Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                2
pertumbuhan  ekonomi  dan  tumpuan  untuk  keluar  dari  krisis  ekonomi  yang berkepanjangan.  Tanpa  disadari  ekonomi  rakyat  dapat  meningkatkan  distribusi
pendapatan yang lebih merata dan kemampuan daya beli masyarakat lebih meningkat. Jika  kesulitan  mendapatkan  permodalan  untuk  meningkatkan  usahanya,
sehingga  yang  terjadi  adalah  adanya  ketidakadilan  dalam  pendistribusian  modal. Pemberi  pinjaman  modal  menginginkan  keuntungan  tanpa  terlibat  resiko  bisnis
adalah  irrasional  baginya.  Untuk  memberikan  pinjaman  kepada  orang-orang  miskin sama banyaknya dengan yang diberikan kepada orang-orang kaya dengan persyaratan
yang  sama.  Untuk  itu,  praktek  perbankan  konvensional  pada  umumnya  hanya memberikan  pinjaman  kepada  individu-individu  dan  perusahaan-perusahaan  yang
memiliki jaminan kolateral dan memiliki jumlah tabungan internal yang besar, tanpa memperhatikan  apakah  mereka  menghasilkan  keuntungan  di  atas  rata-rata  investasi
modal mereka.
2
Bahkan  Morgan  Guarantee  Trust  Company,  bank  terbesar  ke-6  di  Amerika Serikat,  mengakui  bahwa  sistem  perbankan  telah  gagal  membiayai  perusahaan-
perusahaan  kecil  yang  sedang  berkembang  atau  para  kapitalis  venture.  Meskipun kebanjiran  dana,  sistem  ini  tidak  berniat  untuk  menyalurkan  dana  dengan  harga
kompetitif,  kecuali  kepada  perusahaan-perusahaan  besar  dan  berkantong  tebal.
3
Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa para pengusaha kecil dan menengah tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pembiayaan guna mempertahankan usahanya.
2
Ikhwan Abidin Basri, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, h. 326
3
Ikhwan Abidin Basri, Islam dan Tantangan Ekonomi, h. 326
3
Melihat  permasalahan  yang  terjadi,  maka  dirasakan  perlu  adanya  lembaga keuangan non bank yang dapat menjangkau kebutuhan masyarakat pada skala mikro.
Dalam kondisi seperti ini, suatu paradigma baru bagi pengembangan usaha kecil dan menengah sangat diperlukan. Pemberdayaan ekonomi rakyat perlu dilaksanakan lebih
konsisten  dan  lebih  berpihak  pada  rakyat  kecil  yang  nota  bene  merupakan  sumber nafkah  bagi  mayoritas  rakyat  Indonesia  dapat  terselamatkan  dari  kondisi  krisis
ekonomi akibat tidak diberikannya kesempatan oleh lembaga keuangan tertentu pada usaha kecil dan menengah.
Di antara lembaga alternatif pengembangan usaha kecil dan menengah adalah Baitul Maâl Wattamwil BMT yang merupakan lembaga keuangan non bank dengan
prinsip- prinsip syari’ah. Cita-cita lembaga ini adalah membantu masyarakat ekonomi
lemah  serta  pengusaha  kecil  dan  menengah  dalam  memberikan  modal  atau pembiayaan agar usaha yang mereka tekuni dapat berkembang dan menjadi produktif
tanpa membebani masyarakat yang menggunakan jasa BMT. BMT  merupakan  lembaga  keuangan  syari’ah  yang  tumbuh  seiring  dengan
perkembangan lembaga keuangan maupun non keuangan syari’ah di Indonesia. BMT didefinisikan sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan
berlandaskan  syari’ah.
