Pengertian Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan Mudharabah

18 waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 2 Menurut Antonio, pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan definisit unit. 3 Menurut ketentuan Bank Indonesia, pembiayaan adalah penanaman dana bank syari’ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh , surat berharga syari’ah, penempatan, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadi’ah Bank Indonesia. 4 Muhammad mendefinisikan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana danatau tagihan berdasarkan aqad mudharabah danatau musyarakah danatau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil. 5 Dengan demikian, pembiayaan adalah pendapatan atau memberi biaya terhadap suatu aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh orang atau perusahaan. Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang misalnya bank membiayai pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya kesepakatan antara bank dengan nasabah penerima pembiayaan dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam perjanjian pembiayaan tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta perolehan 2 Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, Cet. ke-1, h. 10 3 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. ke-1, h. 160 4 Peraturan Bank Indonesia No. 57PBI2003, tanggal 19 Mei 2003 5 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta: Ekonosia, 2005, Cet. ke-2, h. 201 19 keuntungan yang ditetapkan bersama berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Demikian pula dengan masalah sanksi, jika debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama pada saat aqad kredit. Pada dasarnya konsep kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank syari’ah tidak jauh berbeda. Namun yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank konvensional keuntungan diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank syari’ah keuntungan dapat berupa imbalan atau bagi hasil 6 yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah mudharabah. Secara etimologis, mudharabah berasal dari kata adharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Istilah mudharabah juga bisa disebut dengan qiradh yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti al- qath’u yang bermakna potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. 7 Dalam kamus A Modern Arabic-English Dictionary, idiom kata mudharabah adalah bisahmin wa nasubin yang berarti to participate in share or take part in. 8 Dengan demikian, secara etimologis kata mudharabah dapat dipahami sebagai aktivitas keikutsertaan atau partisipasi dalam suatu usaha atau kegiatan bisnis. 6 Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, h. 73 7 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Bandung: Al- Ma’arif, 1987, Juz XII, h. 31 8 Rosi Balbaki Al-Maurid, A Modern Arabic-English Dictionary, Mesir: Daar Al-Maliyiin, 1993, Edisi IV, h. 10 20 Jadi partisipasi seseorang dalam melakukan bisnis secara bersamaan dapat dikatakan mudharabah. Sedangkan secara terminologis, mudharabah adalah salah satu jenis transaksi musyarakah di mana pihak yang bersyirkah adalah pemilik dana atau shohibul maal dan pemilik tenaga atau mudharib. 9 Para ulama mendefinisikan mudharabah atau qiradh dengan pemilik modal yang menyertakan modalnya kepada pengusaha untuk diinvestasikan, sedangkan keuntungan yang diperoleh menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama. 10 Secara teknis, mudharabah adalah aqad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama atau shohibul maal menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. 11 Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kekurangan atau kelalaian si pengelola, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 12 9 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2007, Cet. ke-3, h. 56 10 Azharuddin Lathif, Fiqh Mu’amalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, Cet. ke-1, h. 134 11 Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqh berbentuk perjanjian kepercayaan yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Untuk itu, masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama. 12 Ahmad Al-Syarbasi, Al- Mu’jam Al-Iqtishad Al-Islam, Beirut: Daar Al-‘Alamil Kutub, 1987 dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, h. 95. Lihat juga Nejatullah Siddiqi, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, h. 15 - 18 21 Dalam literatur fiqh, istilah mudharabah digunakan oleh mazhab Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah. Sedangkan dalam mazhab Syafi’iyah dan Malikiyah, mudharabah dikenal dengan istilah qirad. 