tumpangi berhenti di Simpang Padang Tualang, yaitu daerah paling ujung yang dilayani oleh kenderaan umum dari Kota
Medan. Untuk dapat mencapai lokasi penelitian, saya akhirnya memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum becak mesin.
Setelah melalui negosiasi yang panjang dengan tukang becak akhirnya didapatkan kesepakatan harga yaitu 15 ribu rupiah untuk dapat sampai ke Desa
Besilam dari Simpang Padang Tualang. Perjalanan selama kurang lebih 15 menit tersebut diisi dengan pemandangan kebun Rambung yang terhampar luas
sepanjang sisi kanan dan kiri jalan serta diselingi beberapa desa yang tampak dari jalan.
Selain dapat menggunakan becak mesin, untuk dapat mencapai Desa Besilam dari Simpang Padang Tualang dapat juga dicapai dengan menggunakan
ojek kereta atau biasa dikenal dengan istilah RBT dengan ongkos perjalanan yang
Universitas Sumatra Utara
kurang lebih sama dengan ongkos menggunakan becak mesin.
Kurang lebih 15 menit perjalanan dari Simpang Padang Tualang akhirnya saya sampai di Desa Besilam dengan disambut oleh gapura yang bertuliskan
selamat datang di Desa Besilam, hal pertama sekali yang saya lakukan begitu menjejakkan kaki di Desa Besilam adalah menjumpai Khalifah Khaliq yang
merupakan pimpinan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam. Dalam perjumpaan saya dengan Khalifah Khaliq membicarakan mengenai izin penelitian dari beliau
agar saya dapat melakukan penelitian di wilayah Desa Besilam atau tepatnya lokasi tarekat Naqsabandiyah.
Pertemuan itu akhirnya menghasilkan izin bagi diri saya pribadi untuk dapat melakukan penelitian, setelah mendapatkan izin tersebut selanjutnya saya
melakukan perjalanan menuju rumah Kepala Desa untuk mendapatkan izin penelitian juga. Akhirnya saya diterima oleh Bapak Ibnu Nasyith seorang kepala
desa yang ramah dan mengizinkan saya untuk dapat melakukan penelitian. Secara singkat saya diberikan izin penelitian di Desa Besilam selain
dikarenakan status sebagai seorang mahasiswa yang sedang melakukan tugas akhir juga kedekatan saya secara pribadi dengan kedua orang tersebut dikarenakan
saya juga tercatat sebagai penduduk di Desa Besilam. Keesokan harinya saya memulai tugas penelitian saya dengan mendatangi
kembali pondok tarekat Naqsabandiyah, awalnya ada rasa kurang berani untuk mewawancarai karena setauku agak susah untuk mewawancarai mengenai suluk
kepada mereka-mereka yang mengikutinya, namun akhirnya hal itu hilang dengan
Universitas Sumatra Utara
sendirinya karena mereka membalas percakapan dengan baik.
Di lokasi tarekat Naqsabandiyah Besilam ini terdapat pondok-pondok untuk mengikuti kegiatan suluk yang dibagi atas dua bagian besar, yaitu bagian
untuk laki-laki dan bagian untuk perempuan yang terpisah. Kembali pada proses wawancara dengan peserta suluk, terdapat kesulitan untuk membongkar
pengalaman para pelaku suluk hal ini disebabkan mereka merasa bahwa bercerita tentang masa lalu merupakan suatu hal yang tidak perlu diingat kembali, kupikir
mungkin hal ini lazim mengingat ada beragam alasan bagi mereka hingga akhirnya memutuskan mengikuti kegiatan suluk.
Dalam proses wawancara dengan peserta suluk terdapat beragam alasan mengapa dan apa yang terjadi kemudian setelah mengikuti kegiatan suluk ini, ada
salah seorang ibu yang kutanya “ibu kan pernah ikut suluk, terus apalah alasan ibu ikut suluk ?, terus setelah ikut suluk apalah kira-kira yang berubah ?”, lalu si
ibu itu berkata “iya, memang pernah aku ikut suluk tapi kalau tidak dari sini sambil menunjuk jarinya kearah dada sebelah kiri taklah pantas bicara suluk”.
Pertanyaan yang kuajukan dan pemilihan atas diri ibu itu kudasarkan pada sisi usia dan aku juga berfikir bahwa mungkin perempuan ibu lebih terbuka untuk
berbicara namun ternyata hasilnya lain dari yang kupikirkan. Percakapan tersebut memberikan gambaran pada diriku dan penelitian
yang akan lakukan bahwa ada kedekatan secara emosi dan spiritual dalam diri peserta suluk sehingganya mereka menutup diri ketika ditanyakan secara
langsung, walaupun terdapat pecahan-pecahan informasi mengenai suluk dalam
Universitas Sumatra Utara
beberapa judul buku yang dijajakan disekitar lokasi tarekat Naqsabandiyah Besilam.
Proses wawancara dan observasi untuk memperoleh data penelitian membuat-ku lebih semangat menulis skripsi ini. Mungkin ini yang dikatakan
antropolog-antropolog barat bahwa penelitian yang memiliki balasan positif akan menjadi candu bagi si peneliti itu untuk terus-menerus mengumpulkan pecahan-
pecahan data tanpa henti dan terkadang yang tidak ada hubungannya pun dianggap layak masuk data juga.
Penyusunan data-data yang aku peroleh dari informan baik itu informan kunci dan informan pendukung sangat dimudahkan karena jawaban mereka atas
pertanyaan-ku sangat mudah dimengerti. Pertemuan demi pertemuan dengan para individu-individu informan tersebut telah membangun sebuah konstruksi
informasi yang nantinya akan disusun kembali kedalam bentuk penulisan skripsi- ku ini.
1.6.4 Analisis Data