4
Peran  umum  BMT  adalah  melakukan  pembinaan  dan pendan
aan  berdasarkan  sistem  syari’ah.  Peran  ini  menegaskan  arti  penting  prinsip- prinsip  syari’ah  dalam  kehidupan  ekonomi  masyarakat.  Sebagai  lembaga  keuangan
syari’ah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba
4
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h. 430
4
cukup baik ilmu pengetahuan maupun materi, maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi ke-Islaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
5
Pada  dasarnya  BMT  adalah  lembaga  swadaya  masyarakat.  Artinya  lembaga ini  didirikan  dan  dikembangkan  oleh  masyarakat.  Terutama  pada  awal  berdiri,
biasanya  dilakukan  dengan  menggunakan  sumber  daya  termasuk  dana  atau  modal dari  masyarakat  setempat  itu  sendiri.
6
Pendirian  BMT  memang  cukup  banyak  yang dibantu oleh pihak luar masyarakat lokal, namun hal itu lebih bersifat bantuan teknis.
Bantuan dari luar sering bersifat konsepsional atau stimulan, umumnya dari lembaga atau asosiasi yang peduli pada BMT atau masalah pemberdayaan ekonomi rakyat.
7
Sejak  awal  berdirinya,  BMT  dirancang  sebagai  lembaga  ekonomi.  Dapat dikatakan  bahwa  BMT  merupakan  suatu  lembaga  ekonomi  rakyat  yang  secara
konsepsi  dan  secara  nyata  memang  lebih  fokus  kepada  masyarakat  bawah  yang miskin  dan  nyaris  miskin.  BMT  berupaya  membantu  mengembangkan  usaha  mikro
dan  usaha  kecil,  terutama  melalui  bantuan  permodalan.  Untuk  melancarkan  usaha membantu  permodalan  tersebut  yang  dalam  khazanah  keuangan  modern  dikenal
dengan  istilah  pembiayaan,  maka  BMT  juga  berupaya  menghimpun  dana,  terutama yang  berasal  dari  masyarakat  lokal  di  sekitarnya.  Dengan  kata  lain,  BMT  pada
5
Heri  Sudarsono, Bank  dan  Lembaga  Keuangan  Syari’ah;  Deskripsi  dan  Ilustrasi,
Yogyakarta: Ekonosia, 2003, Cet. ke-2, h. 96
6
M. Amin Azis, Pedoman Pendirian BMT, Jakarta: PINBUK Press, 2006, h. 1
7
Sejauh  pengetahuan  penulis,  Pusat  Inkubasi  Bisnis  Kecil  PINBUK  merupakan  salah  satu lembaga  yang  paling  aktif  mendorong  pendirian  BMT.  Organisasi-organisasi  atau  kepengurusan  di
tingkat  kecamatan  dan  kabupaten  dan  organisasi  semacam  Muhammadiyah  juga  banyak  berperan dalam pendirian BMT.
5
prinsipnya  berupaya  mengorganisasi  usaha  saling  tolong  menolong  antar  warga masyarakat suatu komunitas dalam masalah ekonomi.
8
Salah  satu  bentuk  tolong  menolong  antar  warga  masyarakat  dalam  masalah ekonomi  adalah  terwujudnya  lebih  dari  sekitar  tiga  juta  orang  telah  mendapatkan
layanan  dari  BMT.  Sebagian  besar  dari  mereka  adalah  orang  yang  bergerak  pada bidang  usaha  kecil,  bahkan  usaha  mikro  atau  usaha  sangat  kecil.  Cakupan  bidang
usaha dan profesi  dari mereka  yang dilayani  sangat  luas mulai  dari pedagang sayur, penarik  becak,  pedagang  asongan,  pedagang  kelontongan,  penjahit  rumahan,
pengrajin  kecil,  tukang  batu,  petani,  peternak  sampai  dengan  kontraktor  dan  usaha jasa yang relatif modern.
9
Semua cakupan bidang usaha dan profesi merupakan salah satu jenis layanan dari BMT.
Sesuai  dengan  pengertian  terminologisnya,  BMT  melaksanakan  dua  jenis kegiatan yaitu Baitul Maâl dan Baitut Tamwil. Sebagai Baitul Maal, BMT menerima
titipan zakat, infaq dan shadaqah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.  Sedangkan  sebagai  Baitut  Tamwil,  kegiatan  BMT  mengembangkan
uaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil  dan  sangat  kecil  dengan  mendorong  kegiatan  menabung  dan  menunjang
pembiayaan ekonomi.