13 Menurut Lathif, mudharabah termasuk dalam kategori salah satu bentuk kerja sama dalam perdagangan. Beliau menyebut mudharabah sebagai bentuk kerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam perdagangan. 14 Bila ditinjau dari aspek hukum, maka mudharabah dapat didefinisikan sebagai suatu kontrak di mana suatu kekayaan atau persediaan tertentu ditawarkan oleh pemiliknya atau pengurusnya kepada pihak lain untuk membentuk suatu kemitraan yang di antara kedua belah pihak dalam kemitraan itu akan berbagi keuntungan dengan pihak lain yang berhak mendapatkan keuntungan karena terjadinya pengelolaan kekayaan itu. Perjanjian seperti ini disebut sebagai contract of copartner ship. 15 13 M. Umar Chapra, Toward a Just Monetary System, London: The Islamic Foundation, 1985, h. 248 14 Menurut ulama Hanabilah, mudharabah termasuk salah satu bentuk perserikatan syirkah al-uqud yang mereka bagi ke dalam lima bentuk yaitu 1 syirkah al- ‘inan, 2 syirkah al- mufawadhah, 3 syirkah al-abdan, 4 syirkah al-wujuh dan 5 syirkah mudharabah. Hal ini disebabkan menurut mereka, mudharabah termasuk ke dalam syarat-syarat itu adalah a pihak-pihak yang berserikat cakap bertindak sebagai wakil; b modalnya berbentuk uang tunai; c jumlah modal jelas; d diserahkan langsung kepada pengelola dagang itu setelah aqad disetujui; e pembagian keuntungan diambil dari hasil perserikatan itu, bukan dari harta lain. Akan tetapi Jumhur Ulama seperti Malikiyah , Hanafiyah, Syafi’iyah, Zahiriyah dan Syi’ah Imamiyah, tidak memasukkan transaksi mudharabah sebagai salah satu bentuk syirkah, karena menurut mereka, mudharabah merupakan aqad tersendiri dalam bentuk kerja sama lain, dan tidak dinamakan dengan perserikatan. Dalam buku karangan Nasrun Haroen dapat dilihat tentang definisi mudharabah. Menurut hemat penulis, beliau cenderung memasukannya ke dalam bentuk syirkah walaupun ia memisahkan pembahasan mudharabah dengan pembahasan syirkah. Lihat Azharuddin Lathif, F iqh Mu’amalah, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h. 135 15 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999, h. 29 22 Dari beberapa definisi baik ditinjau dari aspek etimologis maupun terminologis seperti dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah kerja sama antara kedua belah pihak yang memiliki dan menyediakan modal guna membiayai suatu usaha, pihak penyedia modal disebut shohibul maal dan pihak pengelola yang usahanya dibiayai disebut sebagai mudharib. Dengan demikian, pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

2. Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah 16 adalah aqad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman Nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Rasulullah SAW berprofesi sebagai pedagang, 17 ia melakukan aqad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian ditinjau dari aspek hukum Islam, maka praktek mudharabah ini dibolehkan baik menurut Al- Qur’an, hadits maupun ijma’ ulama. 18 16 Mudharabah disebut juga qiradh atau muqaradhah dan makna dari keduanya adalah sama. Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan oleh masyarakat Hijaz. Lihat Azharuddin Lathif, Fiqh Mu’amalat, h. 134 17 Saat itu Rasulullah SAW berusia kira-kira 25 tahun, dan belum menjadi nabi. Lihat M. Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Bandung: Mizan, 1997, h. 75 18 M. Anwar Ibrahim, Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut Empat Mazhab, makalah tidak diterbitkan, h. 1 – 2. Menurut Al-Qur’an, lihat misalnya dalam surat Al-Mujammil ayat 20. Menurut Hadits, di antaranya adalah hadits Ibnu Abbas ra bahwa Nabi mengakui syarat-syarat mudharabah yang ditetapkan Al- ‘Abbas bin Abdul Muthalib kepada mudharib. Menurut ijma’ ulama, karena sistem ini sudah dikenal sejak zaman nabi dan zaman sesudahnya para sahabat banyak yang mempraktekkannya dan tidak ada yang mengingkarinya. 23 Adapun landasan hukum dari pembiayaan mudharabah adalah firman Allah SWT sebagai berikut :                             ةسكبلا :  . Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu, maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, ingatlah kepada Allah di Masyarilharam, dan ingatlah kepada Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat ” QS. Al- Baqarah : 198. Dalam ayat lain yang masih berkaitan dengan landasan hukum pembiayaan mudharabah adalah firman Allah SWT sebagai berikut :                ةعنجا :  . Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah kepada Allah sebanyak-banyak agar kamu beruntung ” QS. Al-Jum’ah : 10. Ayat lainnya yang menjadi landasan hukum pembiayaan mudharabah adalah firman Allah SWT sebagai berikut : ...         .... لمزما :  .  Artinya : “… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah …” QS. Al-Mujamil : 20