10
8
Awalil Rizky, Fakta dan Prospek Baitul Maal Wattamwil, Yogyakarta: UCY Press, 2007, Cet. ke-1, h. 4
9
Awalil Rizky, Fakta dan Prospek Baitul Maal Wattamwil, h. 2
10
Hartono  Widodo,  et.al.,  Panduan  Praktis  Operasional  BMT,  Bandung:  Mizan,  1999,  h. 81-  82.  Lihat    juga  Saifuddin  A.  Rasyid,  Konsep  Dasar  BMT,  dalam  Republika  Online,  Edisi  14
Desember 2001, h. 7
6
Sebagai Baitul Maâl, beberapa kegiatan dari BMT dijalankan tanpa orientasi mencari  keuntungan.  BMT  berfungsi  sebagai  pengemban  amanah  yang  serupa
dengan  amil  zakat  yaitu  menyalurkan  bantuan  dana  secara  langsung  kepada  pihak yang  berhak  dan  membutuhkan.  Sumber  dana  kebanyakan  berasal  dari  zakat,  infaq
dan shadaqah serta dari  bagian laba BMT  yang  disisihkan untuk  tujuan ini. Adapun bentuk  penyaluran  dana  atau  bantuan  yang  diberikan  beragam.  Ada  yang  murni
bersifat hibah dan ada pula yang merupakan pinjaman bergulir tanpa dibebani biaya dalam  pengembaliannya.  Pinjaman  yang  bersifat  hibah  sering  berupa  bantuan
langsung untuk kebutuhan hidup yang mendesak atau darurat dan diperuntukkan bagi mereka  yang  memang  sangat  membutuhkan,  di  antaranya  adalah  bantuan  untuk
berobat, biaya sekolah, sumbangan bagi korban bencana, dan lain sebagainya.
11
Sedangkan  sebagai  Baitut  Tamwil,  BMT  terutama  berfungsi  sebagai  suatu lembaga  keuangan  syari’ah.  lembaga  keuangan  syari’ah  yang  melakukan  upaya
penghimpunan  dan  penyaluran  dana  berdasarkan  prinsip  syari’ah.  Prinsip  syari’ah yang  paling  mendasar  dan  yang  sering  digunakan  adalah  sistem  mudharabah  atau
bagi  hasil.
12
Sistem  bagi  hasil  menjadi  karakteristik  tersendiri  yang  memiliki keunggulan dibanding bunga. Keunggulan ini tidak hanya karena telah sesuai dengan
aqidah  Islam,  tetapi  secara  ekonomi  juga  memiliki  keunggulan.  Oleh  karenanya, lembaga  keuangan  syari’ah  semestinya  tidak  hanya  menjadi  lembaga  keuangan
alternatif,  melainkan  menjadi  suatu  keharusan  sebagaimana  keharusan  umat  Islam
11
Awalil Rizky, Fakta dan Prospek Baitul Maal Wattamwil, h. 6
12
Awalil Rizky, Fakta dan Prospek Baitul Maal Wattamwil, h. 6 - 7
7
terhadap  pilihan  barang  konsumsi  yang  harus  halal,  memakan  makanan  yang  baik- baik, cara mencari rizki harus benar, dan lain-lain.
13
Dalam  mekanisme  keuangan  syari’ah,  model  bagi  hasil  ini  berhubungan dengan  usaha  pengumpulan  dana  dan  pembiayaan,  terutama  yang  berkaitan  dengan
produk penyertaan atau kerja sama usaha. Dalam pengembangan produknya, dikenal dengan istilah shâhib al-maâl dan mudhârib. Shâhib al-maâl merupakan pemilik dana
yang mempercayakan dananya pada lembaga keuangan syari’ah seperti BMT untuk dikelola sesuai dengan perjanjian. Sedangkan  mudhârib merupakan kelompok orang
atau  badan  yang  memperoleh  dana  untuk  dijadikan  modal  usaha  atau  investasi.
14
Kerja sama seperti dalam Islam dikenal dengan istilah mudhârabah. Pembiayaan  mudharabah  adalah  pembiayaan  yang  disalurkan  oleh  lembaga
keuangan syari’ah kepada pihak lain untuk sesuatu usaha yang produktif.
15
Menurut Muhammad,  pembiayaan  mudharabah  adalah  pernjanjian  antara  penanam  dana
dengan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan  antara  kedua  belah  pihak  berdasarkan  nisbah  yang  telah  disepakati
sebelumnya.
16
Dari  sekian  banyaknya  lembaga  keuangan  syari’ah  yang  melakukan upaya  penghimpunan  dan  penyaluran  dana  berdasarkan  prinsip  syari’ah  dengan
sistem mudharabah adalah BMT.
13
Muhammad  Ridwan,  Manajemen  Baitul  Maal  Wattamwil,  Yogyakarta:  UII  Press,  2004, Cet. ke-1, h. 119
14
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wattamwil, h. 120
15
Karnaen Perwaatmadja, et.al., Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1992, Cet. ke-1, h. 89
16
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta: Ekonosia, 2005, Cet. ke-2, h. 201
8
Salah satu BMT yang menyalurkan pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah  adalah  BMT Al-Karim Cipulir
– Kebayoran Lama – Jakarta Selatan. Sistem  yang  digunakan  BMT  Al-Karim  adalah  sistem  mudharabah.  Dengan  sistem
ini, para pengusaha kecil dan menengah tidak dipusingkan dengan bentuk setoran tiap bulan, sebagaimana lembaga keuangan konvensional yang besarnya sudah ditentukan
berapa persen oleh lembaga keuangan yang bersangkutan. Untuk itu, kehadiran BMT Al-Karim sangat dinantikan oleh masyarakat sekitarnya.
Masyarakat  Cipulir  khususnya  para  pengusaha  kecil  dan  menengah  dalam menggunakan jasa BMT ini tidak terbebani perasaan takut ataupun cemas untuk tidak
bisa  mengembalikan  pinjamannya,  karena  model  yang  digunakan  adalah  sistem mudharabah. Masyarakat Cipulir tidak merasa ngeri dengan debt collector yang biasa
dipakai oleh lembaga keuangan konvensional terhadap para debitur yang tidak lancar dalam menunaikan setorannya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan BMT Al-Karim.
Dalam  perjalanannya,  BMT  Al-Karim  ini  sangat  berperan  dalam menumbuhkembangkan  ekonomi  umat,  agar  umat  tidak  terjerat  oleh  lembaga
keuangan  konvensional  yang  bisa  menjerat  debitur  disebabkan  usahanya  macet. Kehadiran BMT Al-Karim dirasakan memberi angin segar bagi pengusaha kecil dan
menengah  yang  ingin  mengembangkan  usahanya.  Pembiayaan  mudharabah  yang diberikan  BMT  Al-Karim  sudah  barang  tentu  menggunakan  mekanisme  agar  kedua
belah pihak tidak merasa saling dirugikan terutama pihak BMT Al-Karim. Keberadaan  BMT  Al-Karim  semakin  diakui  oleh  masyarakat  pengguna  jasa
BMT tersebut  baik  yang menitipkan uangnya  ataupun  yang meminjam  untuk  modal
9
usaha.  Masyarakat  mengakui  bahwa  BMT  Al-Karim  di  samping  alasan  ideologis, juga karena manfaat nyata yang telah dilakukan oleh BMT Al-Karim.
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menuangkan sebuah  obsesi  yang  terdapat  dalam  diri  penulis  yang  kemudian  diwujudkan  dalam
bentuk skripsi yang diberi judul :
“MEKANISME PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI  USAHA KECIL DAN  MENENGAH  PADA  BMT  AL-KARIM   CIPULIR
”.
Topik  ini  menarik  untuk  dikaji,  karena  implikasinya  sangat  luas  sehingga  dapat menjadi  gambaran  bagi  bank  konvensional  untuk  tidak  menjerat  debitur  terutama
pengusaha kecil dan menengah.
                